Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baru Sehari Diumumkan, Jokowi Ralat Aturan Larangan Ekspor CPO

Kompas.com - 28/04/2022, 06:30 WIB
Muhammad Idris

Penulis

Sumber Antara

Biaya produksi manufaktur maupun harga barang konsumsi di tiga negara tersebut akan naik signifikan dan Indonesia yang disalahkan.

Dalam kondisi terburuk, bisa menimbulkan retaliasi atau pembalasan yakni negara yang merasa dirugikan akan menghentikan mengirim bahan baku yang dibutuhkan Indonesia.

Baca juga: Sejatinya, Kelapa Sawit Milik Para Konglomerat Ditanam di Tanah Negara

"Seperti ekspor kedelai atau gandum yang ditahan misalnya oleh India, kan repot itu," ujarnya.

Bhima menyatakan, kalau hanya untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri, pemerintah tidak perlu stop ekspor. Pasalnya kebijakan itu hanya mengulang kesalahan larangan ekspor batubara pada Januari 2022 lalu.

Kebijakan itu hanya bertahan selama sekitar 2 pekan. Di pekan pertama, pemerintah bahkan sudah menggelar rapat untuk membahas protes dari sejumlah negara seperti Jepang dannKorea Selatan.

"Apakah masalah selesai? Kan tidak. Justru diprotes oleh calon pembeli di luar negeri. Cara-cara seperti itu harus dihentikan," ucap Bhima.

Yang harusnya dilakukan, lanjut Bhima, adalah cukup mengembalikan kebijakan DMO CPO 20 persen. Jumlah itu sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Pemerintah juga perlu memperketat pengawasan pada sisi produsen dan distributor.

Baca juga: 3 Konglomerat yang Kaya Raya Berkat Minyak Goreng

Apalagi, minyak goreng dan CPO memberikan pemasukan yang cukup besar untuk negara. Selama bulan Maret 2022 saja, ekspor CPO nilainya 3 miliar dollar AS.

Sehingga, jika larangan ekspor berlaku selama 1 bulan, pemerintah akan kehilangan pendapatan sebesar itu atau sekitar Rp 42,9 triliun (asumsi kurs Rp 14.300).

Di sisi lain, pelarangan ekspor juga akan untungkan Malaysia sebagai pesaing CPO Indonesia. Negara lain yang memproduksi minyak nabati alternatif juga akan diuntungkan. Seperti soybean oil, rapseed oil dan sunflower oil yang diproduksi AS dan negara di Eropa.

"Estimasi produksi CPO setahun 50 juta ton, sementara penggunaan untuk minyak goreng hanya 5-6 juta ton alias 10 persennya. Sisanya mau disalurkan ke mana kalau stop ekspor? Kapasitas industri di dalam negeri tidak sanggup menyerap kelebihan pasokan CPO," jelas Bhima.

"Tolong pak Jokowi pikirkan kembali kebijakan yang tidak solutif ini. Pembisik Pak Jokowi juga jangan asal kasih saran kebijakan yang merugikan ekonomi," sambungnya.

Baca juga: DPR Mempertanyakan Langkah Pemerintah Atasi Masalah Pasca Larangan Ekspor CPO

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com