Otoritas Kelautan dan Pelabuhan Singapura saat ini sedang merencanakan dan merancang fase ketiga dari mega proyek Pelabuhan Tuas, dengan pekerjaan reklamasinya diharapkan akan selesai pada pertengahan 2030-an.
Proyek pelabuhan yang bakal dibangun di atas lahan reklamasi itu tentunya membutuhkan pasir dalam jumlah besar untuk menguruk kedalaman laut.
Baca juga: Singapura Paling Diuntungkan dengan Ekspor Pasir Laut RI
Di sisi lain, Malaysia yang sempat jadi pemasok pasir laut sudah menghentikan ekspor galian C ini ke Singapura.
Kembali ke tahun 2007 saat Indonesia menegaskan larangan ekspor pasir laut, pemerintah Singapura sempat meradang dan terpaksa mencari sumber pasokan pasir dari negara lain.
Kala itu, pemerintah Singapura bahkan menuding Indonesia sengaja menghentikan ekspor pasir laut untuk menekan negaranya agar bersedia bernegosiasi terkait perjanjian ekstradisi dan penetapan garis perbatasan.
Sementara itu masih dikutip dari Harian Kompas, karena tingginya permintaan pasir laut, kala itu marak eksploitasi pasir laut adalah Kepulauan Riau.
Baca juga: Kenapa Indonesia Impor BBM dari Singapura, Padahal Minyaknya dari Indonesia?
Sejak 1976 hingga 2002, pasir dari perairan Kepri dikeruk untuk mereklamasi Singapura. Volume ekspor pasir ke Singapura sekitar 250 juta meter kubik per tahun.
Pasir dijual dengan harga 1,3 dollar Singapura per meter kubik, padahal seharusnya harga dapat ditingkatkan pada posisi tawar sekitar 4 dollar Singapura. Dengan selisih harga itu, Indonesia rugi sekitar 540 juta dollar Singapura atau Rp 2,7 triliun per tahun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya