Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga di Lahan Depo Plumpang Akan Direlokasi dengan Ganti Untung

Kompas.com - 15/03/2023, 09:48 WIB
Muhammad Idris

Penulis

KOMPAS.com - Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menyatakan, pembangunan buffer zone atau zona penyangga yang memisahkan Terminal BBM atau Depo Plumpang, Jakarta Utara, dengan permukiman penduduk di sekitarnya penting dilakukan saat ini.

Menurut Nicke, untuk merelokasi warga dari tanah milik Pertamina di zona terlarang permukiman itu, pihaknya akan memberikan kompensasi pembebasan lahan dengan skema ganti untung.

"Akan ada ganti untung, kompensasi pembebasan lahan di buffer zone Plumpang," ujar Nicke dikutip dari Kompas TV, Rabu (15/3/2023).

Ia menjelaskan, langkah ini menjadi poin utama demi keselamatan masyarakat serta operasional BBM tetap berjalan. Kata dia, Depo Plumpang tidak bisa ditutup dalam waktu dekat karena akan berpengaruh terhadap suplai nasional.

Baca juga: Bos Pertamina Ungkap Sejarah Lahan Depo Plumpang Dikuasai Warga

Sementara itu, dikutip dari Antara, Nicke juga menjawab soal usulan lebih baik mana Depo Plumpang atau permukiman warga yang sebaiknya digeser.

"Jadi kalau tadi ditanya apakah warganya yang direlokasi atau terminalnya, jawabannya dan tetapi timeframe yang berbeda," beber Nicke.

"Maksudnya warga di sini adalah yang buffer zone karena Terminal Plumpang tidak bisa kita tutup. Ini bisa berpengaruh terhadap ketahanan suplai nasional," ujar dia.

Ia menjelaskan bahwa di Depo Plumpang tidak hanya terdapat tangki penyimpanan BBM, tetapi juga ada fasilitas-fasilitas lainnya seperti LPG, Pelumas, dan lain-lain. Selain itu, Depo Plumpang juga menyuplai BBM ke 790 SPBU di 19 kabupaten/kota.

Baca juga: Sudah 6 Kilang dan Depo Pertamina Terbakar dalam 3 Tahun

"Tidak mudah, tidak bisa serta merta kemudian kami pindahkan, dan ini (Depo Plumpang) menyimpan sekitar 15 persen dari stok nasional sehingga kalau kita lihat dengan peran strategis dari TBBM Plumpang dan ini bagian dari satu value chain," ungkap Nicke.

"Jadi, kalau ini kemudian tiba-tiba kami off-kan maka value chain-nya akan terputus sehingga akan mengganggu distribusi," ucap Nicke lagi.

Sementara soal rencana relokasi ke lahan PT Pelindo di Kalibaru, Cilincing, Jakarta Utara, ia mengatakan lahan tersebut nantinya bakal digunakan untuk mendukung program transisi energi Pertamina.

"Mengenai penjelasan adanya terminal di Kalibaru. Jadi, sekitar 3 tahun lalu, kami sudah mulai melakukan perencanaan untuk ini bahwa Pertamina harus melakukan transisi energi bahwa ke depan BBM itu mungkin akan berkurang demand-nya," ujar Nicke.

Lahan milik PT Pelindo di New Priok Container Terminal One (NPCT1), Kali Baru, Cilincing, Jakarta Utara, siap dijadikan lokasi baru untuk Depo Pertamina Plumpang. Saat ini lahan tersebut masih dalam proses pematangan. KOMPAS.com/BAHARUDIN AL FARISI Lahan milik PT Pelindo di New Priok Container Terminal One (NPCT1), Kali Baru, Cilincing, Jakarta Utara, siap dijadikan lokasi baru untuk Depo Pertamina Plumpang. Saat ini lahan tersebut masih dalam proses pematangan.

Baca juga: Warga atau Depo Plumpang yang Digeser? Ini Jawaban Dirut Pertamina

Oleh karena itu, Pertamina memerlukan fasilitas untuk membangun produk-produk baru seperti petrochemical, green/sustainable aviation fuel, hydrogen, biofuel, dan lain-lain.

"Dengan adanya kebutuhan tambahan produk-produk baru ini tidak mungkin kami bangun di Plumpang. Oleh karena itu, sejak tiga tahun lalu, kami sudah lakukan kerja sama dengan Pelindo untuk membangun di kawasan industri," kata Nicke.

