Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rivalitas Nelayan Lokal Vs Kapal Ikan Asing di Natuna

Kompas.com - 12/01/2020, 11:54 WIB
Muhammad Idris

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Simpanan kekayaan perikanan yang melimpah, membuat perairan di Natuna seringkali dimasuki nelayan-nelayan asing. Intensitasnya, bahkan diketahui terus meningkat sejak Desember 2019.

Maraknya kapal asing yang memasuki perairan Indonesia terjadi saat nelayan lokal tidak melaut karena ombak tinggi. Kapal-kapal penangkap ikan itu bahkan dikawal kapal penjaga dari negara asing tersebut.

Dikutip dari Harian Kompas, 12 Januari 2020, kapal ikan asing biasanya akan masuk ke zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia di Laut Natuna Utara bersamaan dengan datangnya musim angin utara pada akhir November hingga Januari.

Salah seorang nelayan Natuna, Rudi, pada periode itu tinggi gelombang bisa mencapai lebih dari 6 meter. Hal ini memang menakutkan bagi sebagian nelayan yang kapalnya rata-rata berbobot kecil.

“Ada juga sebagian yang tetap berani melaut. Gelombangnya memang lebih tinggi dari tiang kapal, tetapi untuk yang sudah biasanya seperti kami ini, ya, sambil menyanyi saja biar tak takut,” kata Rudi.

Namun, gelombang tinggi saat musim angin utara bukanlah yang paling menakutkan. Hal itu ada sejak leluhur nelayan Natuna pertama kali melaut.

Baca juga: Terkait Natuna, Luhut Emoh Dicap Lembek

Satu-satunya hal yang bisa membuat nelayan kembali ke darat sebelum waktunya adalah tali jangkar yang putus saat lari karena dikejar kapal asing pencuri ikan.

Kapal nelayan di Natuna rata-rata berukuran antara 3 grosston (gt) sampai 5 gt. Alat tangkapnya tradisional berupa pancing.

Hanya dengan perlengkapan itu mereka sanggup bertahan satu hingga dua minggu untuk menangkap ikan karang yang bernilai tinggi, yaitu kakap merah, anguli, kerapu, dan sunu.

Sedangkan kapal asing dari Vietnam maupun China yang mencuri ikan di Laut Natuna Utara rata-rata berukuran antara 30 gt sampai 100 gt, dan bahkan juga lebih.

Mereka menangkap ikan berkelompok menggunakan pukat harimau. Satu kelompok pencuri biasanya terdiri dari lebih kurang 20 kapal asing.

“Kalau malam, tekong (nahkoda) tak bisa tidur tenang. Pasti was-was karena harus selalu siap potong tali jangkar untuk lari kalau ada kapal pukat yang mendekat,” ujar Rudi.

Pukat harimau mengeruk kekayaan laut sampai ke dasar. Sedikit saja nelayan lokal terlambat untuk menghindar, jangkar mereka bisa tersangkut lalu terseret entah sampai mana kapal pukat itu berlayar.

Di perairan yang berjarak 60 mil dari Pulau Laut, kata Rudi, terumbu karang sudah hancur terkena pukat harimau dan tinggal menyisakan lumpur.

Hal ini menjadi pukulan telak bagi nelayan lokal yang sehari-hari menangkap ikan karang. Butuh waktu lama agar habitat ikan karang itu bisa kembali seperti semula.

Baca juga: Pemerintah Kirim Kapal Nelayan Bercantrang ke ZEE Natuna, Setuju?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com