Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Munir Sara
Tenaga Ahli Anggota DPR RI

Menyelesaiakan Pendidikan S2 dengan konsentrasi kebijakan publik dan saat ini bekerja sebagai tenaga Ahli Anggota DPR RI Komisi XI

Menjaga Stabilitas Harga Jelang Ramadhan

Kompas.com - 02/03/2023, 10:23 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BADAN Pusat Statistik pada 1 Maret 2023, merilis data inflasi IHK (Indeks Harga Konsumen) Februari 2023 dengan inflasi 5,47 persen (year on year/yoy). Data secara tahunan tersebut, lebih tinggi dari bulan sebelumnya, 5,28 persen.

Dari andil inflasi berdasarkan komponen, Harga Bergejolak (volatile inflation) berandil terhadap inflasi secara umum sebesar 1,28 persen, harga diatur pemerintah (administered inflation) 2,17 persen dan inflasi inti 2,02 persen.

Pada Februari 2023, terjadi inflasi bulanan (m-to-m) sebesar 0,16 persen, atau lebih rendah daripada inflasi bulanan Januari 2023 sebesar 0,34 persen.

Akan tetapi, tingkat inflasi bulanan Februari 2023 lebih tinggi dibandingkan dengan bulan yang sama tahun lalu. Pada Februari 2022, terjadi deflasi sebesar 0,02 persen (Sumber BPS).

Dari rilis BPS, diketahui; tekanan inflasi administered price secara tahunan masih tinggi. Komoditas yang dominan memberikan andil inflasi selama setahun terakhir adalah bensin, bahan bakar rumah tangga, rokok kretek filter, tarif angkutan udara, tarif air minum PDAM, dan tarif angkutan dalam kota.

Sementara komponen volatile inflation meningkat dibandingkan bulan sebelumnya. Komoditas yang dominan memberikan andil inflasi selama setahun terakhir adalah beras, telur ayam ras, ikan segar, cabai merah, bawang merah, dan tahu mentah.

Tekanan inflasi komponen inti secara tahunan masih moderat. Inflasi berdasarkan kelompok secara tahunan, kelompok makanan, minuman dan tembakau mengalami inflasi 7,23 persen dengan andil inflasi 1,87 persen atau lebih tinggi dari 11 komponen dalam keranjang IHK.

BPS mengingatkan, “Waspada komoditas yang dominan menyumbang inflasi pada bulan Ramadhan, seperti bahan bakar rumah tangga, minyak goreng, daging ayam ras, dan beberapa komoditas lainnya.”

Stabilisasi menjelang Ramadhan

Secara umum, kemungkinan inflasi pangan saat ini terjadi karena tiga hal. Pertama, tekanan permintaan (demand pull). Pascadaya beli masyarakat mengalami recovery, mobilitas kebutuhan meningkat baik untuk konsumsi dan industri/UMKM.

Namun di saat yang sama, kegiatan produksi terkait komponen pangan pokok seperti beras, mengalami shortage akibat musim panen.

Aggregate demand yang lebih tinggi dari ketersediaan dan volume pasokan, menyebabkan terjadi dinamika pada harga.

Kedua, faktor output. Pada penghujung 2022, polemik harga beras ini menjadi soal. Karena hasil produksi yang dijanjikan menteri pertanian sebesar 600.000 ton untuk memenuhi kebutuhan nasional tidak jelas.

Secara angka, diklaim bahwa cadangan beras pemerintah (CBP) cukup. Namun sejak tahun lalu, publik dan media bertanya, sebaran pasokannya dimaksud adanya di mana saja?

Publik belum mendapat data dan jawaban yang pasti. Sementara permintaan riil tak mampu dijawab dengan ketersediaan data CBP.

Pasalnya, jika CBP cukup; mampu menjawab permintaan agregat, maka tak mungkin ada dinamika harga yang mendorong terjadinya peningkatan inflasi pada kelompok makanan seperti beras dan produk pangan lainnya.

