PENGHARGAAN International Research Rice Institute (IRRI) kepada Presiden Joko Widodo tentang keberhasilan Indonesia mencapai swasembada beras tanggal 14 Agustus 2022, belum kering tintanya.
Dua bulan kemudian, rakyat disuguhi debat terbuka Dirjen Tanaman Pangan versus Kepala Bulog dalam RDP dengan Komisi IV DPR tentang stok beras Bulog yang menipis, sementara Dirjen Tanaman Pangan mengatakan produksi beras surplus berdasarkan data BPS.
Ironisnya, debat itu seakan tidak bermakna, karena pada akhirnya impor beras 500.000 ton diputuskan dan sebagian berasnya sudah masuk.
Posisi DPR yang merupakan wakil rakyat serta mewakili kepentingan petani tidak berpihak ke petani.
DPR “terkesan” membiarkan impor terjadi, mengocek bola demi popularitas, elektabilitas serta dalam rangka membentuk opini bahwa wakil rakyat sudah bekerja dengan maksimal.
DPR tidak melakukan pemantauan real time produksi dan serapan gabah petani serta menyampaikannya ke masyarakat sebagai salah satu bentuk implementasi tugas utama DPR, yaitu pengawasan.
Intinya, impor beras merupakan kesalahan kolektif kolegial Bulog, Kementerian Pertanian, dan Komisi IV DPR.
Jika serapan beras bulog pada musim panen raya pertama dan kedua dimaksimalkan, maka tragedi impor beras pasti tidak terjadi.
Sementara jika Kementerian Pertanian mampu menggenjot produksi dan hasil padi berlimpah (sebagamana produksi kelapa sawit), maka Bulog dapat dengan mudah memenuhi gudangnya untuk cadangan beras pemerintah.
Sementara jika dari Januari, DPR terus melakukan warning tentang produksi dan serapan beras Bulog, dan dipublikasi terbuka secara regular, maka publik bisa melakukan pengawasan kinerja Kementerian Pertanian dan Bulog.
Pengawasan publik ini penting, karena tugas dan tanggung jawab pengawasan sangat luas dan kompleks.
Mestinya Komisi IV DPR sudah memperingatkan tentang rendahnya serapan gabah pada saat panen raya pertama (Maret-April), agar pada panen raya kedua (Juli-Agustus) Bulog bisa didorong untuk menggenjot serapan gabahnya.
Kalau DPR semata-mata berbicara harga beras tinggi saat periode musim tanam (paceklik) bulan Oktober-Desember dan stok bulog rendah, tanpa merunut persoalan mendasarnya, maka keputusan impor beras akan terjadi setiap tahun.
Dan dipastikan dalam jangka panjang akan mendistruksi sistem produksi padi nasional, seperti hancurnya sistem produksi kedelai nasional.
Mestinya debat keras Bulog dan Kementan di depan Komisi IV DPR dilakukan menjelang panen raya. Apa persiapan Bulog? Adakah kendala yang dihadapi untuk menyerap gabah petani, sehingga serapan gabah petani dimaksimalkan dan harga gabah tidak anjlok?