Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pertahankan Surplus Neraca Dagang, Ini Tantangannya

Kompas.com - 14/08/2021, 18:14 WIB
Fika Nurul Ulya,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) khawatir capaian ekspor yang berdampak pada surplus neraca perdagangan selama 14 bulan berturut-turut tak berlangsung lama.

Pasalnya, ekspor Indonesia ke negara tujuan masih berbasis komoditas (primer). Tak tanggung-tanggung, porsinya mencapai 51 persen dari total ekspor, kemudian sisanya baru diikuti produk bernilai tambah (value added) dari industri manufaktur.

"Memang sekitar 51 persen komponen ekspor kita itu komposisinya berasal dari primer. Ini yang menjadi tantangan kita dalam jangka menengah bagaimana kita bisa ubah (komposisi ekspor) itu," kata Asisten Deputi Moneter dan Sektor Eksternal, Kemenko Perekonomian, Ferry Irawan dalam diskusi Iluni UI secara virtual, Sabtu (14/8/2021).

Baca juga: Mendag Pamer Neraca Perdagangan RI Selalu Surplus di 2021

Karena berbasis komoditas, kinerja ekspor RI masih sangat bergantung pada harga komoditas unggulan yang diekspor. Kelapa sawit menjadi salah satu contohnya.

Dus, bergantung pada pertumbuhan ekonomi negara mitra dagang. Bila pemulihan ekonomi di negara itu sedang bagus-bagusnya dan memicu peningkatan permintaan (demand), maka harga komoditas yang dibutuhkan pun menjulang tinggi.

Sebaliknya, jika permintaan berkurang, harga komoditas unggulan pun melempem. Belum lagi bila komoditas tersebut semakin terkikis dan mendapat perlakuan tak adil dari negara eropa dengan dalih ekonomi hijau.

"Dalam konteks quality of growth (kualitas pertumbuhan ekspor) jadi tantangan, karena kalau kita lihat dari komponen terbesar memberikan surplus di ekspor, itu mostly adalah komoditi base, atau resources base. Bagaimana ke depan bisa meningkatkan daya saing sehingga kita bisa ubah struktur ke yang lebih value added base," jelas Ferry.

Adapun saat ini, kinerja ekspor sedikit banyak dipengaruhi oleh pulihnya ekonomi mitra dagang terbesar setelah dihantam pandemi Covid-19, sebut saja AS, China, dan Jepang.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai ekspor pada bulan Juni 2021 mencapai 18,55 miliar dollar AS, lebih besar dari capaian impor 17,23 miliar dollar AS sehingga menghasilkan surplus 1,32 miliar dollar AS.

Ferry menyebut, kinerja ekspor-impor turut memberikan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi. Di kuartal II 2021, ekonomi Indonesia tumbuh 7,07 persen secara tahunan (year on year/yoy). Kinerja ekspor kata Ferry, sejalan dengan pertumbuhan harga komoditas yang tinggi.

"Komoditas itu memberikan kontribusi positif terhadap neraca perdagangan. Namun kita juga sangat maklum di samping sisi positif ini, ada aspek tantangan (dari ekspor yang didominasi komoditas)," beber Ferry.

Baca juga: PPKM Level 4, Luhut: Industri Esensial Orientasi Ekspor Akan Dibuka Bertahap Mulai 17 Agustus 2021

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com