JAKARTA, KOMPAS.com - Direktorat Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Reni Yanita mengapresiasi kepada PT Mattel Indonesia yang telah menyerap tenaga kerja hingga 8.000 orang dan telah memberikan kontribusi lebih dari 35 persen dari total nilai ekspor mainan asal Indonesia ke dunia.
Hal ini sejalan dengan langkah strategis Kementerian Perindustrian yang tengah memacu pengembangan industri di dalam negeri yang berbasis padat karya dan berorientasi ekspor.
"“Dengan perluasan tersebut, PT Mattel Indonesia diproyeksikan akan menciptakan sekitar 2.500 pekerjaan baru bagi pekerja Indonesia,” katanya di Cikarang, Kamis (8/12/2022).
Baca juga: Soal PHK, Kemenperin Berharap Pabrik Aqua Danone di Solok Kembali Beroperasi Normal
Dia menyebutkan, saat ini terdapat 131 perusahaan industri mainan berskala besar sedang di Indonesia, dengan jumlah tenaga kerja yang mencapai kurang lebih 36.000 orang.
Perkembangan industri mainan nasional pun kata Reni, menunjukan tren yang meningkat, di mana nilai ekspor pada periode Januari-September 2022 mencapai 383 juta dollar AS atau meningkat 29,83 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 295 juta dollar AS.
Baca juga: Maksimalkan Penggunaan Produk Dalam Negeri, Kemenperin Permudah Aturan Verifikasi TKDN
Hingga saat ini, negara utama tujuan ekspor mainan Indonesia adalah Amerika, Singapura, Inggris, China dan Jerman. Jenis mainan yang paling banyak diekspor adalah boneka, stuffed toy dan mainan model yang diperkecil.
"Tahun 2022 adalah momentum kebangkitan ekonomi, namun juga merupakan tahun yang penuh tantangan dalam aspek sosial dan ekonomi. Pandemi Covid-19 yang telah melandai, akhir-akhir ini kembali menunjukkan peningkatan yang perlu kita waspadai," ucapnya.
Baca juga: Kemenperin Harap Perluasan Pabrik ABC Mampu Buka Lapangan Kerja
Selain itu, lanjut Reni, kondisi global saat ini kurang kondusif seiring terjadinya krisis geopolitik yang disebabkan oleh perang Rusia dan Ukraina yang menyebabkan peningkatan harga energi serta bahan baku lainnya yang dibutuhkan oleh sektor industri.
Kondisi ini berdampak kepada negara-negara di dunia termasuk Indonesia yang mengakibatkan tingginya inflasi, kenaikan harga komoditas utama seperti gandum dan minyak, serta risiko resesi yang ada di depan mata.
"Namun demikian dengan ketidakpastian kondisi dan situasi yang ada, dapat saya sampaikan bahwa pembangunan sektor industri pengolahan non-migas masih mampu untuk tumbuh positif," tuturnya.
Baca juga: Gelar Temu Bisnis dengan BUMN, Kemenperin Dorong Percepatan Sertifikasi TKDN
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.