Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bisnis Maritim Indonesia Berprospek Besar, tapi Butuh Perbaikan Regulasi

Kompas.com - 29/12/2021, 16:44 WIB
Aprillia Ika

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Bisnis pelayaran di Indonesia disebut berprospek besar, sebab baru 9 persen kargo luar tergarap porsi pelayaran nasional. 

Pengamat ekonomi energi Universitas Padjadjaran Yayan Satyakti mengatakan, potensi besar bisnis pelayaran Indonesia akan didominasi oleh kebutuhan industri, terutama untuk energi fosil seperti batu bara, minyak mentah dan BBM.

Menurut dia, dengan adanya integrated marine management bisa mereduksi ongkos transportasi. Selanjutnya ketika akses semakin mudah, pasokan bertambah maka harga akan semakin efisien. Karena itu, aksesibilitas menjadi hal yang penting dalam bisnis pelayaran.

Baca juga: Meramal Peruntungan Bisnis Maritim 2022

 

“Ini harus didukung dengan demand yang juga kuat,” katanya dalam webinar Linking Investment and Business Prospects cof Integrated Marine Logistics in Indonesia : An Outlook 2022 yang diselenggarakan Energy and Mining Editor Society (E2S), Selasa (28/12/2021).

Namun, prospek besar bisnis pelayaran memiliki ganjalan, yakni salah satunya perpajakan. Indonesian National Shipowners Association (INSA) berpendapat, beberapa regulasi, antara lain perpajakan yang terbit pada 2021, berdampak pada industri pelayaran nasional sehingga memengaruhi daya saing.

Baca juga: Indonesia Gelar Konferensi Bisnis Maritim Sedunia

Skema kontrak ekspor

 

Menurut INSA, porsi pelayaran nasional yang hanya 9 persen untuk kargo luar dinilai kurang optimal disebabkan antara lain skema kontrak ekspor.

Kargo dari Indonesia untuk ke luar mengunakan skema FOB (Free on Board). Pada skema ini pembeli mempunyai kewajiban menyediakan kapal. Dengan demikian pembeli akan mencari kapal yang memang sudah mempunyai networking atau relationship yang baik dengan mereka.

“Pembeli produk Indonesia biasanya sudah mempunyai sister company di shipping industry. Ini yang menjadi hambatan. Diharapkan ada perubahan dari skema FOB ke Cost and Freight (CnF), dimana eksportir yang menyediakan kapal,” kata Wakil Ketua Umum I INSA Darmansyah Tanamas, dalam webinar.

Baca juga: RI Jajaki Pelayaran Langsung ke Brunei Darussalam

Perpajakan

Darmansyah menambahkan, industri pelayaran nasional juga terkena dampak beberapa regulasi perpajakan.

Peraturan yang memberatkan yakni Peraturan Menteri Keuangan Nomor 186 Tahun 2019 mengenai objek pajak. Aturan ini, menurut INSA, berdampak pada rendahnya daya saing pelayaran nasional.

"Kami sedang usaha untuk dapat keringanan atau insentif pajak dari pemerintah,” katanya.

INSA berharap ada sejumlah hal dibebaskan dari PPN, yakni sebagai berikut: 

  1. penyerahan jasa angkutan umum di laut
  2. pembelian kapal impor, spare part dan alat kesehatan kapal
  3. jasa docking, jasa repair, jasa perbaikan kapal, jasa kapal di kepelabuhanan, jasa kapal di darat yang menjadi beban perusahaan pelayaran nasional
  4. makanan-minuman dan obat-obatan
  5. Kru kapal di atas kapal termasuk dalam kategori natura dan bukan penghasilam kru kapal, jasa penyewaan kapal.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com