Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Irvan Maulana
Direktur Center of Economic and Social Innovation Studies (CESIS)

Peneliti dan Penulis

Menavigasi Dampak Pemangkasan Produksi Minyak OPEC+

Kompas.com - 05/04/2023, 09:27 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

OPEC+ kini memiliki kekuatan penetapan harga yang sangat signifikan dibandingkan masa lalu. Pemotongan produksi minyak kali ini benar-benar konsisten dengan doktrin baru mereka untuk bertindak lebih cepat dan agresif dalam pusaran pasar minyak dunia.

Apapun kebijakannya, mereka yakin tidak akan kehilangan pangsa pasar yang signifikan.

Inilah alasan yang membuat OPEC+ setuju memangkas produksi yang mengerek harga minyak melonjak 8 persen. Pada Senin pagi (2/4), minyak mentah Brent bahkan mencapai 86,44 dolar AS per barel, salah satu kenaikan harga paling tajam dalam 10-11 bulan terakhir.

Sebagai perbandingan, setelah Silicon Valley Bank ambruk di AS pada Maret lalu, harga minyak mentah turun hingga menyentuh 67 dolar AS per barel.

Kemudian harga minyak melonjak tepat setelah Arab Saudi dan OPEC+ mengumumkan pemotongan mengejutkan dalam produksi sekitar 1,16 juta barel per hari.

Pemotongan produksi oleh negara-negara OPEC+, yang merupakan sepertiga dari produksi minyak global, akan dimulai pada Mei 2023 dan berlangsung sepanjang tahun kalender.

Rinciannya, Arab Saudi akan melakukan pengurangan secara sukarela 500.000 barel per hari (bph), Irak 211.000 bph, Uni Emirat Arab 144.000 bph, Kuwait 128.000 bph, Aljazair 48.000 bph, Oman 40.000 bph, Kazakhstan 78.000 bph, dan Gabon 8.000 bph dengan total pemotongan sekitar 1,16 juta barel per hari.

Selain itu, Rusia juga telah mengumumkan penyesuaian sukarela sebesar 500.000 bpd hingga akhir 2023.

OPEC+ mengatakan keputusannya bertujuan memastikan stabilitas pasar minyak di sekitaran 80 dolar AS per barel.

Ini juga merupakan tanda mendinginnya hubungan antara Washington dan Riyadh karena Saudi tetap melanjutkan pemotongan produksi sukarela meski ditentang keras oleh pemerintahan Joe Biden.

OPEC+ juga berdalih, pemotongan dimaksudkan untuk mengurangi dampak ekonomi global yang lesu dan krisis perbankan di AS pada harga minyak mentah.

Kondisi tersebut telah melemahkan harga minyak mentah secara signifikan yang sempat berada di rentang 67-68 dolar AS per barel.

Dengan kekhawatiran resesi AS yang diperburuk oleh keruntuhan bank, kurangnya pertumbuhan ekonomi Eropa, dan pemulihan China dari COVID-19 memakan waktu lebih lama dari yang diperkirakan banyak orang, produsen minyak mewaspadai jatuhnya harga secara tiba-tiba seperti selama pandemi dan krisis keuangan global di 2008-2009.

Meski harga minyak dunia merangkak naik, namun tidak ada masalah soal pasokan. Produksi minyak mentah global rata-rata mencapai 100 juta bph pada 2022 dan diperkirakan akan mencapai 101,5-102 juta bph pada 2023. Sementara pasokan minyak mencapai 101,5 juta bph pada Februari 2023.

Namun yang perlu diwaspadai bahwa harga minyak yang lebih tinggi membuat produksi dan transportasi lebih mahal, inflasi diperkirakan kembali meningkat dan pada akhirnya mengurangi daya beli konsumen.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com