Sementara itu CEO Telkom Group Ririek Adriansyah mengatakan, pembangunan data center Batam dengan kapasitas 51 WM ini, tak terlepas dari kebutuhan pasar yang besar, khususnya Singapura.
“Kebutuhan data center ini besar, tapi Singapura ada moratorium pembangunan data center karena keterbatasan suplai energi. Pembangunan data center di Batam salah satunya untuk memenuhi kebutuhan itu,” terang Ririek.
Ia menambahkan, konektivitas Batam-Singapura juga tidak ada kendala lantaran selama ini sudah terdapat jalur kabel bawah laut.
“Sejauh ini connectivity-nya tidak ada masalah,” sebut Ririek.
CEO NeutraDC, anak usaha Telkom yang mengelola data center, Andrew Th AF, mengatakan, kebutuhan data center dari Singapura sangat besar. Berdasar data 2019, ada kebutuhan data center sebesar 500 MW dari Singapura.
“Ada overflow (data center) 500 MW dari Singapura, karena Singapura sendiri kesulitan membangun data center baru karena krisis pasokan listrik,” sebut Andrew.
Apalagi data center di Batam tersebut dibangun atas kerja sama Telkom dengan perusahaan telekomunikasi milik Pemerintah Singapura, Singtel. Sehingga Andreuw yakin, Singtel akan membawa tenant bagi data center Telkom.
“Kami juga punya partnership dengan salah satu mitra kita di sana, itu akan bersama-sama membawa pipeline. Selain itu pertimbangan lain kolaborasi terkait dengan kompetisi global kita, dengan pemain lain di bisnis data center ini,” jelas Andreuw.