Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PGE: Transisi Energi Jadi Momentum Indonesia Optimalkan Potensi Panas Bumi

Kompas.com - 30/01/2023, 16:31 WIB
Kiki Safitri,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Di tengah kampanye transisi energi, potensi panas bumi makin dilirik sebagai energi alternatif pengganti bahan bakar fosil. Direktur Eksplorasi dan Pengembangan Pertamina Geothermal Energy, Rachmat Hidayat mengatakan, Indonesia diuntungkan karena memiliki harta karun berupa potensi panas bumi yang melimpah.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, sumber daya panas bumi Indonesia ditaksir mencapai 23.965,5 MW atau sekitar 24 Giga Watt (GW), nomor dua terbesar di dunia setelah Amerika Serikat.

Rachmat mengatakan, kecenderungan global pada energi bersih, membuat Indonesia punya peluang besar mengoptimalkan kekayaan panas bumi alias geothermal secara ekonomis.

“Saya percaya dunia mau menuju ke energi bersih, jadi peluang (geothermal) juga semakin besar” kata Rachmat Hidayat dalam program Polemik Spesial Trijaya, “Quo Vadis Energi Panas Bumi,” kata Rachmat dalam siaran pers Senin (30/1/2023).

Baca juga: Genjot Kapasitas Listrik, PGE Perlu Tambahan Dana Rp 11,2 Triliun

Rachmat mengatakan, Pertamina Geothermal Energy (PGE) memiliki kapasitas pengolahan geotermal sebesar 2,3 giga watt, yang mana hampir 82 persen berasal dari PGE. Rachmat mengungkapkan, dengan pengelolaan yang tepat, panas bumi memiliki nilai manfaat yang menggiurkan.

“Geothermal merupakan supply energi terbaik untuk PLN jika terjadi pemadaman. Geothermal itu singkat ketika pengisian. Tidak seperti batu bara yang membutuhkan waktu lama, geothermal bisa langsung dan stabil. Jadi tidak ada intermiten, tidak mengenal siang dan malam,” jelasnya.

Selain listrik, geothermal juga memiliki banyak produk turunan yang dapat dimanfaatkan dalam keseharian. Mulai dari agro wisata, mineral silica untuk produk kecantikan, hingga green amonia sebagai bahan bakar tanpa karbon.

“Saat ini PGE memiliki sebaran wilayah kerja di tiga pulau, yakni Sumatera (Medan, Bengkulu, Lampung, dan Sumatera Selatan), serta Jawa Barat dan Sulawesi. Harapannya ketika dibuka tender lain, PGE juga bisa hadir di daerah timur Indonesia,” ungkap Rachmat.

Baca juga: Capai Transisi Energi, Pengembangan Potensi Panas Bumi Perlu Ditingkatkan


Adapun pilar bisnis PGE sekarang masih bertumpu pada beberapa wilayah kerja existing. Rachmat mengungkapkan, PGE akan terus berekspansi dengan melakukan pengembangan ke area baru. Terkait dengan pendanaan, Rachamt mengatakan bahwa PGE tidak mengalami hambatan berarti.

“PGE itu cash low dan selalu memiliki biaya yang cukup. Pembiayaan PGE datang dari internal, eksternal dan multinasional,” terang dia.

Meski begitu Rachmat mengakui masih ada sederet tantangan yang dihadapi PGE, terutama dalam hal peningkatan kapasitas produksi dan daya serap geothermal yang dihasilkan.

“Tantangan PGE adalah meningkatkan kapasitas dengan masif untuk penyerapannya. Ada beberapa daerah yang demandnya masih kuat, untuk pulau Jawa supplynya juga oke. Sebagai pengusaha kita optimis mencari celah-celah yang bisa dimanfaatkan,” tegas Rachmat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Whats New
Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Whats New
[POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

[POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

Whats New
Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Spend Smart
Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

Whats New
Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Whats New
Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Whats New
Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Whats New
Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Work Smart
Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Spend Smart
Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Whats New
Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Whats New
Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Spend Smart
Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Whats New
Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com