JAKARTA, KOMPAS.com - Keberadaan fintech peer to peer lending ilegal atau lebih dikenal dengan pinjaman online (pinjol) ilegal kian marak selama wabah virus corona (Covid-19).
Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI) Tongam L Tobing mengatakan, pinjol-pinjol ilegal memanfaatkan kesulitan keuangan masyarakat akibat virus.
"Saat ini masih marak penawaran fintech lending ilegal yang sengaja memanfaatkan kesulitan keuangan sebagian masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari," kata Tongam dalam keterangan resmi, Rabu (29/4/2020).
Baca juga: Waspada Fintech Ilegal di Tengah Pandemi Covid-19
"Sasaran mereka adalah masyarakat adalah masyarakat yang membutuhkan uang cepat untuk memenuhi kebutuhan pokok," sambungnya.
Untuk itu, Tongam meminta masyarakat berhati-hati terhadap banyaknya penawaran pinjaman tidak berizin yang tiba-tiba hadir dengan iming-iming uang cepat cair.
Padahal dengan meminjam, masyarakat akan dibuat sulit dengan tidak masuk akalnya bunga pinjaman dan jangka waktu yang relatif pendek. Mereka juga akan meminta akses semua data kontak di ponsel
“Ini sangat berbahaya, karena data ini bisa disebarkan dan digunakan untuk alat mengintimidasi saat penagihan,” ungkap Tongam.
Baca juga: UMKM Ingin Ajukan Keringanan Kredit ke Fintech? Ini Kriterianya
Sedangkan bagi masyarakat yang meminjam dana dari pinjol legal, Tongam mengimbau untuk mengembalikannya secara bertanggung jawab sesuai tenggat waktu yang diberikan.
"Selain itu manfaatkan dana pinjaman fintech lending untuk kepentingan yang produktif," saran Tongam.
Adapun pada masa pandemi di bulan April, SWI telah menemukan 81 pinjol ilegal. Total pinjol ilegal yang ditangani SWI dalam kurun waktu 2018 hingga April 2020 sebanyak 2.486 pinjol ilegal.
SWI juga menghentikan 18 kegiatan usaha yang diduga melakukan kegiatan usaha tanpa izin dari otoritas yang berwenang dan berpotensi merugikan masyarakat.
Adapun 18 entitas tersebut terdiri dari 12 penawaran investasi uang tanpa izin, 2 multi level marketing (MLM), 1 perdagangan forex, 1 cryptocurrency, 1 kegiatan undian berhadiah, dan 1 investasi emas tanpa izin.
Sama seperti pinjol, modus penawaran 18 entitas ini adalah memanfaatkan ketidakpahaman masyarakat dengan iming-iming imbal hasil yang sangat tinggi bahkan tak wajar.
"Banyak juga kegiatan yang menduplikasi lama entitas yang memiliki izin sehingga seolah-olah laman tersebut resmi milik entitas yang memiliki izin," tukas Tongam.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.