Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pulihkan Ekonomi, Pemerintah Disarankan Lakukan Reformasi Perpajakan

Kompas.com - 23/08/2021, 15:38 WIB
Bambang P. Jatmiko

Editor

Sumber Antara

JAKARTA, KOMPAS.com - Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai reformasi perpajakan mendesak dilakukan dengan perhitungan dan cara yang tepat tepat, agar tidak menghambat pemulihan ekonomi nasional dari dampak COVID-19.

Menurut Bhima, reformasi perpajakan perlu diarahkan untuk mengurangi ketimpangan pendapatan antara kelompok masyarakat kelas atas dan kelas bawah yang semakin lebar di tengah pandemi COVID-19.

“Tujuan reformasi pajak yang ideal dicapai adalah peningkatan kepatuhan wajib pajak kakap yang sudah diberi fasilitas tax amnesty tahun 2016, tapi belum juga terjadi kenaikan kontribusi signifikan pada penerimaan pajak,” kata Bhima sebagaimana dikutip dari Antara, Senin (13/8/2021).

Baca juga: Hipmi Nilai Holding BUMN Ultra Mikro Akan Pacu Pemulihan Ekonomi Nasional

Selain itu, pemerintah perlu mengarahkan reformasi perpajakan kepada pencegahan penghindaran pajak antar negara dan penurunan emisi karbon secara signifikan.

Oleh karena itu, penerapan pajak karbon yang tertuang dalam Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) pasal 44G perlu diprioritaskan.

Dalam jangka pendek, menurut Bhima, pemerintah bisa berfokus mengenakan pajak karbon untuk hulu industri ekstraktif yang menghasilkan emisi karbon, seperti pertambangan.

“Sementara penerapan pajak karbon ke masyarakat sebaiknya dilakukan secara hati-hati dengan menimbang daya beli per kelompok masyarakat,” imbuhnya.

Selain itu, penambahan golongan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi juga perlu diprioritaskan untuk meningkatkan tarif pajak bagi orang berpenghasilan tinggi.

“Penghasilan di atas Rp 5 miliar perlu dikenakan tarif pajak sampai 45 persen. Dari kenaikan tarif PPh orang pribadi, peningkatan kepatuhan dan pendataan wajib pajak yang valid akan menghasilkan dampak ke penerimaan pajak secara besar. Andaikan UU PPh-nya diloloskan maka tidak perlu pemerintah membahas soal PPN (Pajak Pertambahan Nilai) untuk sembako,” imbuh Bhima.

Baca juga: LPS Melihat Ada Sinyal Kuat Pemulihan Ekonomi Indonesia

Pajak minimum alternatif (alternative minimum tax) untuk perusahaan asing juga perlu mulai diterapkan dengan tarif yang bisa di atas 1 persen. Di samping itu, basis barang yang dikenakan cukai juga perlu perlu diperluas sehingga tidak hanya rokok, alkohol, dan etil alkohol.

“Ke depannya barang kena cukai bisa didorong lebih banyak, misalnya minuman berpemanis yang punya efek ke kesehatan idealnya dikenakan cukai juga,” ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cara Pasang Listrik Baru melalui PLN Mobile

Cara Pasang Listrik Baru melalui PLN Mobile

Work Smart
Bicara soal Pengganti Pertalite, Luhut Sebut Sedang Hitung Subsidi untuk BBM Bioetanol

Bicara soal Pengganti Pertalite, Luhut Sebut Sedang Hitung Subsidi untuk BBM Bioetanol

Whats New
Bahlil Dorong Kampus di Kalimantan Jadi Pusat Ketahanan Pangan Nasional

Bahlil Dorong Kampus di Kalimantan Jadi Pusat Ketahanan Pangan Nasional

Whats New
Luhut Sebut Starlink Elon Musk Segera Meluncur 2 Minggu Mendatang

Luhut Sebut Starlink Elon Musk Segera Meluncur 2 Minggu Mendatang

Whats New
Kenaikan Tarif KRL Jabodetabek Sedang Dikaji, MTI Sebut Tak Perlu Diberi Subsidi PSO

Kenaikan Tarif KRL Jabodetabek Sedang Dikaji, MTI Sebut Tak Perlu Diberi Subsidi PSO

Whats New
Bahlil Ungkap 61 Persen Saham Freeport Bakal Jadi Milik Indonesia

Bahlil Ungkap 61 Persen Saham Freeport Bakal Jadi Milik Indonesia

Whats New
Cadangan Beras Pemerintah 1,6 Juta Ton, Bos Bulog: Tertinggi dalam 4 Tahun

Cadangan Beras Pemerintah 1,6 Juta Ton, Bos Bulog: Tertinggi dalam 4 Tahun

Whats New
Intip Rincian Permendag Nomor 7 Tahun 2024 Tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, Berlaku 6 Mei 2024

Intip Rincian Permendag Nomor 7 Tahun 2024 Tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, Berlaku 6 Mei 2024

Whats New
Kebijakan Makroprudensial Pasca-Kenaikan BI Rate

Kebijakan Makroprudensial Pasca-Kenaikan BI Rate

Whats New
Peringati May Day 2024, Forum SP Forum BUMN Sepakat Tolak Privatisasi

Peringati May Day 2024, Forum SP Forum BUMN Sepakat Tolak Privatisasi

Whats New
MJEE Pasok Lift dan Eskalator untuk Istana Negara, Kantor Kementerian hingga Rusun ASN di IKN

MJEE Pasok Lift dan Eskalator untuk Istana Negara, Kantor Kementerian hingga Rusun ASN di IKN

Whats New
Great Eastern Life Indonesia Tunjuk Nina Ong Sebagai Presdir Baru

Great Eastern Life Indonesia Tunjuk Nina Ong Sebagai Presdir Baru

Whats New
Dukung Kemajuan Faskes, Hutama Karya Percepat Pembangunan RSUP Dr Sardjito dan RSUP Prof Ngoerah

Dukung Kemajuan Faskes, Hutama Karya Percepat Pembangunan RSUP Dr Sardjito dan RSUP Prof Ngoerah

Whats New
Bantuan Pangan Tahap 2, Bulog Mulai Salurkan Beras 10 Kg ke 269.000 KPM

Bantuan Pangan Tahap 2, Bulog Mulai Salurkan Beras 10 Kg ke 269.000 KPM

Whats New
Menperin: PMI Manufaktur Indonesia Tetap Ekspansif Selama 32 Bulan Berturut-turut

Menperin: PMI Manufaktur Indonesia Tetap Ekspansif Selama 32 Bulan Berturut-turut

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com