Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Upah Minimum 2023 Naik di Tengah Bayang-bayang Badai PHK akibat Resesi

Kompas.com - 09/11/2022, 06:40 WIB
Ade Miranti Karunia,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

"Beberapa upaya yang bisa kita lakukan antara lain mengurangi upah dan fasilitas pekerja pekerja tingkat atas, misalnya tingkat manajer dan tingkat direktur," sebut Menaker Ida Fauziyah.

Alternatif lainnya, lanjut Menaker yakni mengurangi shift, membatasi atau menghapuskan kerja lembur, mengurangi jam kerja, mengurangi hari kerja, meliburkan atau merumahkan pekerja secara bergilir untuk sementara waktu, tidak memperpanjang kontrak bagi pekerja yang sudah habis masa kontraknya, dan memberikan pensiun bagi yang sudah memenuhi syarat.

"Ini pemilihan beberapa alternatif saya kira yang bisa digunakan untuk menekan tidak terjadinya PHK," ujarnya.

Menurutnya, semua alternatif yang dilakukan harus dilandasi oleh dialog bipartit antara pemberi kerja dengan serikat pekerja/serikat buruh. Dengan dialog tersebut, pekerja akan mengerti bagaimana kondisi di perusahaan atau industri tempatnya bekerja.

Baca juga: Dalih Cegah PHK, Pengusaha Minta Kemenaker Terbitkan Aturan Tidak Bekerja Tidak Dibayar

Tidak Bekerja, Tidak Dibayar

Berupaya cegah PHK, pengusaha berusaha membujuk pemerintah dan DPR RI agar menerbitkan serta merestui aturan tentang jam kerja fleksibel. Tujuannya agar pengusaha bisa menerapkan skema no work no pay (tidak bekerja, tidak dibayar).

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Anne Patricia Sutanto mengatakan, bila diterbitkannya aturan tersebut maka perusahaan bisa memberlakukan jam kerja minimal 30 jam seminggu.

"Saat ini kan undang-undang kita menyatakan 40 jam seminggu. Untuk mengurangi jumlah PHK supaya fleksibilitas itu ada dengan asas no work no pay pada saat tidak bekerja," kata Anne.

"Itu izin bapak/ibu (anggota Komisi IX) di sini menyampaikan bagaimana kita bisa mengurangi dampak pengurangan tenaga kerja," lanjut dia.

Permintaan yang sama juga disampaikan Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo, Anton J Supit yang berharap dapat dipertimbangkan adanya permenaker yang mengatur fleksibilitas jam kerja dengan prinsip no work no pay.

"Sebab, kalau tidak ada itu memang kalau kita dengan order menurun 50 persen atau katakanlah 30 persen kita enggak bisa menahan, 1-2 bulan masih oke, tapi kalau sudah beberapa bulan atau setahun saya kira pilihannya ya memang harus PHK massal," ungkap Anton.

Upah Minimum 2023 Naik

Meski terjadi tekanan ekonomi global, anjloknya penurunan permintaan produksi, serta ancaman karyawan yang dirumahkan atau ter-PHK, justru pemerintah melalui Kemenaker menyampaikan angin segar, yakni kepastian upah minimum 2023 naik.

Upah minimum 2023 naik tersebut masih mengacu Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

"Upah minimum dihitung dengan menggunakan formula perhitungan upah minimum yang memuat variabel pertumbuhan ekonomi atau inflasi. Jika kita melihat kedua indikator ini, pada dasarnya sudah dapat dilihat bahwa upah minimum tahun 2023 relatif akan lebih tinggi dibandingkan dengan upah minimum tahun 2022," kata Menaker.

Dengan data pertumbuhan ekonomi dan inflasi, lanjut Menaker, penetapan upah minimum juga meliputi penyesuaian upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten/kota (UMK).

Penyesuaian UMP dan UMK ini kata Menaker, meliputi 20 jenis data yang didapat Badan Pusat Statistik (BPS), kemudian diserahkan kepada Kemenaker.

"Kementerian Ketenagakerjaan kami sampaikan nantinya kepada seluruh gubernur seluruh Indonesia. Selanjutnya, kami juga telah melakukan serangkaian persiapan dalam rangka penetapan upah minimum tahun 2023 yang dimulai dengan melakukan beberapa kegiatan," ucapnya.

Baca juga: Ini Penyebab Banyak PHK di Perusahaan Fintech

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com