Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Risiko Transaksi Kripto di "Exchanger" yang Tidak Berizin

Kompas.com - 23/05/2022, 10:30 WIB
Kiki Safitri,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Seiring penerapan kebijakan pajak terhadap perdagangan aset kripto, pemerintah membolehkan transaksi dilaksanakan oleh pedagang aset atau exchanger tak berizin. Hanya saja, pemerintah menerapkan tarif pajak yang lebih tinggi.

Aturan itu diatur dalam PMK No. 68/2022 tentang PPN dan PPh aset Kripto. Melalui aturan tersebut, pemerintah menyasar pengenaan pajak terhadap aset kripto sebagai barang kena pajak tak berwujud.

Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Pasar Kementerian Perdagangan Tirta Karma Senjaya mengatakan, terdapat tiga bentuk penyerahan aset kripto yang menjadi sasaran pajak, yakni pembelian aset kripto dengan mata uang fiat, tuka menukar aset kripto dengan aset kripto lainnya atau swap, dan tukar menukar aset kripto dengan barang selain aset kripto atau jasa.

Baca juga: Awal Pekan, Harga Emas Antam Bertahan di Level Rp 984.000 per Gram

Menurut Tirta, dalam peraturan tersebut investor memperoleh keleluasaan transaksi yang bisa dilakukan melalui penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE) yang tidak terdaftar maupun Pedagang Fisik Aset Kripto (PFAK) terdaftar Bappebti.

“Tarif PPN bagi PFAK terdaftar sebesar 0,11 persen dikali nilai aset kripto, serta PPh 22 final sebesar 0,1 persen. Sebaliknya, untuk exchanger yang tak terdaftar besaran tarif menjadi dua kali lipat,” kata Tirta dalam siaran pers Minggu (22/5/2022).

Tirta bilang, ada baiknya jika investor melakukan transaksi pada pedagang aset kripto yang terdaftar. Tidak saja terkait besaran pajak yang berbeda, melainkan pula alasan keamanan.

“Lebih aman berinvestasi transaksi di pedagang dalam negeri yang terdaftar di Bappebti karena jelas badan hukumnya dan rekeningnya ada di dalam negeri dan menggunakan fiat rupiah,” jelas Tirta.

Kepala Sub Direktorat PPM Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya Kemenkeu Bonarsius Sipayung juga menyarankan hal serupa. Meskipun Direktorat Jenderal Pajak netral, menurutnya masyarakat sebaiknya memilih exchanger terdaftar karena biayanya akan lebih rendah.

“Kalau tidak mau diatur, kena tarif lebih tinggi. Kami harus selaras dengan Kemendag, yang ada di sistem kementerian itu kita dukung dengan tarif yang lebih rendah,” ujar Bonarsius.

Baca juga: Cara Cetak Kartu BPJS Ketenagakerjaan yang Hilang via Online

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengatakan, dengan menggunakan PFAK terdaftar investor menjadi lebih terlindungi.

Sementara bila berbelanja kripto tanpa ada exchanger yang terdaftar, maka investor butuh waktu lama untuk riset koin atau token satu per satu, apakah memiliki potensi scam atau tidak.

“Sementara menggunakan exchanger yang teregulasi, tentunya koin yang diperdagangkan sudah disaring terlebih dahulu dari potensi scam. Di sisi lain, dengan menggunakan exchanger yang teregulasi, pengawasan pada PFAK dilakukan secara berlapis, dari perusahaan hingga Bappebti, maka jika terjadi fraud aset investor akan terlindungi,” jelas Nainul.

Baca juga: Gen Z Makin Lirik Aset Kripto hingga Berani Investasi Gunakan Paylater

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Info Limit Tarik Tunai BCA Sesuai Jenis Kartu ATM Lengkap

Info Limit Tarik Tunai BCA Sesuai Jenis Kartu ATM Lengkap

Spend Smart
3 Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu BCA, Penting saat Lupa Bawa di ATM

3 Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu BCA, Penting saat Lupa Bawa di ATM

Earn Smart
[POPULER MONEY] Serikat Pekerja Tuntut Naik Upah, Menaker Balik Tuntut Kenaikan Kompetensi | Luhut Janji Microsoft Tak Akan Menyesal Investasi Rp 27,6 Triliun di Indonesia

[POPULER MONEY] Serikat Pekerja Tuntut Naik Upah, Menaker Balik Tuntut Kenaikan Kompetensi | Luhut Janji Microsoft Tak Akan Menyesal Investasi Rp 27,6 Triliun di Indonesia

Whats New
Cara Bayar Tagihan FIF di ATM BCA, BRI, BNI, Mandiri, dan BTN

Cara Bayar Tagihan FIF di ATM BCA, BRI, BNI, Mandiri, dan BTN

Spend Smart
Bank Mandiri Tegaskan Tetap Jadi Pemegang Saham Terbesar BSI

Bank Mandiri Tegaskan Tetap Jadi Pemegang Saham Terbesar BSI

Whats New
Cek Jadwal Pembagian Dividen Astra Otoparts

Cek Jadwal Pembagian Dividen Astra Otoparts

Whats New
Syarat Ganti Kartu ATM Mandiri di CS Machine dan Caranya

Syarat Ganti Kartu ATM Mandiri di CS Machine dan Caranya

Whats New
Status Internasional Bandara Supadio Dihapus, Pengamat: Hanya Jadi 'Feeder' bagi Malaysia dan Singapura

Status Internasional Bandara Supadio Dihapus, Pengamat: Hanya Jadi "Feeder" bagi Malaysia dan Singapura

Whats New
Naik 36 Persen, Laba Bersih Adaro Minerals Capai Rp 1,88 Triliun Sepanjang Kuartal I-2024

Naik 36 Persen, Laba Bersih Adaro Minerals Capai Rp 1,88 Triliun Sepanjang Kuartal I-2024

Whats New
Jokowi Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

Jokowi Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

Whats New
Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara Masih Ditutup Sementara

Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara Masih Ditutup Sementara

Whats New
Kadin Gandeng Inggris, Dukung Bisnis Hutan Regeneratif

Kadin Gandeng Inggris, Dukung Bisnis Hutan Regeneratif

Whats New
Harita Nickel Catat Kenaikan Pendapatan 26 Persen pada  Kuartal I 2024

Harita Nickel Catat Kenaikan Pendapatan 26 Persen pada Kuartal I 2024

Whats New
Bappenas Buka Lowongan Kerja hingga 5 Mei 2024, Simak Persyaratannya

Bappenas Buka Lowongan Kerja hingga 5 Mei 2024, Simak Persyaratannya

Work Smart
Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045, Kemenko Perekonomian Berupaya Percepat Keanggotaan RI dalam OECD

Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045, Kemenko Perekonomian Berupaya Percepat Keanggotaan RI dalam OECD

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com