Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dr. Ir. Muhrizal Sarwani, M.Sc.
Analis Kebijakan Utama Kementan

Analis Kebijakan Utama Kementerian Pertanian

Reformasi Pupuk Subsidi

Kompas.com - 30/12/2022, 11:01 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Beberapa terobosan penting sebagai bagian reformasi pupuk diuraikan di bawah ini. Bukan berarti bahwa terobosan-terobosan lainnya tidak penting, tetapi yang memberikan dampak besar yang akan disampaikan.

Beberapa di antara yang tidak dibahas pada kesempatan ini seperti pewarnaan urea untuk membedakan dari urea non subsidi sehingga tidak dapat digunakan untuk lem kayu lapis dan menghindarkan penyelewengan pupuk subsidi.

Contoh lainnya adalah penandaan karung pupuk dengan barcode, sehingga identitas distributor dapat diketahui jika ada kejadian yang tidak diinginkan. Pernah kedapatan pupuk yang harusnya untuk distributor Lampung, tetapi pergi ke Kalimantan Barat, maka hukuman yang harus diterima oleh distributornya adalah langsung kena pecat tanpa ada teguran ke 1, 2 atau 3.

E-RDKK: Data Petani by name by addres

Data petani yang dimasukkan ke dalam RDKK merupakan sebuah terobosan dalam membangun kebijakan subsidi pupuk yang lebih efisien dan efektif. Bank Dunia dalam studi beberapa tahun lalu menyebutkan bahwa subsidi pupuk masih jauh dari harapan. Masih belum efektif dan efisien.

Data petani yang meliputi nama dan NIK (by name by address), komoditas yang akan ditanam, luas lahan yang digarap, waktu tanam, dan kebutuhan pupuk per musim harus dimasukkan ke dalam RDKK atau Rencana Definitif Kegiatan/Kebutuhan Kelompok yang disusun oleh masing-masing anggota kelompok tani dengan dilengkapi hal-hal yang sudah disebutkan di atas.

Sejak 2018, data ini di-upload melalu sistem e-RDKK oleh admin pada kecamatan, biasanya koordinator penyuluh di Balai Penyuluhan Pertanian (BPP).

Data ini harus sudah masuk bulan Oktober setiap tahun untuk digunakan dalam penyusunan alokasi pupuk subsidi tahun berikutnya yang diatur oleh Kementan melalui Peraturan Menteri Pertanian.

Alokasi dibagi kepada setiap provinsi, selanjutnya provinsi membagi alokasi tersebut kepada masing-masing kabupaten berdasarkan keputusan kepala dinas provinsi yang membidangi Pertanian.

Seterusnya, kepala dinas kabupaten yang membidangi pertanian di kabupaten membagi alokasi tersebut kepada masing-masing kecamatan sampai dengan desa. Rumit bukan?

Bagi petani, harapan terhadap pupuk subsidi sungguh besar karena komponen ongkos produksi untuk menghasilkan padi dari pupuk 15-30 persen (Tim IPB, 2022).

Mereka rela menyediakan data by name by address yang diminta penyuluh. Bandingkan dengan penerima subsidi BBM yang diminta memasukkan ke dalam aplikasi my Pertamina, gaduhnya luar biasa.

Lalu, bagaimana data penerima subsidi gas. Setali tiga uang dengan data penerima BBM. Saya sering memperhatikan beberapa tetangga yang membeli gas melon, padahal termasuk kalangan mampu dibandingkan para petani yang berharap dari hasil taninya, yang juga belum tentu berhasil.

Ketidakadilan sistemik ini masih berlanjut dengan menurunnya alokasi volume pupuk bersubsidi, akibat melambungnya harga bahan baku pupuk bersubsidi.

Dapat dibayangkan dengan jumlah petani 16,7 juta yang harus di-upload di sistem tentu membuat rumit.

Bahkan jenis subsidi energi tidak serumit subsidi pupuk seperti subsidi BBM, subsidi gas, subsidi listrik yang berkali-kali lipat jumlah subsidinya dibanding subsidi pupuk.

Jika subsidi energi sudah mencapai Rp 600 triliun pada 2022 ini, maka subsidi pupuk hanya 4 persen dari subsidi energi.

