Oleh: Nika Halida Hashina dan Fandhi Gautama
KOMPAS.com - Menjadi jurnalis memang tidak mudah. Meskipun begitu, profesi ini diinginkan banyak orang.
Tujuannya pun beragam, mulai dari mencari kesenangan dan pengalaman dalam meliput, hingga keinginan untuk menjadi garda terdepan dalam menguak fakta suatu peristiwa.
Jurnalis adalah seseorang yang menulis berita atau artikel untuk surat kabar atau majalah atau menyiarkannya di radio atau televisi. Dalam mengumpulkan informasi ini, sering kali jurnalis harus melakukan liputan langsung dari lapangan dengan wawancara.
Aiman Witjaksono dalam siniarnya bertajuk “Hak Istimewa Menjadi Jurnalis” membahas hak istimewa dan keuntungannya sebagai seorang jurnalis.
Aiman Witjaksono merupakan jurnalis ternama dari Kompas TV dan host program Aiman yang sudah tak diragukan lagi sepak terjangnya. Oleh karena itu, ia cukup memiliki banyak relasi. Termasuk di antaranya adalah orang-orang penting, seperti pejabat negara dan para artis.
Luasnya relasi Aiman merupakan salah satu keuntungan sebagai seorang jurnalis. Konsistensi dan kredibilitasnya dapat dikatakan membawa banyak pengaruh baik dalam perjalan hidupnya.
Meskipun begitu, dalam melaksanakan tugasnya, seorang jurnalis juga memiliki hak istimewa yang tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun. Hal ini tercantum dalam Undang-undang Pers Nomor 40 Tahun 1999.
Aiman menuturkan, “Hak istimewa yang diperoleh jurnalis ketika bekerja itu ada tiga, dan itu diatur dalam Undang-Undang Pers, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999. Yang pertama adalah hak jawab, kedua adalah hak tolak, dan yang ketiga adalah hak koreksi.”
Baca juga: Ulin Yusron dan Jalan Tengah yang Dipilihnya
Hak jawab sendiri terjadi ketika seorang atau sekelompok orang bersedia memberikan tanggapan. Sementara hak tolak adalah kebalikannya, yaitu sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang menyangkut nama baiknya.
Hak koreksi adalah hak tiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun orang lain. Hal ini merupakan egalitarian atau kesamaan posisi di dalam demokrasi yang berlaku dalam dunia jurnalistik.
Menurut Aiman, pers dinilai dari prosesnya karena manusia tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, jika mendapati kesalahan semua orang dipersilakan untuk mengoreksi.
Sementara itu, hak tolak paling sering disalahartikan. Hak tolak bukan berarti narasumber bisa menolak. Dalam UU Pers, hak tolak adalah hak jurnalis untuk menolak mengungkapkan nama atau identitas lainnya dari sumber berita yang harus dirahasiakan.
Hal ini menarik karena jurnalis, terutama dalam liputan jurnalisme investigasi, banyak narasumber-narasumber yang harus dirahasiakan. Akan tetapi, “Ada banyak orang yang menanyakan dan lain sebagainya, tentu kita bertahan. Ada hak tolak yang dilindungi oleh undang-undang,” ujar Aiman.
Baca juga: Gaya Hidup Work Life Balance, Ini yang Perlu Kamu Ketahui
Ia juga menyambung dengan cerita pengalamannya, “Misalnya pada saat tahun 2015, saat saya menampilkan mafia bola pertama kali itu ada yang saya mewawancarai pihak PSSI kala itu. Lalu pihak PSSI meminta untuk memberitahukan siapa narasumber sesungguhnya. Nah saya memiliki hak tolak untuk tidak bisa memberitahukan kepada mereka.”