JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia adalah negara dengan konsumsi kedelai terbesar di dunia setelah China. Sebagian besar kedelai terserap untuk kebutuhan produksi tahu dan tempe.
Kalangan produsen tahu-tempe di DKI Jakarta dan sekitarnya mogok produksi sehingga pada Senin-Rabu, imbasnya produk tersebut tidak tersedia di pasaran. Aksi mogok juga diikuti berbagai produsen tahu-tempe di sejumlah daerah di Tanah Air.
Mogok produksi dilakuka sebagai respons dari melonjaknya harga kedelai impor sebagai bahan baku tahu tempe. Mereka meminta pemerintah agar gejolak harga tak terus berulang.
Permasalahan kedelai impor seolah jadi lagu lama yang terus berulang dan belum bisa diselesaikan hingga saat ini. Presiden Jokowi bahkan sempat menjanjikan Indonesia bisa swasembada kedelai, namun realitanya masih jauh panggang dari api.
Impor kedelai terpaksa harus dilakukan mengingat produksi kedeai lokal selalu jauh dari kata cukup. Produksi kedelai lokal masih berada di bawah 800.000 ton, sementara kebutuhan kedelai domestik setiap tahunnya berkisar di atas 2 juta ton.
Baca juga: Gurita Bisnis Grup Salim, Penguasa Minyak Goreng Indonesia
Dikutip dari Harian Kompas, selain upaya mendongkrak produktivitas, tantangan lain yang dihadapi petani kedelai adalah terkait jaminan harga dan penyerapan hasil panen.
Ketua Gabungan Kelompok Tani Pangudi Makmur Desa Belor, Kecamatan Ngaringan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Abdul Aris (56) berpendapat, petani di wilayahnya biasanya menanam kedelai sekali dalam setahun. Sementara di dua musim lain, petani menanam padi.
Akan tetapi, petani kerap menghadapi harga jual yang kurang optimal. Pada 2021, misalnya, harga jual kedelai Gepak Ijo atau varietas paling banyak yang ditanam petani mencapai Rp 9.000 per kilogram (kg).
”Padahal, idealnya di atas Rp 10.000 per kg. Paling sulit saat panen raya karena harga kedelai (di petani) jatuh sampai ke Rp 6.000-Rp 7.000 per kg. Itu jadi kendala yang membuat petani kurang tertarik menanam kedelai,” kata Aris.
Kedelai lokal juga dikembangkan di Desa Cibulan, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Petani menanam varietas Grobogan dan Anjasmoro di lahan bekas galian C.
Baca juga: Di era Soeharto, RI Bisa Swasembada Kedelai, Kenapa Kini Impor Terus?
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.