JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut B. Pandjaitan akan mengunjungi Amerika Serikat (AS) untuk mendapatkan perjanjian perdagangan bebas (free trade agreement/FTA).
Hal ini dilakukan lantaran Indonesia belum mengantongi FTA sebagai persyaratan untuk mendapatkan kredit pajak Inflation Reduction Rate (IRA) dari AS.
"Kita tergantung Amerikanya. Kalau Amerika mau kita siap, kalau dia enggak mau ya mau diapain. Tapi yang rugi kan mereka juga. Kita masih ada market lain. Jadi saya kira akan ada mungkin limited free trade agreement dengan kita," katanya di Jakarta, Senin (10/4/2023).
Baca juga: BPKP Tak Restui Impor KRL Bekas, Luhut Bakal Gelar Rapat Lagi
Luhut bilang, FTA ini sangat berpengaruh terhadap negosiasi RI dengan perusahaan otomotif Ford dan Tesla Inc mengenai pengembangan kendaraan listrik. Untuk itulah, dalam waktu dekat ini dirinya langsung melakukan lawatan ke Negeri Paman Sam.
"Jadi seperti misalnya kami nanti ketemu dengan Ford hari lusa di Amerika dan Tesla. Salah satu yang kita bicarakan itu karena kalau tidak mereka rugi juga. Karena dengan green energy yang kita punya untuk memproses precursor, katoda begitu, ya mereka enggak dapat dari Indonesia karena kita enggak punya FTA dengan mereka. Sekarang kita usulin limited free trade agreement dengan mereka," jelasnya.
Pemberitaan sebelumnya, Ketua Kadin Indonesia sekaligus Ketua ASEAN Business Advisory Council (ASEAN-BAC), Arsjad Rasjid mendesak AS untuk lebih adil dalam pemberian subsidi hijau bagi mineral untuk kendaraan listrik.
Arsjad turut menyampaikan keprihatinan atas ‘pengucilan’ terhadap mineral kritis Indonesia dari paket subsidi AS untuk teknologi hijau. Pemerintah AS akan menerbitkan pedoman kredit pajak bagi produsen baterai dan EV di bawah Undang-Undang Pengurangan Inflasi dalam beberapa minggu kedepan.
Baca juga: Luhut Gagal Nego Bunga Pinjaman Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung jadi 2 Persen
Undang-undang ini mencakup 370 miliar dollar AS dalam subsidi untuk teknologi energi bersih. Namun, baterai yang mengandung komponen sumber Indonesia dikhawatirkan tetap tidak memenuhi syarat untuk kredit pajak IRA secara penuh.
Karena Indonesia belum memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan AS dan dominasi perusahaan China dalam industri nikel. Padahal kata Arsjad, Indonesia dapat memainkan peran penting dalam memenuhi kebutuhan AS akan kendaraan listrik dan baterai.
Pasalnya, Indonesia memiliki sepertiga dari dari total cadangan nikel dunia yang menempatkan Indonesia pada posisi pertama. Nikel menjadi bahan yang penting untuk produksi baterai kendaraan listrik.
Baca juga: Luhut Tawarkan 9 Klaster IKN ke China dan UEA
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.