PRESIDEN Joko Widodo dalam Sambutan Sidang Tahunan 16 Agustus 2021 di Gedung MPR/DPR menegaskan konsolidasi dan reformasi fiskal harus terus dilakukan secara menyeluruh, bertahap, dan terukur. Reformasi fiskal meliputi penguatan penerimaan negara, perbaikan belanja serta pembiayaan yang prudent demi terwujudnya pengelolaan fiskal yang lebih sehat, berdaya tahan, dan mampu menjaga stabilitas perekonomian.
Salah satu yang menjadi bagian dari proses reformasi kebijakan fiskal adalah penyederhanaan struktur tarif cukai produk hasil tembakau. Ini tak lain lantaran struktur tarif cukai rokok saat ini masih sangat kompleks dan membuat penerimaan negara tak bisa optimal.
Rencana penyederhanaan struktur tarif cukai rokok setidaknya tertuang dalam dua peraturan pokok yang selama ini menjadi acuan pemerintah. Pertama, Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. RPJMN 2020-2024 merupakan penjabaran visi, misi, dan program Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin.
Dokumen ini memuat strategi pembangunan nasional, kebijakan umum, Proyek Prioritas Strategis, program Kementerian/Lembaga dan lintas Kementerian/Lembaga, arah pembangunan kewilayahan dan lintas kewilayahan, Prioritas Pembangunan, serta kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh. Termasuk arah kebijakan fiskal dalam rencana kerja yang berupa kerangka regulasi dan kerangka pendanaan indikatif.
Baca juga: Kemenkeu soal Tarif Cukai Rokok: Insya Allah Ditetapkan Bulan Ini
Kedua, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 77/PMK.01/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020-2024. Ini adalah dokumen yang menjabarkan berbagai program, arah kebijakan, dan rencana strategis Kementerian Keuangan.
Di dalamnya memuat rencana penyederhanaan struktur tarif cukai hasil tembakau sebagai bagian reformasi kebijakan fiskal.
Melihat dua dokumen tersebut sesungguhnya tidak ada alasan bagi Kementerian Keuangan untuk menunda penyederhanaan struktur tarif cukai rokok. Apalagi, program yang digagas sejak 2017 ini sejatinya sudah sempat berjalan pada tahun 2018, meski kemudian dihentikan sesaat menjelang pemilihan umum tahun 2019.
Dalam berbagai kesempatan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga sudah menyiratkan sinyalemen penyederhanaan struktur tarif cukai rokok. Sayangnya, Kementerian Keuangan tampak masih gamang menjalankannya menjadi maksimal 5 layer seperti tercantum dalam PMK 146/2017.
Hal ini terlihat dari konten yang tertuang dalam PMK tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau beberapa tahun terakhir. Tanda-tanda penyederhanaan struktur tarif cukai rokok belum tampak jelas. Sejak 2019, struktur tarif cukai rokok masih berkutat di 10 layer. Selisih antara tarif di kelompok tertinggi dengan di bawahnya juga masih menganga lebar.
Baca juga: Memaknai Ekstensifikasi Cukai
Boleh jadi ketidakharmonisan berbagai peraturan menteri, termasuk salah satunya PMK tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau, membuat Presiden Joko Widodo geram. Sebab, peraturan kementerian/lembaga yang tidak sinkron dan memantik berbagai kontroversi pada akhirnya membuat seluruh rencana pembangunan tersendat, bahkan stagnan.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.