KONFLIK Rusia dengan Ukraina telah berdampak signifikan terhadap terjadinya krisis energi di negara-negara maju dan terganggunya rantai pasok bahan makanan secara global. Hal ini tercemin dari tingginya angka inflasi di negara-negara Barat seperti Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Jerman.
Tercatat angka inflasi tahunan AS pada Mei 2022 mencapai 8,6 persen (year on year/yoy) dengan kenaikan harga tertinggi pada kelompok bahan makanan, bahan bakar, energi, dan gas alam. Demikian pula inflasi di Jerman pada periode yang sama mencapai 7,9 persen (yoy), sedangkan di Inggris mencapai 9,1 persen (yoy) yang merupakan tertinggi dalam empat dekade terakhir dengan pemicu yaitu kenaikan listrik, gas, dan bahan bakar serta biaya hunian rumah.
Pemulihan ekonomi di beberapa negara maju sebelumnya telah mendorong penurunan pengangguran dan meningkatkan permintaan barang-jasa. Sebagai contoh, angka pengangguran di AS tercatat turun dari 4 persen pada Januari 2022 menjadi 3,6 persen pada April 2022 yang merupakan rekor terendah sejak periode pandemi.
Baca juga: Sri Mulyani: Jika Inflasi Tinggi, Masyarakat Semakin Sulit Beli Rumah
Namun, konflik geopolitik Rusia-Ukraina telah membatasi pasokan energi ke negara-negara Barat dan terhambatnya rantai pasok bahan makanan global. Hal ini berdampak pada ketidakseimbangan permintaan-penawaran barang dan jasa sehingga menjadi trigger tingginya inflasi.
Kondisi itu terkonfirmasi dari data inflasi inti (core inflation) AS sebesar 6,2 persen (yoy) pada Mei 2022 atau lebih tinggi dari yang diperkirakan. Demikian pula dengan inflasi inti di Inggris meningkat pesat menjadi 5,9 persen (yoy) pada Mei 2022 dari sebelumnya di kisaran 4,2 persen (yoy) di bulan Januari 2022.
Untuk meredam gejolak inflasi, beberapa negara maju telah merespon dengan melakukan normalisasi suku bunga acuan bank sentral. Sepanjang tahun 2022 Bank Sentral Inggris telah menaikkan suku bunga acuan sebanyak empat kali dalam kurun waktu enam bulan terakhir menjadi 1,25 persen. Pada periode yang sama, Bank Sentral AS telah menaikan suku bunga acuan sebanyak tiga kali dengan kenaikan tertinggi mencapai 0,75 persen pada Juni 2022.
Peningkatan suku bunga acuan secara agresif oleh otoritas moneter di negara-negara maju ditempuh untuk meredam gejolak inflasi yang semakin tinggi akibat perang Rusia-Ukraina.
Berbeda dengan di negara maju, fenomena inflasi di Indonesia saat ini dipicu oleh kenaikan harga kelompok pangan bergejolak (volatile food). Data Badan Pusat Stastistik (BPS) mencatat bahwa Indeks Harga Konsumen (IHK) Juni 2022 mengalami inflasi 0,61 persen (month to month/mtm) sehingga inflasi tahunan menjadi 4,35 persen (yoy).
Faktor pendorong inflasi pada periode laporan yaitu kelompok volatile food yang tercatat mengalami inflasi 2,51 persen (mtm) sehingga secara tahunan menjadi 10,07 persen.
Namun, inflasi kelompok barang yang diatur pemerintah (administered prices) tercatat 0,27 persen (mtm), lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya 0,48 persen.
Baca juga: Sri Mulyani: Ketahanan Pangan RI Aman, tapi Waspada Tekanan Inflasi Pangan
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.