Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BI: Tak Ada Perlakuan Khusus dalam Pelaksanaan Kerja Sama Mata Uang Lokal dengan China

Kompas.com - 08/09/2021, 12:39 WIB
Rully R. Ramli,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Indonesia (BI) terus memperluas pelaksanaan kerja sama penyelesaian transaksi bilateral dengan mata uang lokal atau local currency settlement (LCS).

Yang terbaru, bank sentral mengimplementasikan LCS dengan bank sentral China, People's Bank of China (PBC).

Direktur Eksekutif, Kepala Departemen Internasional BI Doddy Zulverdi mengatakan, pelaksanaan dan perluasan implementasi LCS merupakan salah satu strategi bank sentral untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah melalui penguatan pasar valuta asing (valas) dalam negeri. Dalam pelaksanaannya, Doddy menegaskan, bank sentral tidak melakukan perlakuan khusus terhadap suatu negara.

Baca juga: 12 Bank yang Fasilitasi Transaksi RI-China Pakai Rupiah dan Yuan

"Kerja sama LCS dengan Tiongkok bukan lah yang pertama. Jadi tidak ada sama sekali kekhususan dengan Tiongkok dan negara lain, tidak," kata dia, dalam Taklimat Media BI, Rabu (8/9/2021).

Doddy mengakui, saat ini pasar valas dalam negeri masih didominasi oleh dollar AS. Ini membuat nilai tukar rupiah menjadi sangat sensitiv terhadap pergerakan mata uang dominan tersebut.

"Kita tahu selama ini perdagangan kita boleh dibilang 90 persen dengan hampir semua negara, dengan Jepang pakai dollar AS, dengan Malaysia pakai dollar AS, dengan Thailand pakai dollar AS, dengan Tiongkok juga pakai dollar AS. Sehingga permintaan dollar AS kita luar biasa," tuturnya.

"Itu membuat kita pasar valas kita sensitif dan nilai tukar kita juga fluktuatif, volatile," tambah Doddy.

Oleh karenanya, LCS diimplementasikan untuk mengurangi ketergantungan negara terhadap dollar AS, dengan cara menyelesaikan transaksi bilateral dengan menggunakan mata uang kedua negara.

Ini diharapkan mampu mendorong penggunaan mata uang lokal, dan pada saat bersamaan mengurangi penggunaan dollar AS.

Adapun saat ini BI telah bekerjasama dengan empat negara dalam pelaksanaan penggunaan mata uang lokal, yakni Malaysia, Thailand, Jepang, dan China. Besarnya transaksi dagang dengan keempat negara ini menjadi salah satu alasan bank sentral terlebih dahulu menjalin kerja sama, dibanding dengan negara lain.

Baca juga: China Bakal Rilis Yuan Digital, Layanan Cadangan untuk AliPay dan WeChat

"China adalah negara mitra dagang terbesar kita. Jepang juga mitra dagang terbesar, sekaligus mitra investasi terbesar. Sementara kalau dari kawasan ASEAN tentu saja bagian dari kerja sama ASEAN, dan kebetulan Malaysia dan Thailand negara mitra dagang utama di kawasan, jadi kita dahulukan," tutur Doddy.

Perluasan kerja sama LCS dengan negara lain dipastikan berlanjut. Meski belum bisa mendetail calon negara mitra LCS, Doddy menyebutkan, bank sentral akan terus memperluas kerja sama ini, dengan harapan dapat mengurangi ketergantungan rupiah terhadap dollar AS.

"Dengan cakupan kegiatan ekonomi kita yang sangat luas, dan sementara kerja sama LCS kita masih terbatas, tentu kita akan berupaya memperluasnya," ucap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Lowongan Kerja PT Honda Prospect Motor untuk S1, Ini Persyaratannya

Lowongan Kerja PT Honda Prospect Motor untuk S1, Ini Persyaratannya

Whats New
Sudah Bisa Dibeli, Ini Besaran Kupon Sukuk Tabungan ST012

Sudah Bisa Dibeli, Ini Besaran Kupon Sukuk Tabungan ST012

Whats New
Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Whats New
Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Anlisis dan Rekomendasi Sahamnya

Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Anlisis dan Rekomendasi Sahamnya

Whats New
Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Whats New
Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km/Jam, Perjalanan Terlambat

Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km/Jam, Perjalanan Terlambat

Whats New
BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

Whats New
[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

Whats New
KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat Gara-gara Hujan Lebat

KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat Gara-gara Hujan Lebat

Whats New
Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Earn Smart
Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Whats New
Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Whats New
Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Whats New
Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Whats New
BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com