Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Uang Rp 950 Triliun "Hilang" di Inggris, Kok Bisa?

Kompas.com - 06/12/2020, 08:15 WIB
Mutia Fauzia,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

Sumber CNN

LONDON, KOMPAS.com - Uang tunai senilai 50 miliar poundsterling atau sekitar 67,4 miliar dollar AS (sekitar Rp 950,34) triliun dikabarkan "hilang" di Inggris.

Dilansir dari CNN, Minggu (6/12/2020) Komite Parlemen Inggris Met Hillier pun meminta agar bank sentral, Bank of England menyelidiki "hilangnya" uang tersebut.

Ketua Komite Keuangan Parlemen Inggris Met Hillier menyatakan uang senilai Rp 950,34 trilliun ada di suatu tempat, namun bank sentral tidak mengetahui di mana, oleh siapa atau untuk apa uang itu digunakan.

Baca juga: Ini Cara Setor Uang Tunai di ATM BCA

"Mereka perlu untuk lebih peduli terhadap keberadaan di mana hilangnya uang tegrsebut," jelas dia dalam sebuah keterangan tertulis.

Namun demikian, bank sentral segera merespon hal itu.

"Anggota parlemen tidak perlu menjelaskan kepada bank mengapa mereka (masyarakat) ingin memegang uang kertas. Artinya, uang kertas tidak hilang," ungkap Juru Bicara Bank of England.

Timbun Uang Kertas

Di tengah peningkatan penggunaan traksaksi digital, permintaan uang tunai masih meningkat di banyak negara maju sejak krisis keuangan global.

Hasil survei oleh Bank of International Settlement pada tahun 2018 lalu menunjukkan, hal itu didorong oleh suku bunga yang rendah, yang membuat imbal hasil menabung di bank cenderung lebih kecil.

Baca juga: Lockdown Lagi, Inggris Bakal Kembali Resesi?

"Kami melihat adanya peningkatan oenggunaan uang tunai sebagai pengembali nilai uang, hal ini berkebalikan dengan fungsi transaksinya," ujar salah satu pimpinan Bank of England Sarah John dalam sebuah kesaksian di depan Komite Keuangan Publik pada Oktober lalu.

Kekhawatiran mengenai kekuatan lembaga keuangan juga sejak tahun 2008 lalu juga menjadi salah satu penyebab hal itu terjadi.

Meski ada penurunan permintaan terhadal uang kertas dan koin pada puncak pandemi virus corona (Covid-19) tahun ini, namun hal itu sudah pulih dengan semakin banyak orang yang menimbun lebih banyak uang tunai di rumah.

Jumlah sirkulasi uang kertas di Inggris mencetak rekor tertinggi, yakni sebesar 4,4 miliar dollar AS dengan total nilai sebanyak 76,5 poundtserling berdasarkan hasil laporan National Audit Office (NAO) pada September lalu. 

Sementara pada tahun 2000 lalu, jumlah uang tunai yang beredar sebanyak 1,5 miliar dengan nilai sebesar 24 miliar dollar AS.

Di saat yang bersamaan, volume transaksi yang tunai telah menurun, dan tren tersebut kian meningkat selama pandemi. Bila 10 tahun yang lalu uang tunai digunakan pada enam dari setiap 10 transaksi, tahun lalu hanya kurang dari tiga transaksi.

Transaksi Tunai

Bank of England memperkirakan, sekitar 20 persen hingga 24 persen nilai dari uang kertas yang beredar digunakan untuk transaksi tunai, dengan lebih dari 5 persen dipegang oleh penduduk Inggris untuk ditabung.

"Diketahui nilainya sekitar 50 miliar poundsterling, namun penjelasan yang mungkin lainnya yakni digunakan di luar negeri untuk transaksi atau ditabung dan kemungkinan ditabung oleh penduduk namun tidak terlaporkan, atau digunakan di bawah bayangan kegiatan perekonomian," jelas NAO.

NAO pun merekomendasikan bank sentral, bekerja sama dengan otoritas publik untuk memberi penjelasan mengenai peningkatan permintaan uang kertas dan siapa yang memegang uang senilai 50 miliar dollar AS tersebut.

"Hal ini bisa jadi membantu dalam menyelesaikan masalah kebijakan lain, termasuk upaya penghindaran pajak," jelas mereka.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com