Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BBM Naik dan Fenomena Angkot yang Semakin Hilang

Kompas.com - 05/09/2022, 11:24 WIB
Muhammad Idris

Penulis

KOMPAS.com - Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya mengambil keputusan menaikkan harga BBM. Harga BBM terbaru jenis Pertalite adalah sebesar Rp 10.000 per liter.

Harga BBM terbaru Pertalite ini mengalami kenaikan dari sebelumnya dipatok Pertamina sebesar Rp 7.650 per liter. Kebijakan harga BBM naik juga berlaku untuk BBM subsidi lainnya, Solar yang naik menjadi Rp 6.800 dari Rp 5.150 per liter.

Dampak secara langsung adalah kenaikan biaya transportasi, baik umum maupun pribadi. Dampak tidak langsungnya adalah kenaikan pada harga-harga barang yang lain.

Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno, mengatakan momentum kenaikan BBM seharusnya jadi waktu yang tepat pemerintah membenahi transportasi publik.

Dia bilang, dalam kurun waktu 10 tahun, angkutan umum penumpang makin berkurang. Angkutan pedesaan, angkutan kota dan angkutan kota dalam provinsi (AKDP) cukup banyak yang hilang.

Baca juga: Dua Sikap Jokowi soal BLT: Dulu Menolak, Kini Malah Meniru SBY

"Banyak kota sudah tidak memiliki angkutan perkotaan. Tergerus dengan sepeda motor dan mudah dimiliki," kata Djoko, Senin (5/9/2022).

"Kendati risikonya angka kecelakaan makin bertambah dan konsumsi BBM juga pasti bertambah. Belum lagi kemacetan dan polusi udara meningkat sejakan dengan bertambahnya kendaraan bermotor," kata dia lagi.

Sebaliknya, lanjut Djoko, subsidi sebaiknya tidak diarahkan untuk angkutan berbasis online atau ojek daring karena pemberian subsidi dinilai hanya akan menguntungkan aplikator.

Sementara pengemudi ojek online sebagai mitra tidak akan merasakan peningkatan pendapatannya karena tergerus oleh potongan-potongan fasilitas aplikasi yang sangat besar

Dari catatannya, pendapatan ojek daring rata-rata masih sebatas kurang dari Rp 3,5 juta per bulan. Hal ini tidak sesuai dengan janji para aplikator angkutan berbasis daring pada tahun 2016 yang mencapai Rp 8 juta per bulan.

Baca juga: Siapa Pemilik SPBU Vivo yang Bisa Jual Bensin Seharga Rp 8.900?

Benahi angkutan umum

Pemerintah sendiri menyebut konsumsi BBM bersubsidi mobil 53 persen, sepeda motor 40 persen, truk 4 persen, dan angkutan umum 3 persen.

"Menjadi masuk akal jika paradigma yang berkembang ialah dalam 10 tahun ke depan kendaraan pribadi (mobil dan sepeda motor) akan terus bertambah," ujar Djoko.

Di sisi lain, angkutan umum, tanpa kebijakan yang berpihak dan komprehensif, malah kian mendekati kepunahan.

"Sebaiknya pemerintah juga fokus menata dan mengembangkan angkutan umum penumpang. Tanpa menaikkan harga BBM bersubsidi, penyaluran kepada operator angkutan umum amat dimungkinkan," ungkap dia.

Saat ini, menurutnya, pengawasan penyaluran BBM bersubsidi untuk angkutan umum bisa melalui aplikasi yang ditunjang dengan penataan operator. Bisa menjadi momentum untuk penataan angkutan umum sehingga seluruhnya berbadan hukum dan menjamin keselamatan dan keamanan pengguna.

Baca juga: Bak Bumi dan Langit, Membandingkan Laba Pertamina Vs Petronas Malaysia

Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata itu menyebut, pemerintah perlu memberikan subsidi untuk angkutan umum, baik angkutan penumpang maupun barang yang berbadan hukum.

Subsidi angkutan barang diberikan untuk meningkatkan kesejahteraan pengemudi yang selama ini kerap dilirik sebelah mata oleh pemerintah. Padahal, pengemudi angkutan barang menjadi ujung tombak kelancaran arus barang

"Terkait subsidi pula, pemerintah hendaknya lebih memperhatikan subsidi bagi pengembangan program buy the service (BTS) Kementerian Perhubungan yang saat ini sudah beroperasi di 11 provinsi," kata Djoko.

Ke-11 kota itu adalah Medan (Trans Metro Deli), Palembang (Trans Musi Jaya), Bogor (Trans Pakuan), Bandung (Trans Metro Pasundan), Purwokerto (Trans Banyumas), dan Yogyakarta (Trans Yogya).

Lalu Surakarta (Batik Solo Trans), Surabaya (Trans Semanggi Surabaya), Denpasar (Trans Metro Dewata), Banjarmasin (Tranns Banjarbakula) dan Makassar (Trans Mamminatasa).

Baca juga: Kualitas BBM Malaysia Ungguli Pertalite dan Lebih Murah, Kok Bisa?

Direncanakan hingga akhir tahun 2024 akan ada 27 wilayah angkutan perkotaan. Namun dia pesimis, hal akan terwujud melihat kurang dukungan dari anggota DPR RI dan pemerintah.

"Kenaikan harga BBM, sesungguhnya peluang bagi pemerintah untuk menata angkutan umum, baik penumpang maupun barang. Sebaiknya harga BBM bersubsidi untuk angkutan umum yang berbadan hukum tidak perlu naik," kata Djoko.

Hal itu dilakukan dalam upaya untuk mempercepat seluruh angkutan umum berbadan hukum. Selama ini cukup banyak angkutan umum tidak berbadan hukum, baik penumpang maupun barang.

"Sekarang ini, negara tidak tahu secara pasti berapa jumlah angkutan barang dan penumpang," bebernya.

Baca juga: Pertamina Buka Suara soal Vivo yang Bisa Jual BBM Lebih Murah dari Pertalite

Tentunya, lanjut dia, untuk angkutan barang diberikan yang sudah berbadan hukum dan tidak kelebihan dimensi dan muatan (over dimension dan over load/ODOL) yang dibolehkan memperoleh BBM bersubsidi.

Angkutan umum penumpang dapat segera diperluas dan diberikan subsidi operasional. Bukannya seperti sekarang, pemerintah telah mengembangkan angkutan umum perkotaan dengan skema pembelian layanan (buy the service) di 11 kota.

Dia bilang, justru anggaran yang diajukan sekitar Rp 1,3 triliun akan dipangkas hanya Rp 500 miliar tahun anggaran 2023 oleh Komisi DPR RI.

"Nampaknya, Anggota DPR RI masih setengah hati untuk memberikan dukungan pengembangan angkutan umum penumpang perkotaan. Kurang paham manfaat angkutan umum bagi mobilitas yang hemat energi ketimbang membiarkan transportasi daring beroperasi," tutup Djoko.

Baca juga: Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Mau Disuntik APBN Lagi?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com