Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Negara Dituding "Bokek", Stafsus Sri Mulyani: Keliru!

Kompas.com - 25/06/2023, 12:31 WIB
Rully R. Ramli,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menampik pernyataan yang menyebutkan, pemerintah tidak mempunyai uang atau bokek. Hal ini disampaikan oleh Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo.

Melalui serangkaian unggahan di media sosial Twitter, Prastowo menjawab pernyataan yang menyebutkan, pemerintah tidak punya uang, sehingga tidak mampu meningkatkan tunjangan kinerja (tukin) pegawai negeri sipil (PNS) hingga belanja yang sudah diatur dalam Undang-undang (UU) atau mandatory spending dihapus.

"Negara bokek nggak punya uang? Keliru!" tulis Prastowo, dikutip Minggu (25/6/2023).

Terkait dengan mandatory spending, Prastowo menegaskan, pemerintah tetap berkomitmen mengalokasikan anggaran belanja sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Langkah ini dilakukan meskipun pemerintah dalam beberapa tahun terakhir melakukan relokasi anggaran.

Baca juga: Soal Utang Negara Ratusan Miliar ke Masyarakat, Ombudsman Masih Tunggu Respons Jokowi dan DPR

Ia pun mencontohkan, dua pos mandatory spending ialah untuk pendidikan dan kesehatan.

Untuk alokasi anggaran kesehatan, besaran mandatory spending sebesar 20 persen dari APBN dan APBD, sementara untuk kesehatan sebesar 5 persen (di luar gaji) dari APBN.

"Berdasarkan hal tersebut, pada APBN TA (tahun anggaran) 2022 anggaran pendidikan dialokasikan sebesar Rp 621,28 T. Sementara, anggaran kesehatan dialokasikan sebesar Rp 255,39 T," tulis Prastowo.

Baca juga: Kata Jubir Kemenkeu soal Utang Grup Citra ke Negara: Terkait Tutut Soeharto, Bukan CMNP

 


Berdasarkan dokumen LKPP yang telah diaudit, realisasi penyerapan anggaran pendidikan TA 2022 sebesar Rp 480,26 triliun, atau setara 77,30 persen.

Sementara itu, anggaran kesehatan realisasi penyerapannya sebesar Rp 188,12 triliun, atau setara 73,66 persen.

"Dengan demikian, melihat komitmen pemerintah selama ini dalam memenuhi mandatory spending demi melaksanakan amanat UU, prematur utk menyebut pemerintah menghapus mandatory spending, apalagi karena bokek," tulis Prastowo.

Baca juga: Tambah Makmur, Tukin PNS Kemenag Bakal Naik 80 Persen

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com