Oleh: Ibrahim Kholilul Rohman dan Mohammad Alvin Prabowosunu
RENCANA perubahan peraturan terkait batas usia penarikan dana pensiun sempat menjadi perhatian masyarakat luas. Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 awalnya ditujukan untuk mengatur tata cara penarikan Jaminan Hari Tua (JHT) pada usia 56 tahun yang mendapatkan respons beragam dari para pemangku kepentingan.
Peraturan ini diberlakukan bersamaan dengan diluncurkannya program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) sebagai bagian dari implementasi Omnibus Law yang berfungsi sebagai perlindungan jangka pendek bagi pekerja yang kehilangan pekerjaan khususnya pada masa-masa pandemi.
Dengan kombinasi kebijakan JHT dan JKP, pemerintah memastikan antisipasi fluktuasi jangka panjang dan jangka pendek yang mungkin akan memengaruhi pasar tenaga kerja.
Dana pensiun telah menjadi bagian yang terintegrasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di negara-negara besar.
Sebuah studi oleh Biro Analisis Ekonomi Belanda pada tahun 2020 menunjukkan bahwa pertumbuhan nilai dana pensiun akan membuat pasar modal menjadi lebih dalam yang memungkinkan perusahaan untuk mendapatkan pembiayaan alternatif.
Keberlanjutan dana pensiun, sebagaimana dibahas oleh Lin dalam Journal of Macroeconomics, berperan penting untuk menjaga keberlanjutan pasar keuangan dan mengurangi beban generasi mendatang.
Di Indonesia, penguatan dana pensiun menjadi isu yang kritis. Tingkat penetrasi dana pensiun publik saat ini masih relatif rendah dibandingkan dengan negara lain.
Studi oleh IFG Progress pada tahun 2021 menunjukkan bahwa jumlah wajib Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP) yang dikumpulkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS TK) hanya mencapai sekitar 2,73 persen dari PDB pada tahun 2020. Angka ini jauh di bawah negara berkembang lainnya seperti India (7,20 persen), Thailand
(12,74 persen), Brazil (14,97 persen), dan Malaysia (61,42 persen).
Saat ini rencana pemerintah yang tertuang dalam Permaneker 2 tahun 2022 telah resmi dibatalkan, namun bagaimana perbandingan peraturan terkait dana pension di beberapa negara terutama dalam masa pandemi ini?
Kita melakukan perbandingan kebijakan di Malaysia dan Chile. Malaysia dipilih karena kedekatan geografisnya serta sifat pengelolaan dana pensiun yang dikelola secara publik sedangkan Chile memiliki porsi partisipasi angkatan kerja di industri manufaktur yang sama seperti Indonesia sebesar 20 persen dengan pengelolaan dilakukan oleh Swasta.
Di Malaysia, dana pensiun wajib terbesar dikelola oleh Employers Provident Fund (EPF) yang memisahkan rekening pensiun menjadi dua rekening.
Akun pertama terdiri dari 70 persen dari total pensiun yang tidak dapat ditarik sampai usia 55 tahun sedangkan akun kedua terdiri dari 30 persen dari total pensiun yang dapat ditarik sebelum waktunya untuk tujuan tertentu seperti perumahan, pendidikan dan haji. Karena pandemi Covid-19, akun pertama bahkan bisa ditarik hingga 10 persen bagi yang kehilangan pekerjaan.
Di Chile, untuk mendorong persaingan pasar yang adil, dana pensiun wajib tidak dikelola oleh badan publik. Sebaliknya, masyarakat Chile dapat memilih dari berbagai penyedia pengelola dana pensiun swasta yang beroperasi secara nasional, dan terdapat kemudahan untuk berpindah ke pengelola dana pensiun lain dan pilihan portofolio lain pada setiap saat.
Biasanya, dana pensiun tidak dapat diakses sebelum usia pensiun. Namun, menanggapi pandemi, Chile juga memperkenalkan reformasi yang memungkinkan penarikan dana hingga 10 persen dalam tiga putaran penarikan.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.