Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Gas Industri Mahal, Luhut Sebut Banyak Maling

Kompas.com - 07/01/2020, 05:09 WIB
Ade Miranti Karunia,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam rapat terbatasnya hari ini (6/1/2020), di Istana Kepresiden, merasa kesal dengan melambungnya harga gas industri.

Terkait hal itu, Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan,
mahalnya harga gas industri karena adanya kenaikan harga bahan baku dari sisi hulu.

Hal itu menurut Luhut karena di hulu migas diduga banyak maling.

"Ya dari awal sudah banyak maling di sana," kata Luhut di Kemenko Maritim dan Investasi, Jakarta.

Baca juga: Anggap Harga Gas Mahal, Jokowi: Saya Mau Ngomong Kasar, tapi Enggak Jadi

Sementara Wakil Menteri BUMN, Budi Gunadi Sadikin membenarkan harga jual bahan baku gas yang tinggi di area hulu. Saat ini, harga bahan baku gas di sana mencapai lebih 5 dollar AS MBTU.

"Harga bahan baku gas di hulunya kita tinggi. Jadi sebelum sampai ke PGN, sudah di atas 5 sampai. Ini yang harus kita pikirkan bagaimana harga gas ini murah. Karena harga bahan bakunya, PGN sudah mengambil di atas 5," ucapnya di tempat yang sama.

Pemerintah sedang berusaha mencari sumber daya lain agar bisa menggantikan harga bahan baku gas hulu yang terlalu tinggi. Namun, pemerintah tidak akan memberikan subsidi gas industri.

"Aku rasa sayang kalau harga gas disubsidi. Harusnya cari sumber gas yang lain saja, yang lebih baru," katanya.

Baca juga: Belanja Kementeriannya Besar, Luhut Akui Kerap Pakai Uang Pribadi

Menurut Budi Gunadi, potensi penurunan harga gas industri pasti bisa hanya saja tergantung permintaan dan pasokan pasar serta perbedaan antara dalam negeri dan luar negeri yang dianggap harganya tak jauh signifikan.

Dalam ratas, Presiden Jokowi mengatakan, gas bukan semata-mata sebagai komoditas, tapi juga modal pembangunan yang akan memperkuat industri nasional. Ia menyebutkan, ada enam sektor industri yang menggunakan 80 persen volume gas Indonesia, baik itu pembangkit listrik, industri kimia, industri makanan, industri keramik, industri baja, industri pupuk, industri gelas.

“Artinya ketika porsi gas sangat besar bagi struktur biaya produksi maka harga gas akan sangat berpengaruh pada daya saing produk industri kita di pasar dunia. Kita kalah terus poduk-produk kita gara-gara harga gas kita yang mahal,” kata Presiden Jokowi saat memberikan pengantar pada ratas tentang Ketersediaan Gas Untuk Industri.

Karena itu, Jokowi meminta soal harga gas betul-betul dihitung, dikalkulasi agar lebih kompetitif. Ia memerintahkan agar dilihat betul penyebab tingginya harga gas, mulai harga di hulu, di tingkat lapangan gas, di tengah, terkait dengan biaya penyaluran gas, biaya transmisi gas, di tengah infrastruktur yang belum terintegrasi dan sampai di hilir, di tingkat distributor.

Presiden juga meminta laporan mengenai pelaksanaan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi, apakah ada kendala-kendala di lapangan terutama di tujuh bidang industri yang telah ditetapkan sebagai pengguna penurunan harga gas yang diinginkan pemerintah.

Baca juga: Luhut Bicara soal Keberanian Saat Bahas Mandeknya Normalisasi Ciliwung

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Capai 12,5 Persen, Pertumbuhan Ekonomi Dua Wilayah Ini Tertinggi di Indonesia

Capai 12,5 Persen, Pertumbuhan Ekonomi Dua Wilayah Ini Tertinggi di Indonesia

Whats New
Per Februari 2024, Jumlah Pengangguran RI Turun Jadi 7,20 Juta Orang

Per Februari 2024, Jumlah Pengangguran RI Turun Jadi 7,20 Juta Orang

Whats New
Pembangunan Infrastruktur di Australia Jadi Peluang untuk Produsen Baja Lapis RI

Pembangunan Infrastruktur di Australia Jadi Peluang untuk Produsen Baja Lapis RI

Whats New
KAI Ubah Pola Operasi, 21 Kereta Berhenti di Stasiun Jatinegara

KAI Ubah Pola Operasi, 21 Kereta Berhenti di Stasiun Jatinegara

Whats New
Kejar Target 1 Juta Barrel Minyak, Industri Hulu Migas Hadapi Keterbatasan Rig

Kejar Target 1 Juta Barrel Minyak, Industri Hulu Migas Hadapi Keterbatasan Rig

Whats New
PGN Suplai Gas Bumi untuk Smelter Tembaga Freeport

PGN Suplai Gas Bumi untuk Smelter Tembaga Freeport

Whats New
KKP Kembangkan Jejaring Perbenihan Nasional Ikan Nila

KKP Kembangkan Jejaring Perbenihan Nasional Ikan Nila

Whats New
Kemenhub Evaluasi Pola Pengasuhan di STIP Jakarta

Kemenhub Evaluasi Pola Pengasuhan di STIP Jakarta

Whats New
Konsumsi Rumah Tangga Kembali Jadi Penopang Pertumbuhan Ekonomi Indonesia pada Kuartal I-2024

Konsumsi Rumah Tangga Kembali Jadi Penopang Pertumbuhan Ekonomi Indonesia pada Kuartal I-2024

Whats New
Frekuensi Perjalanan LRT Jabodebek Ditambah, Waktu Tunggu Lebih Cepat

Frekuensi Perjalanan LRT Jabodebek Ditambah, Waktu Tunggu Lebih Cepat

Whats New
Kepala Bappenas Sebut Pembangunan IKN Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas Sebut Pembangunan IKN Capai 80,82 Persen

Whats New
Simak Kurs Rupiah Hari Ini di BCA hingga BNI

Simak Kurs Rupiah Hari Ini di BCA hingga BNI

Spend Smart
Pabrik Sepatu Bata di Purwakarta Tutup, Bagaimana Prospek Sahamnya?

Pabrik Sepatu Bata di Purwakarta Tutup, Bagaimana Prospek Sahamnya?

Earn Smart
Ada Regulasi Ketransmigrasian Baru, Kemendes Sebut Sebagai Modal Pengembangan Transmigrasi Modern

Ada Regulasi Ketransmigrasian Baru, Kemendes Sebut Sebagai Modal Pengembangan Transmigrasi Modern

Whats New
Bagaimana Rekomendasi IHSG Pekan Ini? Simak Aneka Sentimen yang Memengaruhinya

Bagaimana Rekomendasi IHSG Pekan Ini? Simak Aneka Sentimen yang Memengaruhinya

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com