Data petani by name by address melalui e-RDKK ini merupakan salah satu reformasi pupuk subsidi yang dilakukan pemerintah.

e-RDKK adalah sebuah terobosan yang paling signifikan dalam memperbaiki ketepatan sasaran penerima subsidi pupuk karena menggunakan data NIK yang ada di Dukcapil Kemendagri, sehingga pengguna pupuk bersubsidi traceable.

Bandingkan dengan pengguna BBM bersubsidi dan gas bersubsidi, mereka untuk kepentingan UMKM dan pribadi. Sementara petani menyediakan pangan untuk rakyat seluruh negeri.

Namun demikian, masih saja banyak yang ribut soal kevalidan data yang ada di e-RDKK! Padahal data tersebut sudah dipadupadankan dengan data Dukcapil Kemendagri yang dikawal oleh KPK dan hasilnya 99,2 persen akurat.

Petani pasti diuntungkan dengan subsidi pupuk karena dapat membeli pupuk dengan harga terjangkau. Ongkos produksi bisa ditekan dan tentu hasilnya dari jual hasil panen menjadi meningkat. Namun ada pihak lain yang lebih menikmati keuntungannya, yaitu para pemburu rente.

Bahkan baru-baru ini seperti yang diberitakan oleh media online, Bareskrim berhasil menggulung para pemburu rente ini di Tangerang dengan kerugian diperkirakan Rp 31 miliar. Pemilik kios melakukannya dengan memalsukan data e-RDKK.

Pemilik kios punya dua daftar penebusan. Mengapa ini bisa terjadi? Gap antara harga pupuk subsidi dan non subsidi yang semakin besar dari tahun ke tahun.

Apalagi sejak krisis pupuk dunia sudah mengemuka pada akhir 2021, gap tersebut semakin membesar. Bayangkan saja harga pupuk urea subsidi Rp 2300 per kg dan harga urea non subsidi bisa mencapai Rp 10.000/kg. Sungguh menggiurkan keuntungan lebih dari 7.500 per kg.

Bayangkan kalau volumenya ratusan atau ribuan ton, berapa rente yang berhasil digaruk oleh tikus busuk tadi?

Pertanyaan fundamentalnya adalah bagaimana menanggulangi masalah ini yang dari tahun ke tahun selalu terjadi? Adakah auktor intelektualnya?

Pemerintah harus putar otak, menyelesaikan masalah ini, bukan membiarkannya. Apalagi kondisinya makin buruk dengan adanya krisis pupuk dunia. Harus ada prioritas komoditas yang diutamakan atau jenis pupuk yang disubsidi.

Bulan Oktober lalu Permentan 10/2022 dikeluarkan, di mana hanya dua jenis pupuk yang disubsidi dari semula lima jenis pupuk, yaitu hanya urea dan NPK.

Penerimanya juga dikoreksi, yaitu hanya para petani yang melakukan usaha tani dengan lahan garapan maksimal 2 ha setiap musimnya, pada subsektor tanaman pangan (padi, jagung, kedelai), hortikultura (cabai, bawang merah, bawang putih), dan/atau perkebunan (tebu rakyat, kakao, kopi), dari semula 70 jenis komoditas (termasuk perikanan).

Namun demikian, faktanya penyelewengan pupuk bersubsidi masih tetap saja banyak terjadi, meskipun akhir-akhir ini sudah jauh berkurang dibandingkan dengan 10-20 tahun lalu.

Penyelewengan ini menyebabkan rusak susu sebelanga. Berita-berita seperti ini lebih menarik bagi para pengamat yang mengusulkan agar pupuk subsidi dihapus saja dan diganti dengan bentuk subsidi lain. Atau diberikan dalam bentuk langsung berupa voucher.

Ada juga pengamat yang mengusulkan agar penerimanya dibatasi untuk yang miskin saja sesuai kriteria yang datanya ada di kantor Wapres.

Mungkin banyak yang lupa atau bahkan tidak tahu bahwa Kementan pernah melakukan uji coba di Kabupaten Karawang dengan sistem voucher ini.

