Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Andhika Beriansyah
Pegawai Negeri Sipil

ASN | Komuter

Anak Muda, Generasi Phi, dan Sandwich

Kompas.com - 10/03/2023, 06:40 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Ditambah lagi, BPS melaporkan bahwa angka putus sekolah di Indonesia pada tahun 2022 meningkatkan di semua jenjang.

Putus sekolah tertinggi pada jenjang sekolah menengah atas (SMA), yakni sebesar 1,38 persen. Itu artinya terdapat 13 orang per 1000 penduduk yang gagal menyelesaikan program wajib belajar 12 tahun.

Kekhawatiran ini juga diiringi dengan persoalan lain pada generasi muda, seperti angka pernikahan dini dan kehamilan di usia muda.

Merujuk pada data Badan Peradilan Agama (Badilag), pada tahun 2022 tercatat 50.704 dispensasi perkawinan yang tersebar di 29 pengadilan tinggi agama (PTA) seluruh Indonesia.

Jika tidak ditangani dengan tepat, fenomena ini dapat berdampak pada potensi peningkatan kehamilan usia muda, melonjaknya angka tengkes (stunting), gizi buruk, menurunnya lama bersekolah di masa depan.

Permasalahan lain yang cukup memengaruhi generasi muda adalah sandwich generation. Sandwich generation adalah kondisi di mana sebuah generasi tidak hanya menanggung beban hidup satu generasi di bawahnya, melainkan juga generasi di atasnya yang berusia lebih tua.

Istilah sandwich (roti lapis) dipilih untuk menggambarkan kedua roti yang menjepit bagian isi dari roti lapis.

Sebagai gambaran kondisi sandwich generation di Indonesia, pada tahun 2022 rasio ketergantungan adalah 44,67 persen.

Artinya ada 100 penduduk usia produktif yang menanggung 44 orang usia tidak produktif. Angka itu diprediksi masih akan meningkat di masa depan.

Berdasarkan Sensus Penduduk tahun 2020, BPS memproyeksi rasio ketergantungan pada 2025 akan mencapai angka 47,2 persen dan pada 2035 sebesar 47,3 persen.

Untuk menyiasati dinamika di atas, Generasi Phi perlu membekali diri dengan produktivitas dan literasi keuangan yang baik saat menapaki masa-masa produktif.

Selaras dengan semangat kembali pada akar keindonesiaannya, Generasi Phi identik dengan tiga karakteristik dominan: kreatif, kolaboratif, dan optimistik. Karakter ini serupa dengan Generasi Alpha di awal pergerakan nasional.

Siklus ini diprediksi dapat tercipta karena mengacu pada alasan kedua generasi tersebut menghadapi prakondisi critical moment serupa: pandemi dan fase baru industrialisasi. (Faisal, 2021).

Tiga karakteristik di atas harus menjadi modal bagi Generasi Phi dalam mengembangkan kompetensi diri dan berjejaring.

Karena dua hal tersebut, kompetensi diri dan jaringan, akan menjadi modal mereka agar optimistis menatap masa depan: saat menempuh pendidikan, memulai karir profesionalnya atau mewujudkan mimpi wirausaha skala global.

Generasi Phi memang bertalian sekaligus dengan optimisme dan kerentanan. Generasi Phi wajib proporsional membagi waktu dan skala priroritas, kapan saat fighting dan kapan waktu healing.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com