Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa yang Terjadi pada Harga Minyak jika Pecah Perang AS-Iran?

Kompas.com - 06/01/2020, 18:47 WIB
Muhammad Idris,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mitch Kahn, seorang trader minyak di New York Mercantile Exchange (NYMEX), masih ingat betul bagimana dirinya sangat menyesal menjual minyak terlampau cepat. Itu jadi salah satu hal yang paling disesalinya.

Itu terjadi ketika dimulai Perang Teluk II saat Amerika Serikat (AS) menginvasi Irak untuk menjatuhkan Saddam Husein di tahun 2003. Di hari pertama pertempuran, harga minyak mentah di AS melonjak tajam mencapai 10 dollar AS per barel.

Ini artinya seorang bisa meraup untung dengan sangat cepat jika trader minyak mau bersabar menahan untuk tidak menjual minyak. Sebaliknya, jadi kerugian sangat besar bagi yang buru-buru memutuskan menjual saat itu.

Dikutip Kompas.com dari BBC, Senin (6/1/2020), harga minyak pada waktu-waktu selanjutnya naik turun bak roller coaster. Bahkan dalam situasi perang itu, menurut Kahn, dalam beberapa menit harga minyak langsung turun lebih dari 20 dollar AS per barel setelah sebelumnya naik tajam.

Namun, naik turun harga minyak setelah memanasnya hubungan AS-Iran belakangan ini, meski sampai terjadi perang sekalipun, diprediksi tak akan separah saat invasi AS ke Irak.

Baca juga: Timur Tengah Memanas, Harga Minyak Kian Mendidih

Harga minyak brent melonjak lebih dari 1,4 persen atau mencapai 69,5 dollar per barel pada hari Jumat (3/1/2020) lalu. Kemudian, harga minyak dunia sempat mengalami kenaikan setelah kabar meninggalnya Jenderal Iran Qasem Soleimani tewas dalam serangan pesawat tak berawak AS di bandara Baghdad.

Seperti diungkapkan Michael Widmer, seorang pakar komoditas di Bank of America, salah satu penyebabnya, lantaran AS sudah memiliki cadangan minyak dan gas yang cukup, baik dari ladang minyak sendiri maupun negara lain di luar OPEC, sehingga tak lagi terlalu bergantung pada negara-negara Timur Tengah.

Di luar AS, secara global, harga minyak dunia juga tak akan mengalami goncangan seperah seperti saat perang di Irak karena beberapa alasan. 

"Kondisi telah berubah drastis," kata dia.

Dia mencontohkan, serangan drone pada fasilitas minyak milik Arab Saudi pada September lalu. Harga minyak relatif tidak bergerak tajam.

Baca juga: Konflik Iran-AS Kian Panas, Harga Minyak Dunia Tembus 70 Dollar AS Per Barel

Selain itu, OPEC yang dulu jadi pengendali harga minyak, saat ini tak lagi memiliki pengaruh sebesar dulu. Kekurangan pasokan minyak, malah direspon dengan peningkatan produksi minyak negara non-OPEC.

"Sekarang ketika OPEC memangkas jumlah produksinya, itu malah membuat lebih banyak ruang bernafas bagi negara lain untuk menambah jumlah (minyak) mereka," kata Widmer.

Selain itu, OPEC yang dulunya memproduksi setengah dari kebutuhan minyak dunia, saat ini produksinya telah merosot tak sampai sepertiganya.

Diungkapkan Kepala Riset Marketing Wood Mackenzie, Alan Gelder, dalam Perang Teluk yang dimulai tahun 1990, minyak datang dari dua tempat.

Pertama disuplai dari OPEC, kedua minyak yang diproduksi negara di luar OPEC yang produksinya mahal dan berisiko tinggi seperti di Laut Utara.

Baca juga: Serangan AS Tewaskan Pimpinan Militer Iran, Harga Minyak Dunia Melonjak

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Adu Kinerja Keuangan Bank BUMN per Kuartal I 2024

Adu Kinerja Keuangan Bank BUMN per Kuartal I 2024

Whats New
Setelah Investasi di Indonesia, Microsoft Umumkan Bakal Buka Pusat Data Baru di Thailand

Setelah Investasi di Indonesia, Microsoft Umumkan Bakal Buka Pusat Data Baru di Thailand

Whats New
Emiten Persewaan Forklift SMIL Raup Penjualan Rp 97,5 Miliar pada Kuartal I 2024

Emiten Persewaan Forklift SMIL Raup Penjualan Rp 97,5 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
BNI Danai Akusisi PLTB Sidrap Senilai Rp 1,76 Triliun

BNI Danai Akusisi PLTB Sidrap Senilai Rp 1,76 Triliun

Whats New
Soroti Kinerja Sektor Furnitur, Menperin: Masih di Bawah Target

Soroti Kinerja Sektor Furnitur, Menperin: Masih di Bawah Target

Whats New
Harga Jagung Turun di Sumbawa, Presiden Jokowi: Hilirisasi Jadi Kunci Stabilkan Harga

Harga Jagung Turun di Sumbawa, Presiden Jokowi: Hilirisasi Jadi Kunci Stabilkan Harga

Whats New
IHSG Ditutup Merosot 1,61 Persen, Rupiah Perkasa

IHSG Ditutup Merosot 1,61 Persen, Rupiah Perkasa

Whats New
Emiten TPIA Milik Prajogo Pangestu Rugi Rp 539 Miliar pada Kuartal I 2024, Ini Sebabnya

Emiten TPIA Milik Prajogo Pangestu Rugi Rp 539 Miliar pada Kuartal I 2024, Ini Sebabnya

Whats New
BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

Whats New
Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

Whats New
Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Whats New
Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Work Smart
Harga Beras Alami Deflasi Setelah 8 Bulan Berturut-turut Inflasi

Harga Beras Alami Deflasi Setelah 8 Bulan Berturut-turut Inflasi

Whats New
17 Bandara Internasional yang Dicabut Statusnya Hanya Layani 169 Kunjungan Turis Asing Setahun

17 Bandara Internasional yang Dicabut Statusnya Hanya Layani 169 Kunjungan Turis Asing Setahun

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com