Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Diminta Tegas Menindak Produsen Makanan yang Gunakan Label "No Palm Oil"

Kompas.com - 24/02/2021, 11:54 WIB
Bambang P. Jatmiko

Editor

Sumber

JAKARTA, KOMPAS.com - Pencantuman label No Palm Oil tidak diperbolehkan karena melanggar regulasi pemerintah di Undang-Undang (UU) Pangan dan Peraturan Badan Pengawas Obat dan (BPOM).

Untuk itu, pemerintah harus menindak tegas produsen makanan yang mencantumkan label No Palm Oil di kemasannya. Pemakaian label ini merupakan kampanye hitam yang bertujuan menekan daya saing sawit.

Guru Besar Universitas Katolik Santo Thomas Sumatra Utara,Posman Sibuea, menyatakan pemerintah Indonesia harus menjaga kelapa sawit dari kampanye hitam karena bisa menurunkan minat masyarakat untuk mengkonsumsinya.

Baca juga: Pemerintah Dorong Perbankan Biayai Sistem Kelistrikan Smart Grid

 

Peredaran produk makanan berlabel No Palm Oil akan merugikan pelaku industri termasuk juga petani.

Ancaman label palm oil free itu muncul sejak tahun 2017 hingga kini terus terjadi. Sebagai contoh, Pod Chocolate yang mencantumkan label "No Palm Oil" di kemasan salah satu produk. Produk ini dimiliki oleh ekspatriat yang membuka bisnisnya di Bali.

“Pencantuman label No Palm Oil jelas melanggar regulasi pemerintah seperti UU Pangan dan peraturan BPOM. Seharusnya, pemerintah melalui BPOM dapat menindak tegas perusahaan yang mencantumkan label No palm Oil,” jelas Posman dalam Dialog Webinar Majalah Sawit Indonesia bertemakan “Kontribusi Sawit Bagi Pemenuhan Gizi Indonesia dan Dunia”, Selasa (23/2/2021).

Dialog ini menghadirkan empat pembicara lainnya yaitu Purwiyatno Hariyadi, Guru Besar IPB University, Dhian Dipo, Direktur Gizi Masyarakat Kemenkes RI, Sri Raharjo, Guru Besar UGM, Fajar Marhaendra, R&D Product Application Manager APICAL Group (PT Asianagro Agungjaya)

Posman menuturkan bahwa sawit ini merupakan minyak masa depan sebagai golden crop. Produktivitasnya sangat tinggi dibandingkan minyak nabati lain.

“Produktivitas minyak sawit tiga sampai empat kali lebih tinggi daripada minyak kedelai dan bunga matahari,” ujar dia.

Dia menambahkan bahwa kampanye negatif terhadap sawit kian gencar karena harganya murah dan tidak sebagus dengan minyak nabati lain.

"Akhirnya muncul isu minyak sawit penyebab penyakit jantung dan kegemukan, sehingga minyak sawit dilabeli tidak menyehatkan,” ujar Posman.

Isu ini dibesar-besarkan oleh masyarakat Uni Eropa untuk mendiskreditkan kelapa sawit. “(Kekurangan) kecil minyak sawit itu dibesar-besarkan untuk menutupi kelemahan minyak nabati milik mereka (Eropa),” tegas dia.

Baca juga: Indonesia Teken Kerja Sama Ekspor Limbah Sawit ke Malaysia

Selain itu, kata dia, sawit menjadi backbone agro industri di Indonesia dan Malaysia. Hampir 30 juta orang menggantungkan hidupnya dari industri sawit dari hulu hingga hilir.

“Industri ini berkontribusi terhadap lapangan kerja dalam negeri,” jelasnya.

Purwiyatno Hariyadi Guru Besar IPB University mengungkapkan sawit sebagai bahan makanan berkontribusi dalam pemecahan masalah gizi dunia. Ada beberapa tantangan yang harus diatasi oleh industri sawit. Diantaranya keamanan pangan, kesehatan dan sustainability.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com