Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Sabilla Ramadhiani Firdaus
Analis Kebijakan

Analis Kebijakan pada Lembaga Administrasi Negara

Pembatasan Ekspor Nikel: Kebijakan Nasional Vs Unfairness Treatment Hukum Investasi Internasional

Kompas.com - 25/07/2022, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

UNI Eropa menggugat Indonesia ke WTO terkait larangan ekspor bijih nikel yang mulai berlaku 1 Januari 2020.

Permintaan konsultasi delegasi Uni Eropa kepada delegasi Indonesia, disampaikan kepada Dispute Settlement Body (DSU) sesuai dengan Pasal 4.4 DSU.

Uni Eropa mengklaim bahwa larangan ekspor Indonesia, persyaratan pemrosesan dan pemasaran dalam negeri, serta persyaratan perizinan ekspor yang berlaku untuk bahan mentah, termasuk nikel, bijih besi, kromium, batu bara, limbah logam, skrap, kokas, tidak sesuai dengan Pasal XI:1 General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) 1994.

Uni Eropa juga mengklaim skema pembebasan bea masuk merupakan subsidi yang bergantung pada penggunaan barang-barang domestik atas impor yang dilarang berdasarkan Pasal 3.1 b) Perjanjian tentang Subsidi dan Tindakan Penyeimbang/Agreement on Subsidies and Countervailing Measures (ASCM).

Di antara negara-negara produsen utama, Rusia, Kanada dan Australia memiliki rantai nilai nikel yang relatif terintegrasi, menghasilkan proporsi bijih dan logam yang sebanding (rata-rata 11-15 persen).

Sedangkan Indonesia adalah produsen bijih tunggal (ore) terbesar selama dekade 2004-2013, mewakili 19 persen dari total dunia. Namun di sisi lain menghasilkan bagian logam nikel yang jauh lebih kecil, yaitu lima persen.

Sebagai penerima ekspor nikel dari Indonesia, atas larangan ekspor ini, Uni Eropa mengklaim beberapa ketentuan tidak konsisten dan bertentangan dengan prinsip keadilan.

Artikel ini akan membahas gap yang muncul dari kebijakan nasional terkait larangan ekspor bijih nikel dan klaim dari Uni Eropa.

Kebijakan ekspor Nikel dan bahan baku Lainnya di Indonesia

Pengaturan dan larangan ekspor mineral mentah sebelumnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dalam Pasal 102.

Isinya menyebutkan bahwa pemegang Izin Usaha Pertambangan dan Izin Usaha Tambahan Khusus wajib meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan/atau batubara di melaksanakan penambangan, pengolahan, dan pemurnian serta pemanfaatan mineral dan batubara.

Dalam Pasal 103 ayat 1, langkah-langkah yang ditempuh untuk melaksanakan program tersebut mensyaratkan adanya pengolahan dan pemurnian hasil pertambangan (smelter) di dalam negeri.

Pasal 170 juga mewajibkan perusahaan Kontrak Karya untuk melaksanakan kewajiban membangun smelter di dalam negeri.

Untuk melaksanakan aturan tersebut, pemerintah mengeluarkan dua aturan. Pertama, Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Pertambangan Mineral dan Batubara.

Kedua, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1 Tahun 2014 tentang Kriteria Peningkatan Nilai Tambah.

Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 Nomor 1 menegaskan pemegang kontrak karya sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 170 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, wajib memurnikan hasil tambang dalam negeri.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Daftar 30 Mitra Distribusi Pembelian Sukuk Tabungan ST012 dan Linknya

Daftar 30 Mitra Distribusi Pembelian Sukuk Tabungan ST012 dan Linknya

Whats New
Lowongan Kerja PT Honda Prospect Motor untuk S1, Ini Persyaratannya

Lowongan Kerja PT Honda Prospect Motor untuk S1, Ini Persyaratannya

Whats New
Sudah Bisa Dibeli, Ini Besaran Kupon Sukuk Tabungan ST012

Sudah Bisa Dibeli, Ini Besaran Kupon Sukuk Tabungan ST012

Whats New
Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Whats New
Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

Whats New
Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Whats New
Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km Per Jam, Perjalanan Terlambat

Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km Per Jam, Perjalanan Terlambat

Whats New
BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

Whats New
[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

Whats New
KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat gara-gara Hujan Lebat

KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat gara-gara Hujan Lebat

Whats New
Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Earn Smart
Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Whats New
Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Whats New
Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Whats New
Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com