Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemenkeu Tunggu Penjelasan PPATK soal Transaksi Janggal Rp 300 Triliun

Kompas.com - 13/03/2023, 17:05 WIB
Yoga Sukmana

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) akan melakukan pembahasan bersama terkait transaksi janggal senilai Rp 300 triliun di Kemenkeu.

Pertemuan itu bakal dilakukan setelah Menteri Keuangan Sri Mulyani mengaku belum menerima detail terkait data transaksi mencurigakan senilai Rp 300 triliun dari PPATK, dan meminta kepada lembaga tersebut untuk menjelaskan temuannya.

"Secara prinsip Pak Menko Polhukam menyatakan nanti akan dilakukan semacam rapat bersama paparan dari PPATK bersama para Aparat Penegak Hukum (APH) dan Kementerian Keuangan," ujar Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo, di Jakarta, Senin (13/3/2023).

Baca juga: Punya Harta Janggal, 27 Pegawai Kemenkeu Jadi Prioritas Pemeriksaan Internal

Meskipun belum merinci kapan rapat dilaksanakan, Yustinus berharap rapat tersebut dapat segera terlaksana, mengingat PPATK memiliki kepentingan untuk menindaklanjuti temuan tersebut.

"Kami juga berkepentingan untuk mendapatkan kepastian itu. Sedang diatur antar pimpinan supaya bisa segera," katanya.

Kemenkeu disebut tengah melakukan komunikasi dengan PPATK guna menerima penjelasan awal terkait temuan yang diduga berkaitan dengan tindak pencucian uang itu.

Baca juga: Irjen Kemenkeu Awan Nurmawan Nuh Diangkat Jadi Komisaris BRI


Yustinus menyadari, berdasarkan aturan yang berlaku, laporan hasil analisis (LHA) yang dibuat oleh PPATK bersifat terbatas, sehingga tidak dapat dengan mudah diberikan ke pihak lain.

"Sejauh kami ketahui yang dapat diberikan ke Kemenkeu adalah terkait dengan Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai untuk tindak lanjut tindak pidana perpajakan dan tindak pidana kepabeanan," tuturnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta PPATK buka-bukaan terkait data transaksi mencurigakan senilai Rp 300 triliun di lingkungan Kemenkeu.

Baca juga: Sri Mulyani: Laporan PPATK Semuanya Ditindaklanjuti

Menkeu mengaku telah menerima laporan dari PPATK terkait transaksi mencurigakan itu, namun laporan tersebut tak berisikan satu angka pun terkait detil transaksasi mencurigakan Rp 300 triliun. Oleh sebab itu, Sri Mulyani bilang, dia belum mengetahui asal dari transaksi tersebut.

Halaman Selanjutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Peralihan Konsumsi Rokok hingga Larangan Ekspor Mineral Jadi Tantangan Penerimaan Kepabeanan dan Cukai 2024

Peralihan Konsumsi Rokok hingga Larangan Ekspor Mineral Jadi Tantangan Penerimaan Kepabeanan dan Cukai 2024

Whats New
Mentan SYL Sebut Kerja Sama Pangan Penting untuk Hadapi Tantangan Global

Mentan SYL Sebut Kerja Sama Pangan Penting untuk Hadapi Tantangan Global

Whats New
Luhut: Potensi Investasi Bursa Karbon Mencapai Rp 146,3 Triliun

Luhut: Potensi Investasi Bursa Karbon Mencapai Rp 146,3 Triliun

Whats New
Simak Jenis hingga Syarat Ajukan KPR di BTN

Simak Jenis hingga Syarat Ajukan KPR di BTN

Whats New
Update Rencana LRT Bali, Kemungkinan Dibangun di Bawah Tanah, Biaya Bisa Bengkak 3 Kali Lipat

Update Rencana LRT Bali, Kemungkinan Dibangun di Bawah Tanah, Biaya Bisa Bengkak 3 Kali Lipat

Whats New
OJK: Pelaksanaan Bursa Karbon di RI Lebih Cepat dari Negara Asia Lainnya

OJK: Pelaksanaan Bursa Karbon di RI Lebih Cepat dari Negara Asia Lainnya

Whats New
Bakal Dibahas DPR, Sampai Mana RUU Perkoperasian?

Bakal Dibahas DPR, Sampai Mana RUU Perkoperasian?

Whats New
Mengenal Platform Jual Beli Karbon Berbasis Ritel di Indonesia

Mengenal Platform Jual Beli Karbon Berbasis Ritel di Indonesia

Whats New
Jangan Pakai Pinpri, Ini 4 Produk Alternatif untuk Pinjaman Dana

Jangan Pakai Pinpri, Ini 4 Produk Alternatif untuk Pinjaman Dana

Spend Smart
Pemerintah Yakin Setoran Pajak Lampaui Target di Akhir 2023

Pemerintah Yakin Setoran Pajak Lampaui Target di Akhir 2023

Whats New
Harga Tiket Kereta Cepat Diusulkan Rp 250.000-Rp 300.000 'Worth It' Enggak? Begini Tanggapan Masyarakat

Harga Tiket Kereta Cepat Diusulkan Rp 250.000-Rp 300.000 "Worth It" Enggak? Begini Tanggapan Masyarakat

Whats New
Pengamat Minta Pemerintah Fokus Setarakan Aturan Main 'Social Commerce' dan 'E-commerce'

Pengamat Minta Pemerintah Fokus Setarakan Aturan Main "Social Commerce" dan "E-commerce"

Whats New
Tahun Depan Pemerintah Targetkan Pertumbuhan Ekonomi 5,2 Persen di Tengah Ketidakpastian Global, Realistiskah?

Tahun Depan Pemerintah Targetkan Pertumbuhan Ekonomi 5,2 Persen di Tengah Ketidakpastian Global, Realistiskah?

Whats New
Kementan Realisasikan RJIT di Kota Serang untuk Tingkatkan Produksi Padi hingga Antisipasi El Nino

Kementan Realisasikan RJIT di Kota Serang untuk Tingkatkan Produksi Padi hingga Antisipasi El Nino

Whats New
Kereta Cepat Whoosh Vs Argo Parahyangan, Mana yang Lebih Dipilih Masyarakat?

Kereta Cepat Whoosh Vs Argo Parahyangan, Mana yang Lebih Dipilih Masyarakat?

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com