Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Relevansi Agenda Presidensi G20 Indonesia di Tengah Perang Rusia-Ukraina

Kompas.com - 07/06/2022, 07:10 WIB
Rully R. Ramli,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - "Recover Together, Recover Stronger" atau "Pulih Bersama, Bangkit Lebih Kuat" menjadi tema yang diusung dalam rangkaian acara Presidensi G20 Indonesia.

Semangat tersebut telah diusung Indonesia sejak akhir tahun lalu, dengan tujuan menciptakan pemulihan ekonomi global yang merata dari dampak pandemi Covid-19.

Untuk merealisasikan tema tersebut, Indonesia mengangkat tiga isu prioritas utama yang memerlukan tindakan kolektif secara global, yakni mengenai arsitektur kesehatan global, transisi energi berkelanjutan, serta transformasi digital dan ekonomi.

Akan tetapi, relevansi dari isu-isu tersebut mulai dipertanyakan banyak pihak, melihat perkembangan kondisi perekonomian global saat ini, yang utamanya dipengaruhi oleh perang antara Rusia dan Ukraina.

Baca juga: Pemerintah: G20 Bukan Forum untuk Selesaikan Perang

Sebagaimana diketahui, perang yang mulai terjadi sejak Februari lalu itu telah menimbulkan berbagai permasalahan, di mana yang paling utama ialah terganggunya rantai pasok sejumlah komoditas global.

Komoditas energi menjadi salah satu jenis komoditas utama yang terganggu rantai pasoknya, imbas dari sanksi-sanksi yang dijatuhkan negara "Barat" kepada Rusia.

Merespons hal tersebut, sejumlah negara Eropa memutuskan untuk meningkatkan anggaran subsidi energi fosilnya, guna meredam lonjakan harga bahan bakar.

Peningkatan anggaran subsidi energi fosil itu kemudian dinilai bertentangan dengan semangat Presidensi G20 Indonesia yang ingin mendorong transisi energi berkelanjutan.

Masih relevankah agenda Presidensi G20 Indonesia?

Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Edi Prio Pambudi mengakui, perang yang tidak berekesudahan antara Rusia dan Ukraina telah menimbulkan disrupsi terhadap isu-isu utama yang dicanangkan Indonesia sebagai Presidensi G20.

Perang antara Rusia dan Ukraina disebut telah menimbulkan isu-isu nyata baru yang dihadapi oleh berbagai negara, seperti lonjakan inflasi akibat terganggunya rantai pasok berbagai jenis komoditas.

"Apakah tema akan relevan? Saya bilang relevan masih. Tapi ada konsekuensi dari perang itu yang harus diselesaikan," ujar dia di Jakarta, Senin (6/6/2022).

Menurutnya, perang antara kedua negara Eropa itu berpotensi menimbulkan konsekuensi baru yang mengarah kepada krisis global yang lebih berat, terutama akibat kelangkaan energi, pangan dan keuangan.

Padahal, pada saat bersamaan krisis akibat pandemi belum selesai, terefleksikan dari beban utang, restrukturisasi, hingga masih rentannya kondisi perekonomian berbagai negara.

"Sekarang tugasnya adalah menyelaraskan agar tema tetap relevan sementara kita bisa mengantisipasi dampak dari perang. Karena ada perang, (temanya) bisa relevan, tapi situasinya harus diadjust," tutur Edi.

Seluruh negara anggota didorong untuk hadir

Guna menyeleraskan agenda utama Presidensi G20 Indonesia dengan isu-isu saat ini, Edi menilai, seluruh negara anggota G20 perlu hadir untuk menyuarakan kepentingannya.

Oleh karenanya, pemerintah mendorong semua negara anggota G20 untuk hadir dalam rangkaian pertemuan tahunan, termasuk Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) yang bakal digelar November mendatang, untuk membahas secara bersama isu-isu tersebut.

"Supaya relevan, semua harus hadir. Termasuk yang memicu perang harus hadir, yang menjadi korban pun kalau perlu hadir," kata Edi.

Lebih lanjut Ia menyebutkan, saat ini bukan saatnya negara-negara anggota menyuarakan boikot atau walk dari gelaran G20.

Sebagaimana diketahui, beberapa waktu lalu sejumlah negara sempat menyerukan boikot terhadap rangkaian pertemuan G20, setelah Rusia menyatakan kehadirannya dalam pertemuan multirateral itu.

"G20 bukan lagi persoalan siapa hadir, siapa tidak hadir sekarang. Tapi menyeleraskan substansi ini tetap relevan dengan situasi saat ini," ujar Edi.

Baca juga: Bakal Dibahas di Forum G20, Sri Mulyani Sebut Gaji Perempuan 30 Persen Lebih Rendah

G20 tidak bisa selesaikan perang

Relevansi agenda Presidensi G20 Indonesia juga sebenarnya bisa dijaga apabila perang antara Rusia dan Ukraina berhenti.

Sejumlah pihak pun telah mendorong Indonesia untuk memanfaatkan perannya sebagai Presidensi G20 menyelesaikan perang antara Rusia dengan Ukraina dalam forum internasional tersebut.

Akan tetapi Edi menegaskan, forum G20 tidak didesain untuk menghentikan operasi militer antar negara.

"Terus terang kalau G20 tidak mungkin kita mengarah kepada proses untuk menghentikan operasi militernya. Karena G20 bukan forum untuk itu," kata dia

Lebih lanjut ia menjelaskan, G20 merupakan forum multirateral yang didesain untuk mengatasi krisis berkaitan dengan isu keuangan dengan tujuan menciptakan stabilitas keuangan global.

"Adanya perang kan enggak mungkin kita membuat instrumen menghentikan perang dari G20," ujarnya.

Meskipun demikian, menurut Edi, forum G20 dapat dimanfaatkan negara-negara yang tergabung untuk mendorong tercapainya perdamaian.

"Yang kita lakukan sekuat kita adalah semua harus bisa duduk bareng, jangan sampai pecah, supaya komunikasi terjadi. Kalau komunikasi terjadi harapan kita bisa ada saling pemahaman," ucap dia.

Baca juga: Jadi Presidensi G20, RI Wakili Asia Tenggara Tentukan Tatanan Perekonomian Global

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com