Oleh sebab itulah, kita menyambut baik inisiasi Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menggelar rapat kabinet pada 26 Februari 2023, membahas kesiap-siagaaan pemerintah menghadapi lonjakan permintaan kebutuhan pokok menjelang Ramadhan dan Lebaran.

Kesiagaan pemerintah menjaga kelancaran rantai suplai kebutuhan pokok selama Ramadhan, adalah strategi mitigasi inflasi musiman pada hari-hari besar keagamaan.

Ketiga, faktor cyclical. Saat ini kita dihadapkan dengan musim hujan. Curah hujan yang tinggi juga menyebabkan terjadinya bencana banjir dan longsor.

Dampaknya, jalur distribusi terganggu sehingga pasokan kebutuhan menjadi terbatas di daerah.

Selain itu, fluktuasi harga energi seperti BBM, juga rentan mengalami fluktuasi akibat harga energi global yang terganggu oleh konflik geopolitik yang menyebabkan biaya transportasi logistik menjadi mahal.

Tentu saja, kebijakan tata niaga dalam negeri, diarahkan pada penebalan pasokan, khususnya pada komponen IHK yang berpotensi menyumbang inflasi, yakni pada kelompok volatile; khususnya pada komponen makanan di bulan Ramadhan dan menjelang Idul Fitri.

Mengingat selama Ramadhan hingga Idul Fitri, komponen pengeluaran terbesar ada pada kelompok makanan dan minuman.

Dan lagi-lagi, 40 persen kelompok dengan pendapatan terbawah, adalah mereka yang paling rentan terperosok ke lubang kemiskinan dan kemiskinan absolut, bila terjadi inflasi volatile food sulit dikendalikan.

Kebijakan mempertebal pasokan dalam rangka stabilisasi harga, dilakukan dengan menggunakan produksi dalam negeri serta impor perlu dilakukan secara presisi sesuai permintaan aktual. Langkah ini sudah dilakukan pemerintah.

Kebijakan pemerintah dengan memberikan subsidi baik transportasi dan harga adalah dalam rangka menjaga kelancaran rantai distribusi selama Ramadhan.

Namun kebijakan ini perlu didorong juga dengan kebijakan fiskal. Kebijakan 2 persen dari DTU (Dana Transfer Umum) dalam APBD sebagai insentif untuk kebutuhan pangan melalui Bansos dan insentif untuk transportasi, perlu didorong agar dapat terealisasi dengan baik di daerah.

DTU 2 persen tersebut sebagai kebijakan imperatif yang harus dijalankan oleh daerah agar stabilisasi harga dapat terwujud dengan baik. Dengan demikian, koordinasi stakeholder dalam bentuk kerja TPID (Tim Pengendali Inflasi Daerah) perlu dioptimalkan,

Langkah membentuk task force atau sales motoris oleh Kemendag, harus berperan memaksimalkan proses distribusi produk kebutuhan selama Ramadhan, dengan sasaran utama menjaga kesimbangan supply and demand.

Task force diarahkan pada kelompok bangan dalam keranjang IHK seperti beras, kedelai, terus minyak, bawang, cabai yang rentan mengalami fluktuasi harga.

Sasaran kerja task force demikian, selaras dengan data BPS, di mana penyumbang utama inflasi bulanan di antaranya adalah komoditas beras, rokok kretek filter, bawang merah, cabai merah, dan rokok putih dengan andil masing-masing sebesar 0,08 persen; 0,04 persen; 0,03 persen; 0,02 persen; dan 0,01 persen.

Alarm yang diberikan BPS bahwa komoditas yang dominan menyumbang inflasi pada bulan Ramadhan, seperti bahan bakar rumah tangga, minyak goreng, daging ayam ras, dan beberapa komoditas lainnya, patut diwaspadai agar inflasi harga bergejolak tak menggerus daya beli masyarakat.

Lebih dari kebijakan tata niaga yang umum, kerja-kerja spekulan berburu keuntungan melalui rantai suplai dikuasai sekelompok kecil orang, patut menjadi perhatian pemerintah. Mereka inilah yang acap kali menjadi pemicu di luar hukum ekonomi supply and demand. Semoga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com