Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemenperin: Kami Kurang Sepakat jika Cukai Dinaikkan Terlalu Tinggi

Kompas.com - 03/11/2021, 22:13 WIB
Ade Miranti Karunia,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Industri Minuman, Industri Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Edy Sutopo memgungkapkan keresahan terkait wacana kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) pada 2022 mendatang. Ia bilang, pentingnya mempertimbangkan keadaan industri saat menetapkan kebijakan CHT.

"Kami kurang sepakat jika cukai dinaikkan terlalu tinggi. Harus hati-hati tentang kenaikan tarif CHT ini, karena Indonesia masih membutuhkan itu. Kalau industri ini suffer, ini akan berdampak pada penerimaan negara," katanya dalam keterangan tertulis, Rabu (3/11/2021).

Edy menyebutkan, saat membahas cukai hasil tembakau adalah dampaknya terhadap industrinya, yakni petani dan juga buruh. Pasalnya, peranan ketenagakerjaan pada sektor ini cukup besar. Ia menyebut, sepanjang 2020, sebanyak 4.500 tenaga kerja IHT yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Baca juga: Tolak Kenaikan Cukai Rokok, Serikat Pekerja Bikin Petisi Online

Edy meminta, masyarakat kecil seperti petani dan buruh rokok tidak dikesampingkan dalam merumuskan kebijakan cukai hasil tembakau tersebut.

"Kami berkali-kali mendapat keluhan dari petani karena dengan penurunan produksi rokok, penyerapan terhadap bahan baku tembakau makin seret," ucapnya.

Sementara itu, Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Mukhtarudin mengatakan, di tengah situasi perekonomian yang masih tertekan akibat pandemi, kenaikan CHT akan memperkeruh keadaan perekonomian nasional.

Dia meminta pemerintah untuk melindungi sektor padat karya, khususnya sigaret kretek tangan (SKT) dari rencana kenaikan CHT nanti.

Menurut dia, saat ini kebijakan yang bersinggungan dengan sektor padat karya melalui IHT sudah diatur sedemikian rupa, termasuk juga dengan kebijakan cukainya. Oleh karena itu, pemerintah perlu mendeteksi dampak dari rencana kenaikan cukai pada tahun depan.

"Pemerintah harus berpikir secara cermat, jangan hanya memikirkan peningkatan pendapatan negara tapi mengabaikan dampak dari industri padat karya sebagai salah satu penggerak roda perekonomian juga," ujarnya.

Di sisi lain, untuk segmen rokok mesin, dia menilai seharusnya juga tidak eksesif seperti kenaikan CHT pada dua tahun belakangan dan bisa dilakukan secara moderat yang disesuaikan dengan inflasi.

"Menurut saya ini win-win solution, di mana industri tetap dapat bertahan, tenaga kerja terlindungi dari PHK, dan tujuan pengendalian konsumsi dapat tercapai," ujarnya.

Baca juga: Penyederhanaan Struktur Tarif Cukai Rokok dan Mandeknya Reformasi Fiskal

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Whats New
[POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

[POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

Whats New
Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Spend Smart
Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

Whats New
Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Whats New
Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Whats New
Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Whats New
Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Work Smart
Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Spend Smart
Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Whats New
Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Whats New
Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Spend Smart
Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Whats New
Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Whats New
5 Cara Beli Emas di Pegadaian, Bisa Tunai dan Nyicil

5 Cara Beli Emas di Pegadaian, Bisa Tunai dan Nyicil

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com