Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sepak Terjang Zulficar, Dirjen KKP Penolak Cantrang yang Dicopot Edhy

Kompas.com - 17/07/2020, 16:26 WIB
Muhammad Idris

Penulis

Sumber Kompas.com

JAKARTA, KOMMPAS.com - Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo, memberhentikan M Zulficar Mochtar, dari posisinya sebagai Dirjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Sebelum menjabat Dirjen Perikanan Tangkap KKP, Zulficar merupakan seorang aktivis Koordinator Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, sebuah LSM yang bergerak dalam pemanfaatan sumber daya perikanan dan kelautan untuk pemberdayaan masyarakat.

Pria asal Makassar ini merupakan salah satu pejabat yang diangkat di era Menteri KKP 2014-2019 Susi Pudjiastuti lewat seleksi lelang jabatan.

Zulficar memulai karirnya di KKP sebagai Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan. Dia diangkat Susi menjadi Dirjen Perikanan Tangkap KKP.

Baca juga: Polemik Ekspor Benih Lobster hingga Mundurnya Dirjen Perikanan Tangkap KKP

Pria kelahiran 22 Juli 1971 ini mulai terjun sebagai aktivis lingkungan setelah menamatkan pendidikan di program studi Ilmu dan Teknologi Kelautan (ITK) di Universitas Hasanuddin.

Selain DWF, Zulficar yang juga sempat menjadi Ketua Umum Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia atau Iskindo itu juga menghabiskan karir aktivisnya di Indonesia Maritim Institut dan United States Agency for International Development (USAID).

Pencopotan Zulficar dari jabatannya sebagai Dirjen Perikanan Tangkap KKP dilakukan tak lama setelah mencuatnya polemik dilegalkannya ekspor benih lobster oleh Menteri KKP, Edhy Prabowo. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap sendiri merupakan direktorat di KKP yang berkaitan langsung dengan keluarnya kebijakan ekspor benih lobster.

Direktorat yang bersangkutan telah menerbitkan Keputusan DJPT Nomor 48 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis (Juknis) Pengelolaan Benih Bening Lobster (Puerulus) di Wilayah WPP-NRI.

Baca juga: Karier Zulficar Mochtar di KKP, Direkrut Susi, Diberhentikan Edhy

Dirjen penolak cantrang

Direktorat ini juga mengurusi perizinan alat tangkap, di mana di KKP juga muncul kebijakan kontroversial lain di periode Menteri KKP Edhy Prabowo, yakni pelegalan alat tangkap cantrang.

Sebagai informasi, Zulficar terlibat langsung dalam pembuatan kebijakan yang melarang penggunaan alat tangkap cantrang di era Susi Pudjiastuti. Sejalan dengan atasannya saat itu, Susi Pudjiastuti, Zulficar menganggap cantrang adalah alat tangkap yang kurang ramah lingkungan. 

Dikutip dari laman resmi KKP, menurut Zulficar, cantrang dioperasikan dengan perahu untuk menarik jaring yang dibantu dengan garda. Ukuran kapal, mesin penggerak, dan panjang tali selambar yang digunakan pun dimodifikasi semakin besar dari waktu ke waktu.

“Tali selambarnya semakin panjang sampai 1.000 meter,” ungkap Zulficar.

Selain ukuran, target tangkapan pun juga berubah mengikuti modifikasi alat. Jika sebelum tahun 1970 target tangkapan cantrang merupakan ikan dasar (demersal) besar, memasuki tahun 1990-an berkembang menjadi ikan dasar besar dan kecil. Semakin parah ketika tahun 2010 mulai menyasar cumi.

Baca juga: Lengser dari Dirjen KKP, Zulficar: Mundur atau Dimundurkan, Tak Perlu Heboh atau Drama

“Sejalan dengan itu, tipologi armada bermetamorfosis dari kapal berukuran di bawah 5 gross ton (GT) pada era 1960-1970, menjadi kapal kurang dari 20 GT dan bergardan pada 1990. Tipologi armada berkembang lagi menjadi kapal di bawah 30 GT dan bergardan mulai 2000, bahkan berlemari pendingin (freezer) mulai 2010,” terang Zulficar.

Cantrang yang awalnya digerakkan menggunakan layar kemudian dimodifikasi dengan memakai motor tempel. Mesin juga berkembang dari ukuran 33-120 PK menjadi 33-200 PK.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Daftar 30 Mitra Distribusi Pembelian Sukuk Tabungan ST012 dan Linknya

Daftar 30 Mitra Distribusi Pembelian Sukuk Tabungan ST012 dan Linknya

Whats New
Lowongan Kerja PT Honda Prospect Motor untuk S1, Ini Persyaratannya

Lowongan Kerja PT Honda Prospect Motor untuk S1, Ini Persyaratannya

Whats New
Sudah Bisa Dibeli, Ini Besaran Kupon Sukuk Tabungan ST012

Sudah Bisa Dibeli, Ini Besaran Kupon Sukuk Tabungan ST012

Whats New
Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Whats New
Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

Whats New
Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Whats New
Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km Per Jam, Perjalanan Terlambat

Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km Per Jam, Perjalanan Terlambat

Whats New
BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

Whats New
[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

Whats New
KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat gara-gara Hujan Lebat

KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat gara-gara Hujan Lebat

Whats New
Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Earn Smart
Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Whats New
Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Whats New
Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Whats New
Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com