MENJAGA ketahanan pangan dan menekan angka kemiskinan adalah dua dari sekian tugas penting dan urgen dari pemerintahan Joko Widodo-Maruf Amin.
Makanya, dalam Rakornas Pengendalian Inflasi 2022 yang berlangsung secara hybrid, 18 Agustus 2022 lalu, Presiden Republik Indonesia, Ir. H. Joko Widodo (Jokowi) menginstruksikan Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) untuk memperkuat sinergi di pusat dan daerah.
Berkenaan dengan itu, Presiden Jokowi memberikan lima arahan untuk menjaga stabilitas harga dan meningkatkan ketahanan pangan, sehingga mendukung daya beli masyarakat dan pemulihan ekonomi nasional.
Pertama, memperkuat identifikasi sumber tekanan inflasi di daerah melalui pemanfaatan data makro dan mikro serta data detail.
Kedua, memperluas kerja sama antardaerah (KAD) guna mengurangi disparitas pasokan dan harga antarwilayah. TPIP dan TPID perlu mengidentifikasi wilayah surplus dan defisit serta menjadi fasilitator untuk mendorong kerja sama antardaerah dalam pengendalian inflasi.
Ketiga, menurunkan biaya transportasi dengan memanfaatkan fasilitasi distribusi perdagangan antardaerah dan termasuk menurunkan harga tiket pesawat dengan menambah jumlah pesawat.
Keempat, mengoptimalkan penggunaan anggaran belanja tidak terduga untuk mendukung upaya pengendalian inflasi daerah.
Kelima, mempercepat penyerapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk mendukung pertumbuhan ekonomi daerah.
Tentu saja, arahan tersebut merupakan strategi yang perlu ditempuh di tengah tantangan global berupa ketegangan geopolitik yang masih berlangsung, gangguan mata rantai pasokan global, dan pelaksanaan kebijakan proteksionisme di berbagai negara yang berdampak pada peningkatan inflasi global, termasuk Indonesia.
Salah satu persoalan yang menjadi momok ketika kondisi perekonomian mengalami guncangan adalah kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) atau inflasi yang tinggi.
Pada Juli 2022, misalnya, inflasi mencapai 4,94 persen (yoy), lebih tinggi dari kisaran sasaran 3+1 persen, terutama disebabkan oleh inflasi kelompok pangan bergejolak (volatile food) yang mencapai 11,47 persen (yoy).
Tekanan lebih lanjut dapat tertahan oleh stabilnya harga beras sejalan dengan keberhasilan Indonesia dalam swasembada beras sejak 2019.
Inflasi kelompok harga yang diatur oleh pemerintah (administered prices), termasuk angkutan udara juga meningkat dipengaruhi oleh kenaikan harga energi global.
Para ekonom memperkirakan bahwa tekanan inflasi IHK akan meningkat. Hal tersebut didorong oleh masih tingginya harga energi dan pangan global, gangguan cuaca, dan kesenjangan pasokan antarwaktu dan antardaerah.
Upaya bersama memang perlu diperkuat untuk mengendalikan tekanan inflasi pangan. Langkah tersebut merupakan wujud komitmen bersama untuk dapat segera mengatasi tingginya inflasi pangan sehingga menjaga daya beli masyarakat dan kesejahteraan masyarakat.
Meski demikian, patut disyukuri bahwa pemerintah ternyata masih mampu mengendalikan tekanan inflasi dari sisi permintaan.
Terbukti, pada Agustus 2022, IHK mengalami deflasi, setelah pada bulan sebelumnya mengalami inflasi sebesar 0,64 persen (mtm), terutama bersumber dari penurunan harga kelompok volatile food dan penurunan inflasi administered prices, di tengah inflasi inti yang meningkat
Kebijakan moneter mengendalikan inflasi sebetulnya sangat bertalian dengan upaya pemerintah membangun ketahanan pangan, khususnya dalam hal swasembada beras.
Meski swasembada pangan belum merata ke seluruh wilayah Nusantara, tetapi pemerintah Indonesia, menurut Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) terbukti mampu mencapai 90 persen lebih rasio swasembada atau rasio antara produksi dalam negeri dengan total permintaan.