Selain rumit juga menimbulkan ekses lain berupa moral hazard. Bukannya ditebus untuk pupuk, uang subsidi langsung berupa voucher diselewengkan oleh kelompok tani untuk kepentingan pribadi. Tidak sedikit yang kawin lagi menggunakan uang subsidi langsung ini.

Lalu Badan Kebijakan Fiskal, Kemenkeu menggunakan data kemiskinan di kantor Wapres melakukan uji coba subsidi pupuk dengan ‘kriteria untuk orang miskin’ di salah satu desa di NTB.

Hasilnya didapat bahwa dari sekitar 400 KK hanya 40KK yang berhak mendapat pupuk subsidi berdasarkan kriteria orang miskin. Baru disosialisasikan, para peneliti harus bubar jalan karena didemo dan diamuk oleh para petani di desa tersebut.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pelita Air Buka Rute Langsung Jakarta-Kendari, Simak Jadwalnya

Pelita Air Buka Rute Langsung Jakarta-Kendari, Simak Jadwalnya

Whats New
Bank Ina Ditunjuk sebagai Bank Persepsi

Bank Ina Ditunjuk sebagai Bank Persepsi

Whats New
BI Rate Naik, Perbankan Antisipasi Lonjakan Suku Bunga Kredit

BI Rate Naik, Perbankan Antisipasi Lonjakan Suku Bunga Kredit

Whats New
Menhub Tawarkan 6 Proyek TOD di Sekitar Stasiun MRT ke Investor Jepang

Menhub Tawarkan 6 Proyek TOD di Sekitar Stasiun MRT ke Investor Jepang

Whats New
Terbebani Utang Kereta Cepat, KAI Minta Keringanan ke Pemerintah

Terbebani Utang Kereta Cepat, KAI Minta Keringanan ke Pemerintah

Whats New
ByteDance Ogah Jual TikTok ke AS, Pilih Tutup Aplikasi

ByteDance Ogah Jual TikTok ke AS, Pilih Tutup Aplikasi

Whats New
KKP Tangkap Kapal Malaysia yang Curi Ikan di Selat Malaka

KKP Tangkap Kapal Malaysia yang Curi Ikan di Selat Malaka

Whats New
Soal Denda Sepatu Rp 24,7 Juta, Dirjen Bea Cukai: Sudah Sesuai Ketentuan...

Soal Denda Sepatu Rp 24,7 Juta, Dirjen Bea Cukai: Sudah Sesuai Ketentuan...

Whats New
Permintaan 'Seafood' Global Tinggi jadi Peluang Aruna Perkuat Bisnis

Permintaan "Seafood" Global Tinggi jadi Peluang Aruna Perkuat Bisnis

Whats New
BFI Finance Cetak Laba Bersih Rp 361,4 Miliar pada Kuartal I-2024

BFI Finance Cetak Laba Bersih Rp 361,4 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
Blue Bird Luncurkan Layanan Taksi untuk Difabel dan Lansia, Ada Fitur Kursi Khusus

Blue Bird Luncurkan Layanan Taksi untuk Difabel dan Lansia, Ada Fitur Kursi Khusus

Whats New
Melihat Peluang Industri Digital Dibalik Kolaborasi TikTok Shop dan Tokopedia

Melihat Peluang Industri Digital Dibalik Kolaborasi TikTok Shop dan Tokopedia

Whats New
Walau Kas Negara Masih Surplus, Pemerintah Sudah Tarik Utang Baru Rp 104,7 Triliun Buat Pembiayaan

Walau Kas Negara Masih Surplus, Pemerintah Sudah Tarik Utang Baru Rp 104,7 Triliun Buat Pembiayaan

Whats New
Persaingan Usaha Pelik, Pakar Hukum Sebut Program Penyuluh Kemitraan Solusi yang Tepat

Persaingan Usaha Pelik, Pakar Hukum Sebut Program Penyuluh Kemitraan Solusi yang Tepat

Whats New
Bulog: Imbas Rupiah Melemah, Biaya Impor Beras dan Jagung Naik

Bulog: Imbas Rupiah Melemah, Biaya Impor Beras dan Jagung Naik

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com