Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KKP Bakal Sesuaikan Harga Acuan Ikan dalam Perhitungan PNBP Pascaproduksi

Kompas.com - 20/01/2023, 16:10 WIB
Agustinus Rangga Respati,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan menyesuaikan harga acuan ikan (HAI) yang menjadi salah satu variabel dalam perhitungan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pascaproduksi.

Direktur Perizinan dan Kenelayanan Ditjen Perikanan Tangkap KKP, Ukon Ahmad Furqon mengatakan, penghitungan itu dilakukan dengan mempertimbangkan biaya operasional atau harga pokok produksi.

Hal ini berkaitan dengan permintaan nelayan agar KKP menurunkan tarif indeks PNBP dari 10 persen untuk kapal berukuran di atas 60 gross tonnase (GT).

Baca juga: KKP Berikan Akses Pembiayaan Rp 10,49 Triliun untuk 328.086 Pelaku Usaha Kelautan dan Perikanan

Solusi ini telah diterima oleh para pelaku usaha sembari menunggu revisi indeks tarif dalam PP 85/2021.

"Kapal di atas 60 GT mendapat masukan dari nelayan karena dianggap cukup besar indeks tarifnya. Ini yang kita serap. Pak Menteri juga sudah menerima langsung teman-teman nelayan belum lama ini. Saat ini proses sedang berjalan, dan kami sudah diskusi dengan teman-teman di Kemenkeu dan mereka mendukung. Kami tetep diskusi bagaimana ini cepat selesai sesuai harapan," kata dia dalam siaran pers, Jumat (20/1/2023).

Menanggapi hal itu, Ketua Front Nelayan Bersatu Indramayu Kajidin mengaku tak mempersoalkan penerapan mekanisme PNPB pascaproduksi. Hanya saja, dia meminta pemerintah meninjau ulang besaran indeks 10 persen untuk kapal di atas 60 GT.

Pun, ia juga meminta masa transisi mekanisme dari pra ke pascaproduksi bisa dipercepat.

Kajidin berharap, KKP turut menggencarkan sosialisasi kepada masyarakat nelayan karena mekanisme PNBP yang baru menggunakan teknologi aplikasi untuk menginput data hasil tangkapan.

Baca juga: Komisi IV DPR Minta KKP Kurangi Impor Garam

"Yang paling penting adalah bagaimana pra itu diterapkan tapi tidak membuat nelayan kita kesulitan. Karena masih banyak nakhoda kita yang masih belum paham aplikasi. Khawatirnya kalau salah input kalau tidak sesuai dengan fakta yang ada, bisa jadi kesalahan bagi kita. Itu yang saya khawatirkan," ujar dia.

Senada Koordinator Front Nelayan Bersatu Kota Tegal dan Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Jawa Tengah Riswanto mengatkaan, pihaknya meminta indeks tarif PNBP tidak berpatokan pada penghasilan kotor selama melaut.

"Belum lama ini kami berkesempatan diskusi dengan Pak Menteri, dan Pak Menteri memberikan ruang untuk diskusi terkait mekanisme PNBP seperti apa. Ini satu moment yang sangat baik untuk pelaku usaha perikanan. Namun kami akan selalu mengawal, apabila nanti ketika penerbitan Kepmen Harga Acuan Ikan," tandas dia.

Di sisi lain, Pakar Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan, Teknologi Kelautan dan Analisis Sistem Perikanan Sugeng Hari Wisudo menerangkan, penerapan PNBP Pascaproduksi sesuai mekanisme output control diakuinya termasuk dalam tata kelola perikanan tangkap meski implementasinya masih baru di Indonesia.

"Peraturan bukan untuk kepentingan pemerintah saja, pelaku usaha, konservasi atau masyarakat kecil saja, tapi memadukan semuanya agar berjalan sinergi dan terus menurus," tutup dia.

Baca juga: Komisi IV DPR RI Minta KKP Penuhi Kebutuhan Solar Bersubsidi untuk Nelayan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bank Ina Ditunjuk sebagai Bank Persepsi

Bank Ina Ditunjuk sebagai Bank Persepsi

Whats New
BI Rate Naik, Perbankan Antisipasi Lonjakan Suku Bunga Kredit

BI Rate Naik, Perbankan Antisipasi Lonjakan Suku Bunga Kredit

Whats New
Menhub Tawarkan 6 Proyek TOD di Sekitar Stasiun MRT ke Investor Jepang

Menhub Tawarkan 6 Proyek TOD di Sekitar Stasiun MRT ke Investor Jepang

Whats New
Terbebani Utang Kereta Cepat, KAI Minta Keringanan ke Pemerintah

Terbebani Utang Kereta Cepat, KAI Minta Keringanan ke Pemerintah

Whats New
ByteDance Ogah Jual TikTok ke AS, Pilih Tutup Aplikasi

ByteDance Ogah Jual TikTok ke AS, Pilih Tutup Aplikasi

Whats New
KKP Tangkap Kapal Malaysia yang Curi Ikan di Selat Malaka

KKP Tangkap Kapal Malaysia yang Curi Ikan di Selat Malaka

Whats New
Soal Denda Sepatu Rp 24,7 Juta, Dirjen Bea Cukai: Sudah Sesuai Ketentuan...

Soal Denda Sepatu Rp 24,7 Juta, Dirjen Bea Cukai: Sudah Sesuai Ketentuan...

Whats New
Permintaan 'Seafood' Global Tinggi jadi Peluang Aruna Perkuat Bisnis

Permintaan "Seafood" Global Tinggi jadi Peluang Aruna Perkuat Bisnis

Whats New
BFI Finance Cetak Laba Bersih Rp 361,4 Miliar pada Kuartal I-2024

BFI Finance Cetak Laba Bersih Rp 361,4 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
Blue Bird Luncurkan Layanan Taksi untuk Difabel dan Lansia, Ada Fitur Kursi Khusus

Blue Bird Luncurkan Layanan Taksi untuk Difabel dan Lansia, Ada Fitur Kursi Khusus

Whats New
Melihat Peluang Industri Digital Dibalik Kolaborasi TikTok Shop dan Tokopedia

Melihat Peluang Industri Digital Dibalik Kolaborasi TikTok Shop dan Tokopedia

Whats New
Walau Kas Negara Masih Surplus, Pemerintah Sudah Tarik Utang Baru Rp 104,7 Triliun Buat Pembiayaan

Walau Kas Negara Masih Surplus, Pemerintah Sudah Tarik Utang Baru Rp 104,7 Triliun Buat Pembiayaan

Whats New
Persaingan Usaha Pelik, Pakar Hukum Sebut Program Penyuluh Kemitraan Solusi yang Tepat

Persaingan Usaha Pelik, Pakar Hukum Sebut Program Penyuluh Kemitraan Solusi yang Tepat

Whats New
Bulog: Imbas Rupiah Melemah, Biaya Impor Beras dan Jagung Naik

Bulog: Imbas Rupiah Melemah, Biaya Impor Beras dan Jagung Naik

Whats New
Harga Emas Terbaru 18 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 18 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com