Sejak 1993, Mendikbud Prof Wardiman Djojonegoro memperkenalkan konsep link and match. Namun entah kenapa serasa ada gap antara dunia pendidikan dengan dunia kerja hingga kini.
Dukungan anggaran pendidikan sejak 2003 telah “dikonstitusikan” sebesar 20 persen dari belanja APBN. Porsi terbesar dari seluruh sektor. Sayangnya, dukungan politik anggaran ini serasa tidak menghasilkan lompatan SDM.
Buktinya angkatan kerja kita masih didominasi SD dan SMP. Sesungguhnya ini tamparan bagi dunia pendidikan. Barangkali kita butuh revolusi pada dunia pendidkan yang dipimpin oleh Presiden Jokowi sendiri.
Arah baru tampaknya juga kita butuhkan pada dunia kesehatan. Watak komersil yang berlebihan membuat sektor kesehatan kita tidak ramah terhadap orang miskin.
Sistem jaminal sosial nasional yang melahirkan BPJS Kesehatan seperti anak tiri. Sudah diadopsi tapi enggan dirawat dengan baik.
Saya sangat berharap, proses penyusunan dan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) “Omnibus” Kesehatan bisa memberikan jawaban atas sengkarut sektor kesehatan kita.
Program hilirisasi sektor sumber daya alam (SDA) harus diperluas, agar punya andil nilai tambah ekonomi yang lebih besar. Dengan demikian, kita memiliki modal ekonomi yang cukup untuk mempercepat transformasi sektor energi. Sektor transportasi yang selama ini mengonsumsi 99 persen bahan bakar minyak (BBM) harus mampu dialihkan berbahan tenaga listrik.
Sektor hulu migas yang terus decline, membuat impor migas tak terhindarkan. Akibatnya kita dihadapkan dengan resiko volatilitas harga migas dunia. Imbasnya, APBN sangat rentan menahan penetapan harga BBM oleh pemerintah.
Target pemerintah mendorong pangsa pasar 10 persen untuk mobil dan motor listrik pada tahun depan harus dirumuskan dengan baik, tidak menimbulkan beban fiskal baru, maksimal pengalihan dana cadangan dari subsidi BBM.
Terakhir, perihal pengendalian inflasi, akan tetap menjadi isu penting ke depan. Sebab kenaikan harga, terutama terhadap bahan makanan dalam sekejap bisa membuyarkan target zero kemiskinan ekstrem pada tahun depan.
Sebagai konsekuensinya, pemerintah harus mempersiapkan bantalan bansos lebih besar lagi. Banggar senantiasa akan memberikan dukungan untuk memberikan perlindungan terhadap kelompok miskin ekstrem, terutama pada kelompok rumah tangga lansia dan difabel.
Namun agenda pengendalian inflasinya harus terorganisir dengan baik. Sistem logistik nasional (sislognas) harus akurat dan realtime. Sehingga pemantauan atas harga kebutuhan pokok tidak perlu dipidatokan seperti era Harmoko, namun teknologi informasilah yang bekerja mengawasi pergerakan rantai pasok hingga ke tingkat pembeli.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.