Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bank Dunia Sarankan Pemerintah Lebih Serius Kendalikan Penggunaan Air Tanah

Kompas.com - 25/06/2020, 16:35 WIB
Fika Nurul Ulya,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Dunia (World Bank) menyarankan pemerintah untuk mengendalikan penggunaan air tanah.

Pasalnya, penggunaan air tanah yang terus-menerus tanpa pengendalian yang tepat akan mengeksploitasi permukaan tanah.

Eksploitasi air tanah yang berlebihan menjadi kontributor turunnya permukaan tanah Jakarta dan beberapa kota lainnya. Pada gilirannya akan meningkatkan risiko banjir dan menyebabkan kerusakan pada bangunan dan infrastruktur lainnya.

Baca juga: Penyaluran KUR BRI Capai Rp 47,9 Triliun hingga Mei 2020

"Harus dibarengi dengan peraturan dan menerapkan peraturan yang lebih ketat karena dampaknya ini banyak. Beberapa daerah sudah punya peraturan daerah (Perda) untuk mengatur ini, tapi biasanya diterapkan hanya ke kawasan komersil dan industri, tapi domestiknya tidak," kata Spesialis Air Bersih dan Sanitasi Bank Dunia, Irma Setiono, Kamis (25/6/2020).

Selain itu, penggunaan air tanah secara eksploitatif menimbulkan keprihatinan serius di beberapa bidang. Di bidang kesehatan misalnya, air tanah terpapar pada risiko kontaminasi dari berbagai sumber.

Fasilitas sanitasi yang dirancang dan dikelola secara buruk dapat menyebabkan masuknya bakteri, virus, dan bahan pencemar lainnya.

"Saat ini peraturan dan pengawasan pemerintah terhadap potensi penyebab kontaminasi air ini tampaknya belum dikembangkan dengan baik, sementara di saat yang sama, meminta setiap rumah tangga memeriksa air tanah secara teratur, tidak realistis," ucap Irma.

Baca juga: 3 Strategi Menyelamatkan UMKM dari Pukulan Covid-19

Lebih lanjut, Bank Dunia juga menyarankan pemerintah dalam hal ini Dinas Kesehatan (Dinkes) di berbagai daerah untuk meningkatkan kapasitas penyediaan air minum berkualitas.

Tujuannya untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kualitas air PDAM yang disalurkan melalui perpipaan. Akhirnya masyarakat bisa mengalihkan penggunaan dari sumber air alternatif yang tidak berkelanjutan (sustainable) seperti air kemasan ke air perpipaan.

"Perlu upaya-upaya dinas kesehatan untuk lebih meng-enforce mekanisme penyediaan air minum yang memang menjadi kewajibannya," ungkap dia.

Baca juga: Bank Dunia: Penyediaan Air Minum dan Sanitasi RI Tertinggal

Irma menuturkan, sejauh ini banyak dinas kesehatan yang hasil penelitian airnya tidak pernah dilaporkan bahkan dipublikasikan secara transparan. Hal ini bisa membuat masyarakat tidak percaya terhadap kualitas air yg disalurkan PDAM melalui perpipaan.

Banyak yang mengira, air PDAM tidak siap minum, berwarna keruh hingga kadang-kadang bau kaporit. Masyarakat pun lebih menyukai menggunakan sumber air kemasan karena merasa lebih aman dan nyaman.

"Untuk meningkatkan demand di masyarakat agar memakai air pipa memang perlu ada effort yang kuat dari PDAM untuk membuktikan bahwa mereka bisa memberikan layanan yang baik. Diharapkan ada upaya dari dinkes dan PDAM untuk bisa menumbuhkan pelayanan lebih bagus," papar Irma.

Baca juga: IMF: Covid-19 Sebabkan Perekonomian Global Rugi Rp 168.000 Triliun

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com