Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Agus Herta
Dosen

Dosen FEB UMB dan Ekonom Indef

Menciptakan Struktur Ekonomi Tahan Krisis

Kompas.com - 19/11/2022, 07:46 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Pengalaman menghadapi berbagai guncangan dan gejolak ekonomi tersebut telah memberikan pelajaran yang sangat berharga. Setiap rezim pemerintahan pascareformasi relatif mampu menyusun prosedur standar dalam menghadapi guncangan-guncangan sejenis yang berpotensi menghantam perekonomian Indonesia.

Baca juga: Hadapi Resesi Global 2023, Tingkatkan Investasi dan Produktivitas

Namun pandemi Covid-19 yang disertai dengan perang Rusia-Ukraina tampaknya menurunkan tingkat efektivitas berbagai rencana kontigensi yang telah disusun tersebut. Pandemi Covid-19 merupakan fenomena baru yang sama sekali tidak pernah terpikirkan sebelumnya.

Hampir semua negara, termasuk Indonesia, belum memiliki klausul pelarian dan rencana kontigensi dalam menghadapi efek kejut dari pandemi Covid-19 dan perang Rusia-Ukraina.

Ketidakefektifan prosedur standar dalam UU Nomor 9 Tahun 2016 tentang Penangan dan Pencegahan Krisis membuktikan bahwa sistem dan struktur ekonomi Indonesia saat ini masih rentan terhadap berbagai goncangan ekonomi yang datang dari luar. Karena itu, fenomena pandemi Covid-19 yang disertai efek perang Rusia-Ukraina menyadarkan kita bahwa sudah saatnya kita menyusun kembali struktur ekonomi Indonesia supaya lebih tahan terhadap berbagai gelombang kejut yang berpotensi menciptakan resesi dan krisis ekonomi.

Strategi utama

Ada beberapa alternatif program kebijakan yang bisa dilakukan pemerintah dan para pelaku ekonomi dalam menyusun kembali struktur ekonomi Indonesia yang lebih tahan terhadap berbagai gelombang yang berpotensi menimbulkan resesi dan krisis ekonomi.

Pertama, pemerintah harus mendorong hilirisasi di sektor industri. Sektor industri dalam negeri harus lebih variatif baik dari sisi produk/komoditas maupun pangsa pasar.

Jika hal ini bisa dilakukan maka sektor perdagangan Indonesia tidak akan mengalami ketergantungan pada komoditas tertentu dan negara tujuan ekspor tertentu. Langkah ini sepertinya sudah mulai dilakukan oleh pemerintah saat ini.

Tantangan terbesar berikutnya adalah bagaimana kebijakan ini bisa menjadi kebijakan yang konsisten dan dapat dilanjutkan dan diperkuat oleh rezim pemerintahan selanjutnya. Selain variasi produk dan target pasar, sektor industri juga harus memiliki variasi dalam bahan baku dan sumber input produksi.

Sektor industri tidak boleh mengalami ketergantungan terhadap jenis komoditas dan sumber tertentu. Para pelaku industri harus memiliki variasi dan alternatif bahan baku industri sehingga sektor industri tidak mengalami ketergantungan terhadap satu komoditas dan negara tertentu.

Bahkan input bahan baku industri tersebut harus bisa diganti dengan bahan baku yang berasal dari dalam negeri. Dalam konteks ini maka program Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) yang sudah ditetapkan pemerintah selama ini harus didorong lebih kuat lagi.

Kedua, pemerintah memperdalam pasar keuangan. Walaupun investor dalam negeri sudah mulai mendominasi, jumlah investor asing di pasar modal dan pasar keuangan Indonesia masih relatif tinggi.

Dengan jumlah investor asing yang lebih dari 40 persen, sektor industri keuangan Indonesia masih memiliki risiko yang tinggi. Program peningkatan inklusi keuangan yang dilakukan pemerintah bersama Bank Indonesia (BI) merupakan langkah yang sudah sangat tepat.

Namun program ini masih perlu ditingkatkan mengingat masih terdapat lebih puluhan juta penduduk Indonesia yang belum tersentuh lembaga keuangan. Di sisi lain, industri keuangan juga harus mampu melakukan akselerasi dalam digitalisasi sistem keuangannya.

Revolusi industri 4.0 serta perilaku hidup baru (new normal) akibat pandemi Covid-19 telah mengakibatkan pola perilaku ekonomi masyarakat berubah signifikan. Perilaku ekonomi masyarakat saat ini telah bergeser ke dalam platform digital yang menuntut semua traksaksi dilakukan secara mobile, cepat, namun tetap aman.

Langkah BI membuat program Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) merupakan langkah yang tepat. Namun program QRIS BI ini masih banyak terfokus di daerah perkotaan. Hal ini terjadi karena infrastruktur pendukung yang berada di daerah pedesaan belum sepenuhnya siap.

Karena itu, BI bersama pemerintah harus berupaya keras supaya program QRIS bisa sampai ke daerah-daerah pelosok sehingga penguatan struktur ekonomi ini bisa terlaksana lebih cepat.

Ketiga, pemerintah meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). SDM Indonesia harus berkualitas, well informed, dan terbiasa dengan penggunaan teknologi informasi.

Hal tersebut tidak akan tercapai jika struktur SDM Indonesia masih didominasi oleh lulusan sekolah dasar (SD) dan sekolah menegah pertama (SMP). Langkah-langkah tersebut merupakan program yang harus segera dilaksanakan dengan baik jika pemerintah ingin menciptakan struktur ekonomi yang kuat.

Jika langkah-langkah restrukturisasi ekonomi tersebut dapat dilakukan dengan baik, Indonesia akan memiliki struktur ekonomi yang lebih kuat dan tahan terhadap resesi dan krisis ekonomi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com