Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
AM Lilik Agung
Trainer bisnis

Mitra Pengelola GALERIHC, lembaga pengembangan SDM. Beralamat di lilik@galerihc.com.

Inovasi Gaya Toyota dan Tesla, Mana Lebih Baik?

Kompas.com - 20/03/2021, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DALAM kajian manajemen paling mutakhir menyoal inovasi, model Toyota (Toyota Way) dan cara Tesla (Tesla Way) menjadi pembicaraan paling hangat.

Apalagi selama pandemi pada 2020 tersua data, walaupun industri otomotif terjun bebas Toyota masih mampu menjual 9.528 juta mobil, turun 11,3 persen dibanding 2019. Penjualan Toyota ini tertinggi di antara produsen mobil lainnya.

Sementara Tesla penjualannya memang naik dibanding tahun sebelumnya dari 368.500 unit di 2019 menjadi 499.550 unit pada 2020.

Walaupun begitu, tetap saja penjualan Toyota jauh melampaui Tesla baik dari sisi unit maupun duit.

Jumlah yang berbeda jauh dari ranah penjualan ini menjadi berbanding terbalik dilihat dari nilai pasar. Toyota “hanya” memiliki nilai pasar 178 miliar dollar AS. Sementara nilai pasar Tesla 774 miliar dollar AS, atau 4,4 kali lipat nilai pasar Toyota.

Memakai referensi buku yang diajarkan di kampus-kampus bisnis, kejadian ini belum ada sumber referensinya. Semua masih terbatas dalam risalah-risalah pendek untuk menjelaskan kejadian tersebut.

Terlepas dari hal demikian, inilah realitas zaman yang kemungkinan besar akan tetap berlaku selama dan sesudah pandemi.

Sejarah Toyota sendiri sudah panjang. Awal mula, pada September 1933 Toyota merupakan bagian dari usaha pabrik tenun bernama Toyoda.

Sejak 27 Agustus 1937 melepaskan diri dari induknya untuk fokus pada pembuatan mobil. Dunia mengenalnya sebagai Toyota Motor Corporation sampai hari ini.

Dua dekade terakhir Toyota masuk tiga besar produsen mobil terbesar dunia. Pada 2020 menggeser kedudukan VW sebagai pabrik otomotif terbesar dunia.

Perjalanan panjang Toyota dan pencapaian kinerja nan ciamik, menjadikan Toyota paling sering dijadikan perusahaan pembanding, khususnya untuk industri manufaktur.

Filosofi dan prinsip manajemen yang diberlakukan di perusahaan Toyota kemudian dijadikan buku dengan judul “The Toyota Way.”

Toyota Way ini tak lain pondasi dari Toyota dalam menjalankan roda organisasi. Ada empat belas prinsip dari Toyota Way. Untuk konteks tulisan ini yaitu inovasi, keempat belas prinsip itu bisa diperas menjadi tiga pilar utama.

Pertama, keputusan manajemen didasarkan pada filosofi jangka panjang. Berbasis pada prinsip ini, maka segala bentuk inovasi yang dilakukan berorientasi untuk jangka panjang, walaupun pada jangka pendek bisa mengorbankan kinerja keuangan. Tujuannya agar kinerja organisasi sukses berkelanjutan.

Kedua, proses benar memberikan hasil benar. Secara sederhana, proses bisnis berlaku kaidah IPO: input-process-output.

Jika sejak dari awal input-nya salah, diproses bagaimanapun juga output (hasilnya) akan salah. Pun jika input-nya benar, diproses dengan benar hasilnya akan benar walaupun tetap ada ruang untuk salah.

Oleh karena itu, sejal awal mula input harus benar dan proses juga benar, sehingga ruang untuk salah bisa nol.

Alur proses harus dibuat saling berkesinambungan sehingga semua proses berjalan efektif. Ketepatan lebih diutamakan ketimbang kecepatan. Proses benar dan terstandar tersebut merupakan pondasi untuk melakukan perbaikan secara berkelanjutan.

Ketiga, menyelesaikan masalah secara terus-menerus dan utuh. Dalam pengambilan keputusan dilakukan secara seksama dengan mempertimbangkan semua pilihan dan perlahan-lahan dengan konsensus bersama.