Lahan itu berasal dari reklamasi seluas 32 hektar yang nantinya dialokasikan sebagai green multi purpose terminal dan konsepnya green karena sesuaikan dengan transisi energi Pertamina di masa mendatang.

Adapun, kata dia, lahan di Kalibaru tersebut baru siap untuk dibangun pada akhir 2024.

"Kalau yang di Kalibaru yang memang akan kami bangun, dan nanti lahan dari Pelindo itu baru siap dibangun di akhir 2024. Jadi, setelah itu baru kami siap membangun. Itu pun perlu waktu antara 2-3 tahun, sehingga terminal baru ini mungkin baru jadi nanti sekitar 4 atau 5 tahun kemudian," tuturnya.

Baca juga: Pertamina Hanya Akan Relokasi Sebagian Fasilitas Depo Plumpang

Awal mula warga duduki lahan Pertamina

Awalnya, Nicke bilang, perusahaan minyak negara itu membeli lahan dari perusahaan swasta PT Mastraco pada tahun 1971. Direktur Utama Pertamina saat itu adalah Ibnu Sutowo.

Total lahan yang diakuisisi Pertamina mencapai 153 hektar. Kala itu, kawasan Plumpang masih berupa rawa-rawa yang jarang penduduk, sehingga lahan seluas itu bisa dibeli di harga Rp 514 juta.

Setahun setelah pembelian lahan, pemerintah pusat melalui Departemen Dalam Negeri menerbitkan Surat Penetapan Pemberian Hak, yang mana lahan Plumpang milik Pertamina diperuntukkan industri migas.

Kondisi rumah Tino telah runtuh, akibat terdampak kebakaran Depo Pertamina, Plumpang, Jakarta Utara.KOMPAS.com/M Chaerul Halim Kondisi rumah Tino telah runtuh, akibat terdampak kebakaran Depo Pertamina, Plumpang, Jakarta Utara.

Namun, dari total 153 hektar lahan yang dibeli, Pertamina hanya menggunakan 72 hektar sebagai area depo atau penyimpanan dan distribusi minyak.

Di lahan seluas 72 hektar itu, Pertamina juga berbagi lahan dengan kawasan operasional PT Elnusa, yang masih merupakan anak usahanya.

Baca juga: Bos Pertamina Tegaskan Tak Bisa Tutup Depo BBM Plumpang

Sementara sisa lahan dibiarkan kosong sekaligus diperuntukkan zona aman (buffer zone). Menurut Nicke, pihaknya masih memiliki bukti-bukti pendukung area lahan sekitar Depo Plumpang.

"Kami ingin menjelaskan tentang situasi dari Plumpang, yang tanahnya itu dibeli tahun 1971. Ini beberapa gambar yang kami ambil, jadi tahun 1972 masih di sekelilingnya adalah tanah kosong ada 82 hektar sekitar TBBM Plumpang ini.

Beberapa tahun kemudian, lahan kosong sekitar Depo Plumpang itu perlahan ditempati warga pendatang atau disebut penghuni tanpa hak (PTH). Hal itu mulai terjadi di akhir tahun 1980.

Pertamina sendiri kemudian membagi lahan menjadi 4 kawasan. Pertama kawasan A yang meliputi yang jadi area depo, kawasan B dengan luas 11 hektar, kawasan C seluas 12,5 hektar, dan kawasan D di sisi Selatan seluas 58 hektar.

Belakangan, kawasan D inilah yang kemudian dikenal dengan nama Tanah Merah. Nama ini diberikan setelah lahan rawa di kawasan D itu diuruk dengan tanah galian yang berwarna merah.

Lantaran terus dibiarkan, permukiman padat penduduk di sekitar depo terus bertambah seiring banyaknya warga pendatang di Jakarta Utara. Saat ini, bahkan rumah warga sudah menempel di dinding pembatas depo.

Baca juga: Depo Pertamina Plumpang Dikepung Pemukiman Padat, Temboknya Nempel Rumah Warga

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Whats New
Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Anlisis dan Rekomendasi Sahamnya

Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Anlisis dan Rekomendasi Sahamnya

Whats New
Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Whats New
Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km/Jam, Perjalanan Terlambat

Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km/Jam, Perjalanan Terlambat

Whats New
BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

Whats New
[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

Whats New
KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat Gara-gara Hujan Lebat

KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat Gara-gara Hujan Lebat

Whats New
Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Earn Smart
Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Whats New
Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Whats New
Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Whats New
Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Whats New
BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com