"Kemungkinan akhir tahun akan ke 2,21 persen hingga 2,22 persen. Jadi tidak mendekati ke 2,3 persen, tapi ke 2,2 persen. Kita lihat lagi ke dua minggu terakhir," ujar dia.
Defisit keseimbangan primer yang mencapai defisit lima kali lipat dari target yang sudah dianggarkan, artinya masih harus berutang untuk membayar utang. Namun jika surplus berarti untuk membayar utang-utang lama pemerintah tidak perlu menambah utang baru.
Dengan demikian, pembiayaan utang pemerintah pun membengkak. Hingga November 2019 pembiayaan utang pemerintah mencapai Rp 442 triliun. Angka itu di atas target pembiayaan tahun ini yang hanya Rp 359 triliun atau 123,3 persen dari pagi yang ditetapkan dalam APBN.
Pembiayaan tersebut juga naik 21,8 persen dibandingkan November 2018 lalu.
"Realisasi pembiayaan utang ini karena ada front loading (penerbitan surat utang pada awal tahun). Jadi akhir tahun sudah fully funded," kata Sri Mulyani.
Baca juga: Per Oktober, Utang Luar Negeri RI Bertambah Jadi Rp 5.606 Triliun
Sri Mulyani memaparkan hingga 30 November 2019 realisasi penerimaan pajaktercatat sebesar Rp 1.136,17 triliun atau sebesar 72,02 persen dari pagu yang dianggarkan dalam APBN yang sebesar Rp 1.577,56 triliun.
Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, realisasi pajak tersebut turun 0,04 persen. Seretnya penerimaan pajak menjelang akhir tahun diakibatkan realisasi penerimaan pajak di sektor migas yang loyo.
"Kalau kita lihat PPh ( Pajak penghasilan) mengalami kontraksi, ini karena liftingnya turun, harga minyak lebih rendah, dan kurs menguat," jelas Sri Mulyani.
Jika dirinci, realisasi penerimaan pajak migas hingga akhir November 2019 tercatat sebesar Rp 52,89 triliun atau 79,95 persen dari target APBN yang sebesar Rp 66,15 trililun. Data APBN menunjukkan, angka tersebut lebih rendah 11,51 persen jika dibandingkan dengan realisasi di periode yang sama tahun lalu.
Baca juga: Penerimaan Pajak Jelang Akhir Tahun Baru 72,02 Persen dari Target APBN
Sementara untuk penerimaan PPh non migas hingga akhir November tercatat sebesar Rp 615,72 triliun atau 74,34 persen dari target APBN yang sebesar Rp 828,29 triliun. Realisasi tersebut meningkat 4,07 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
"Sektor migas nampaknya masih memiliki daya tahan luar biasa di tengah gempuran pemelahan global," jelas Sri Mulyani.
Adapun jika dirinci berdasarkan jenis pajak, PPh Pasal 21 mencatatkan pertumbuhan 10,58 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu dengan realisasi sebesar Rp 133,17 triliun.
Untuk PPh passal 22 mencatatkan realisasi sebesar Rp 16,32 triliun atau tumbuh 6,52 persen, pajak orang pribadi tumbuh 16,59 persen dengan realisasi sebesar Rp 10,34 triliun dan PPh Badan tercatat sebesar Rp 211,66 triliun dengan pertumbuhan 1,18 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
"Untuk pajak ini masih ada yang tumbuh positif, yaitu PPh 21, lalu ada PPh Orang Pribadi. Ini menunjukkan penerimaan di kedua sektor ini masih kuat," jelas Bendahara Negara.
Baca juga: Pemerintah Batal Kejar Pajak Penghasilan Netflix dkk?
Untuk PPN Dalam Negeri, Kemenkeu mencatatkan realisasi sebesar Rp 271,51 triliun menurun 1,76 persen dari realisasi tahun lalu, dan Pajak atas Impor kinerjanya juga turun 6,06 persen dibanding tahun lalu menjadi Rp 209,44 triliun.