Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penjelasan Sri Mulyani Soal Temuan Transaksi Janggal Rp 300 Triliun di Kementerian Keuangan

Kompas.com - 20/03/2023, 18:10 WIB
Rully R. Ramli,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan penjelasan terkait temuan transaksi janggal Rp 300 triliun Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Penjelasan itu disampaikan oleh bendahara negara di Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, usai bertemu dengan Menko Polhukam Mahfud MD dan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana.

"Selama ini kami Kementerian Keuangan dengan PPATK dan Pak Menko sebagai ketua tim kita bekerja dan memiliki komitmen yang sama, untuk memerangi dan memberantas tindak pidana pencucian uang dan korupsi," ujar Sri Mulyani mengawali konferensi pers, di Jakarta, Senin (20/3/2023).

Baca juga: Sri Mulyani Masih Bingung dari Mana Hitungan Transaksi Janggal Rp 300 Triliun

Wanita yang akrab disapa Ani itu menjelaskan, nilai temuan transaksi janggal yang nilainya mencapai Rp 349 triliun itu merupakan nilai total dari sekitar 300 surat temuan PPATK terkait indikasi pencucian uang yang datanya dikirimkan ke Kemenkeu pada periode 2009-2023.

Sebagai informasi, data berupa laporan hasil analisis (LHA) itu dikirimkan oleh PPATK ke Kemenkeu, mengingat Kemenkeu merupakan salah satu penyidik tindak pidana asal, sesuai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Adapun dari total 300 surat terkait LHA yang disampaikan oleh PPATK, 65 di antaranya merupakan surat berisi transaksi keuangan dari perusahaan atau badan usaha atau perseorangan yang tidak menyangkut pegawai Kemenkeu, dengan nilai indikasi TPPU mencapai Rp 253 triliun.

"Artinya PPATK menengarai adanya transaksi dalam perekonomian, entah itu perdagangan, entah itu pergantian properti yang ditenggarai ada mencurigkan dan itu kemudian dikirim ke Kemenkeu supaya Kemenkeu bisa memfollow up, menindaklanjuti sesuai tugas dan fungsi kita," tuturnya.

Baca juga: Soal Transaksi Mencurigakan Rp 300 Triliun di Kemenkeu, Mahfud MD: Bukan Korupsi, Tapi Pencucian Uang

Kemudian, 99 surat lainnya merupakan temuan PPATK yang dikirimkan kepada aparat penegak hukum (APH) dengan nilai transaksi Rp 74 triliun.

Lalu, terdapat 135 surat terkait transaksi mencurigakan yang dikirimkan ke Kemenkeu, yang di dalamnya juga berkaitan dengan pegawai Kemenkeu.

"Nilanya jauh lebih kecil, karena yang tadi Rp 253 trilin plus Rp 74 triliun itu sudah lebih dari Rp 300 triliun," kata Sri Mulyani.

Terkait dengan temuan yang berkaitan dengan pegawai Kemenkeu, Sri Mulyani memastikan, pihaknya telah melakukan penindakan, dan yang bersangkutan sudah dihukum sesuai ketentuan berlaku.

Salah satu contoh kasus yang sudah ditindaklanjuti oleh Kemenkeu ialah kasus pencucian uang dan korupsi pegawai pajak golongan III A, Gayus Halomoan Partahanan Tambunan.

"Dulu disebutkan Gayus itu jumlahya Rp 1,9 triliun sudah dipenjara. Kemudian ada lagi, saudara Angin Prayitno, itu disebutkan transaksinya Rp 14,8 triliun, itu juga sudah dipenjara," ujar Sri Mulyani.

Sementara itu, terkait temuan PPATK yang menyangkut badan usaha atau perorangan non pegawai Kemenkeu juga terus ditindaklanjuti oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).

Sejauh ini, DJP telah berhasil menindaklanjuti 17 kasus TPPU dengan menghasilkan penerimaan negara sebesar Rp 7,88 triliun, sementara DJBC telah menindaklanjuti 8 kasus yang menambah pemasukan negara sebesar Rp 1,1 triliun.

"Ini untuk menjelaskan kepada publik, Kemenkeu tidak akan berhenti, bahkan kami secara pro aktif minta kepada PPATK untuk menjalankan tugas menjaga keuangan negara," ucap Sri Mulyani.

Baca juga: Kemenkeu Akan Temui Mahfud MD untuk Bahas Transaksi Mencurigakan Rp 300 Triliun

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com