Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
BRIN
Badan Riset dan Inovasi Nasional

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. BRIN memiliki tugas menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi.

Dua Sisi Cukai Tembakau

Kompas.com - 04/10/2021, 05:09 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Posisi tidak menguntungkan dan tidak kuasa menolak harga yang ditawarkan. Merekapun mesti memenuhi kebutuhan dan menutup biaya produksi sehingga terpaksa menjual produk sesuai harga dari perusahaan. Keadaan ini tentu disayangkan karena membuat petani merugi.

Baca juga: Pemerintah Didesak Tekan Jumlah Perokok Anak dengan Simplifikasi Tarif Cukai Tembakau

Pendapatan dari cukai rokok

Berbeda dengan mengurangi perokok, tujuan ekonomi dari kenaikan cukai rokok tampak mudah dicapai. Tahun 2010 pendapatan negara dari cukai tembakau tercatat Rp 63,3 triliun. Nilai ini meningkat sangat tinggi pada tahun 2017 yaitu Rp 147, 7 triliun. Pendapatan dari cukai rokok kembali meningkat pada tahun 2020 yakni Rp 170,24 triliun

Terus meningkatnya pendapatan dari cukai rokok patut disyukuri karena bisa menjadi modal pembangunan. Akan tetapi, kenaikan tersebut juga perlu diwaspadai karena mengorbankan petani tembakau yang terus merugi.

Sudah dimaklumi bersama bahwa tugas negara untuk menciptakan kemakmuran yang adil dan merata bagi warganya. Untuk itu, kenaikan tarif cukai sudah semestinya memperhaikan nasib petani tembakau terutama di daerah sentra seperti Temanggung, Kudus, Kediri dan Minahasa.

Korban kenaikan tarif adalah para petani sedangkan perusahaan nyaris tidak terpengaruh karena mereka memiliki modal tinggi dan bisa menentukan harga. Pengusaha rokok tetap saja kaya dengan keuntungan tinggi meskipun tariff dinaikkan.

Alih fungsi lahan tembakau ke jenis pertanian lain juga bukan solusi yang dinginkan petani saat ini. Jika keadaan ini terjadi, petani kembali menjadi korban karena tembakau akan dikuasai oleh perusahaan dari hilir hingga hulu. Petani kembali dikurbankan ditengah usaha menurunkan konsumsi tembakau yang tidak tepat.

Baca juga: Bank Dunia Sarankan Indonesia Naikkan Cukai Tembakau, Apa Alasannya?

Pendapatan dari cukai tembakau memang dapat dialokasikan untuk biaya kesehatan dan pembangunan di daerah penghasil tembakau. Akan tetapi para petani tentu lebih memilih tembakau mereka menguntungkan dan dapat membayar sendiri ke rumah sakit. Merekapun lebih memilih punya tabungan dari tembakau dan dapat membangun daerah sendiri meski tanpa cukai tembakau.

Secara singkat petani memilih tidak ada kenaikan cukai yang berdampak langsung terhadap penurunan pendapatan mereka.

Penutup

Dua sisi dari cukai tembakau memberi gambaran tingginya motif ekonomi kenaikan cukai tembakau. Di sisi lain, tujuan untuk menurunkan konsumsi tembakau di masyarakat tidak pernah terwujud. Terbukti meskipun cukai meningkat hingga 23 persen pada tahun 2020, persentase perokok di Indonesia tidak juga berkurang.

Kenaikan cukai tembakau mesti dipertimbangkan lagi karena hanya menambah beban para petani tembakau di Indonesia. Jika terus meningkat, petani akan terus menjadi korban bahkan suatu saat petani akan meninggalkan tembakau dalam kondisi terpaksa. Dalam kondisi demikian perusahaan besar dikhawatirkan akan memonopoli penguasaan tembakau dari hulu hingga hilir.

*Ngadi Pusat Penelitian Kependudukan LIPI

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com