Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengunjung Restoran Kian Dibatasi Selama PPKM, Begini Keluh Kesah Pengusaha

Kompas.com - 12/01/2021, 18:33 WIB
Yohana Artha Uly,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Beberapa aturan dalam pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di wilayah Jawa dan Bali selama 11-25 Januari 2021, dinilai memberatkan pengusaha restoran.

Wakil Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bidang Restoran Emil Arifin mengatakan, pembatasan layanan makan di tempat (dine in) sebesar 25 persen akan memperbesar kerugian pengusaha.

Menurutnya, saat layanan dine in dibatasi 50 persen pada masa PSBB di DKI Jakarta, pengusaha restoran sudah merugi. Lantaran, ongkos operasional tidak sebanding dengan pendapatan dari penjualan.

"Jadi kalau sekarang 25 persen, itu sudah pasti enggak akan bisa menutupi, 50 persen saja enggak bisa apalagi 25 persen," kata dia kepada Kompas.com, dikutip Selasa (12/1/2021).

Baca juga: Relaksasi Pembayaran Kartu Kredit Diperpanjang

Emil mengatakan, restoran sendiri tak bisa selalu mengandalkan pemasukan dari layanan online, sebab porsinya rata-rata hanya 10-15 persen. Belum lagi, tak semua restoran bisa sediakan layanan ini, seperti steak dan sushi.

Di sisi lain, adanya aturan keterisian perkantoran sebesar 25 persen, turut memperkecil potensi pendapatan restoran. Sebab, pesanan makanan di siang hari menjadi semakin turun.

Sementara, pusat perbelanjaan atau mal, yang menjadi tempat bagi banyak gerai restoran, juga diatur untuk beroperasi hingga pukul 19.00 saja. Artinya, last order hanya bisa dilakukan hingga pukul 18.00.

"Ya sudah, siang-malam enggak dapet. Jadi sebenernya enggak ada aturan (dine in) 25 persen, udah otomatis kosong, enggak ada yang datang," kata Emil.

Menurutnya, kurang tepat jika pemerintah melakukan pembatasan dengan pukul rata di setiap restoran. Pembatasan harusnya fokus pada restoran yang abai terhadap protokol kesehatan.

Baca juga: Sandiaga Uno Temui Sri Mulyani, Ini yang Dibahas

Ia bilang, banyak restoran yang sudah disiplin menerapkan protokol kesehatan dengan mengacu pada standar Cleanliness, Health, and Safety (CHS) yang ditetapkan pemerintah.

Seharusnya restoran yang patuh pada protokol kesehatan mendapatkan sedikit pelonggaran dari aturan pembatasan. Mengingat, pengusaha juga sudah mengeluarkan ongkos lebih untuk terapkan protokol kesehatan.

"Terlebih restoran yang ada di mal dan hotel itu sudah terapkan protokol kesehatan. Jadi yang sudah menjaga itu harusnya diberi pelonggaran, jangan di pukul rata," pintanya.

Menurut Emil, kesehatan dan ekonomi harus sejalan dalam mengatasi pandemi Covid-19. Oleh sebab itu, ia menekankan, pemerintah tak hanya cukup membataskan kegiatan, tetapi perlu memperbaiki sistem penanganan pandemi.

Terutama terkait penerapan 3T atau testing, tracing, dan treatment, termasuk pula dalam mendorong kedisiplinan masyarakat dalam melakukan protokol kesehatan. Dengan demikian, barulah kasus Covid-19 bisa di tekan.

"Dengan pembatasan tetap saja enggak akan ada perbaikan (penurunan kasus), akan tetap bermasalah kalau 3T-nya enggak dijalankan dengan benar," pungkas Emil.

Baca juga: Sentimen Vaksin Covid-19 Menahan Pelemahan Rupiah Lebih Dalam

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com