Ketelitian dan kecermatan dalam mengambil keputusan menjadi pertimbangan utama walaupun ketika melaksanakan penyelesaian masalah harus dengan cepat.

Tesla

Pebisnis masa depan nan brilian bernama Elon Musk mendirikan Tesla pada Juli 2003 di Palo Alto California, Amerika.

Sejak awal mula berdiri, Tesla memang berbeda dengan perusahaan otomotif lainnya. Teknologi garda depan menjadi pondasi utama Tesla.

Budaya perusahaan yang ditumbuhkan seperti perusahaan rintisan yang bermarkas di Silicon Valley, tetangga kampungnya. Budaya cepat, radikal dan revolusioner.

Mirip dengan produk ponsel cerdas, produk keluaran Tesla meluncur dulu ke pasar sambil ada perbaikan di sana sini. Yang penting standar-standar keselamatan dan kenyamanan terpenuhi.

Bahwa memakai Tesla dijamin keselamatannya. Bahkan keselamatan pada mobil Tesla lebih komprehensif karena menggunakan berbagai piranti teknologi garda depan.

Pun menggunakan Tesla akan nyaman karena semua eksterior dan interior terhubung dengan teknologi.

Kesempurnaan produk seperti diinginkan konsumen terjadi justru ketika produk sudah dipakai konsumen. Unduh program baru dan upgrade platform (baca: mesin) lama.

”Membuat kesalahan di sepanjang perjalanan tidak membuat Anda dikenai sanksi. Namun, gagal untuk mengupayakan inovasi akan berbuah bagi Anda. Anda akan dipecat,” kata Musk kepada karyawannya terkait pentingnya inovasi di perusahaannya. (Kompas, 24/7/2020).

Berseberangan

Strategi inovasi Toyota dan Tesla memang seperti dua kutub yang berseberangan. Satu berjalan ke utara, satunya lagi berlari menuju selatan.

Jika disimpulkan ada tiga perbedaan strategi inovasi model Toyota dan ala Tesla. Pertama, inovasi di Toyota untuk tujuan jangka panjang dan kesuksesan berkelanjutan.

Pada Tesla jangka panjang itu ya hari ini. Meminjam istilah Prof Rhenald Kasali, Tesla menganut idiologi tomorrow is today, masa depan itu hari ini.

Kedua, Toyota percaya pada proses. Oleh karena itu proses inovasi harus lengkap, akurat, terolah, teruji dan tuntas. Baru produk diluncurkan ke konsumen.

Ibarat aliran musik, Toyota adalah penganut musik klasik. Sementara Tesla menganut paham improvisasi seperti layaknya musik jazz. Harmoni produk justru diperoleh ketika produk meluncur di pasar dan dipakai konsumen.

Ketiga, dalam berinovasi konsep harus komprehensif. Semua unsur yang terkait dalam proses inovasi harus bersinergi sehingga ketika pelaksanaan sudah terorkestrasi dengan baik.

Dalam bahasa lain, berpikir duluan bertindak belakangan. Ini dipakai oleh Toyota.

Prinsip Tesla kebalikannya. Yang penting konsep besarnya sudah ada. Ketika menjalankan proses inovasi itu justru akan ditemukan cara-cara baru yang justru bisa lebih cepat penyelesaiannya, bahkan lebih cemerlang hasilnya daripada konsep besarnya.

Bertindak duluan, berpikir menyusul kemudian.

Toyota sudah berumur sangat panjang dan kinerjanya sudah terbukti. Toyota sukses berkelanjutan. Hanya saja zaman tidak sekadar berubah namun sudah disrupsi. Hal lama menjadi tidak relevan karena muncul pasar baru.

Sementara Tesla baru anak kemarin sore. Hari ini memang sukses gemilang. Namun belum terbukti berkelanjutan.

Mana yang lebih unggul strategi inovasi model Toyota atau ala Tesla? Sepenggal syair yang dipopulerkan Ebiet G Ade tahun 80-an tepat untuk menjawab pertanyaan ini, “Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang.”

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com