Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Beras RI Termahal Se-ASEAN, Kadin Khawatir Timbulkan Keinginan Impor hingga Ancam Petani

Kompas.com - 30/12/2022, 12:30 WIB
Elsa Catriana,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid mengingatkan bahwa Indonesia perlu mewaspadai dampak disparitas harga beras yang terlalu tinggi.

Hal ini menyusul dengan adanya laporan dari Bank Dunia yang menyebutkan bahwa harga beras Indonesia paling mahal jika dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara.

Menurut Arsjad, jika perbedaan antara harga di dalam negeri dengan luar negeri terlalu besar, ada kecenderungan beras impor lebih murah, keinginan untuk mendatangkan beras dari luar negeri akan sangat tinggi.

Baca juga: Bank Dunia: Harga Beras Indonesia Paling Mahal Se-ASEAN dalam 10 Tahun Terakhir

"Kondisi ini bisa memberikan ancaman bagi petani. Apalagi, pemerintah telah menugaskan Perum Bulog untuk mengimpor beras sebanyak 200.000 ton hingga akhir 2022 untuk memenuhi stok beras nasional di gudang Bulog. Stok beras impor itu rencananya hanya akan digunakan pada kondisi tertentu seperti penanggulangan bencana, intervensi harga jika diperlukan, dan beberapa kegiatan pemerintah lainnya. Penggunaannya pun akan diawasi secara ketat untuk memastikan tidak ada yang masuk ke pasar," ujarnya dalam siaran persnya dikutip Jumat (30/12/2022).

Baca juga: Harga Beras Masih Mahal Mendag Zulhas Minta Bulog Jor-joran Operasi Pasar

Alasan Arsjad Rasjid mengingatkan dampak disparitas harga ini dipicu oleh kebijakan impor beras yang muncul ketika Bulog mencatat stok beras di gudangnya, didapati adanya penyusutan dari 1 juta ton (awal 2022) menjadi 587.000 ton pada November 2022.

Karena harus melakukan intervensi pasar selama musim paceklik 3-4 bulan ke depan dan mengantisipasi kebutuhan untuk bencana alam, Bulog harus mengisi stok beras hingga tingkat aman sekitar 1,5 juta ton.

Bulog mencoba mengadakan stok beras itu dari pasar domestik, tapi kesulitan mendapatkan walau regulasi harga patokannya sudah direlaksasi.

Oleh sebab itu opsi yang dipilih adalah impor. Inilah yang jadi sumber ketidaksepahaman antara Bulog dan Badan Pangan Nasional dengan Kementerian Pertanian.

Baca juga: Apa Arti Sentra Ramos pada Merek Beras yang Banyak Beredar di Pasar?

Impor beras lagi, buat apa? 

Padahal Indonesia sejatinya telah mewujudkan swasembada beras pada periode 2019-2021.

Pada periode ini, Indonesia hanya mendatangkan beras khusus yang merupakan jenis yang tidak ditanam di Indonesia. Beras khusus ini umumnya diperuntukkan bagi hotel, restoran, hingga pelaku bisnis katering.

Berdasarkan data BPS, Indonesia mengimpor beras khusus mencapai 408.000 ton pada 2021, angka tersebut naik dari tahun 2020 yang hanya 356.000 ton.

Pemerintah akhirnya menilai impor beras dibutuhkan untuk menstabilkan harga yang merangkak naik di tingkat konsumen.

Baca juga: Kementan Bantah Isu Banjir Beras Impor Selundupan via Kepri

 

Harga beras RI termahal se-ASEAN

Pusat Informasi Harga Pangan Strategis mendata, secara nasional harga beras medium di tingkat pasar tradisional per Selasa (6/12/2022) yang lalu berkisar Rp 12.200 per kilogram hingga Rp 12.400 per kilogram.

Harganya cenderung meningkat sejak awal Juli 2022 yang masih berkisar Rp 11.550 per kilogram–Rp 11.750 per kilogram.

Bank Dunia (World Bank) juga berpandangan bahwa harga beras di Indonesia cenderung lebih tinggi dibandingkan harga beras dari negara-negara di kawasa Asia Tenggara.

Berdasarkan laporan “Indonesia Economic Prospect” yang dilansir Desember 2022, harga di Indonesia sekitar 2 kali lipat lebih tinggi dari Vietnam, Kamboja, dan Myanmar.

Bank Dunia mengingatkan agar lonjakan harga tersebut dikelola dengan baik. Begitu juga dengan kemungkinan adanya hambatan non tarif atau harga di tingkat petani demi stabilisasi harga.

Pentingnya investasi penelitian dan pengembangan

Dalam jangka panjang, yang perlu didorong adalah investasi di bidang penelitian dan pengembangan serta penyuluhan dan pengembangan sumber daya manusia pertanian agar mampu meningkatkan produktivitas.

Oleh sebab itu Arsjad menilai polemik impor beras dan soal harga yang dinilai tinggi, jangan sampai mengubah fokus dalam menjaga ketahanan pangan.

"Penting memperkuat ketahanan pangan, mengingat ke depan, ada potensi krisis global yang antara lain akibat perang Rusia dan Ukraina yang belum surut," imbuhnya.

Krisis global dorong kenaikan harga beras

Lebih lanjut Arsjad Rasjid mengatakan, dalam kondisi krisis global, komoditas pangan bisa ikut terimbas dan berdampak serius bagi rantai pasok (supply chain) perdagangan global, termasuk di sektor pangan.

Gangguan pada pasokan berpotensi mendorong kenaikan harga, sehingga daya jangkau masyarakat menjadi lemah mengingat tingkat kesejahteraannya tidak mengalami peningkatan akibat krisis.

Arsjad mencontohkan, kenaikan harga beras yang relatif besar di beberapa wilayah di Indonesia.

Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS) ada 2 wilayah, di mana rata-rata harga beras eceran naik di atas 5 persen pada 6 Desember 2022 dibandingkan sebulan sebelumnya, 7 November 2022.

Daerah dengan peningkatan harga rata-rata terbesar adalah Sulawesi Barat sebesar 6,6 persen dan Kalimantan Tengah 5,6 persen.

Menurut Arsjad, krisis pangan ditandai oleh sejumlah hal. Di antaranya, pasokan bahan pangan yang berkurang, atau harga yang makin tak terjangkau.

“Jangan sampai kondisi krisis pangan terjadi di Indonesia, karena dampaknya bisa meluas ke masalah sosial,” kata Arsjad Rasjid.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com