Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mimpi Sri Mulyani, Tunjangan Tinggi, PNS Kemenkeu Tak Lagi Korupsi

Kompas.com - 08/07/2023, 16:47 WIB
Muhammad Idris

Penulis

Sumber Kompas.com

KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menjebloskan mantan Kepala Bea Cukai Makassar Andhi Pramono ke penjara dalam kasus gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) pada Jumat, 7 Juli 2023.

Andhi Pramono disangkakan menerima uang suap dari pengurusan ekspor-impor kala menduduki jabatan Kepala Kantor Bea Cukai Makassar.

Merunut ke belakang, kasus yang menyeret Andhi Pramono ini sebenarnya bisa dibilang tak terduga sebelumnya. Nasibnya apes setelah terimbas mencuatnya kasus anak pegawai pajak Rafael Alun Trisambodo, Mario Dandy Satrio yang juga tersangka pelaku penganiyaan.

Warganet yang awalnya menyoroti perilaku hidup hedon Mario Dandy, kemudian merembut ke gaya hidup anak-anak pegawai Kementerian Keuangan lainnya. Salah satu yang paling jadi sorotan adalah Atasya Yasmine, putri Andhi Pramono.

Baca juga: Kepala Bea Cukai Makassar Tersangka Suap, Padahal Gaji Sudah Tinggi

Di akun media sosialnya, Atasya Yasmin kerap memamerkan gaya hidup super mewah seperti menggunakan barang-barang mahal dan plesiran ke luar negeri. Sang ayah, Andhi Pramono pun kemudian diperiksa KPK dan kini jadi tersangka.

Mimpi Sri Mulyani

Sebelumnya ditangkapnya Andhi Pramono dan Rafael Alun, sudah banyak pegawai Kementerian Keuangan yang terkena kasus pidana terkait penerimaan gratifikasi alias suap.

Sebagaimana diketahui, ASN di Kementerian Keuangan menerima tunjangan paling tinggi dibandingkan seluruh instansi pemerintahan lainnya di Indonesia, dalam hal ini tunjangan kinerja (tukin).

Tunjangan kinerja paling jumbo terutama didapat para PNS dari Ditjen Pajak. Sebagai contoh, untuk pejabat eselon di Kemenkeu, besara tukin yang didapat sudah menembus di atas Rp 100 juta per bulan, belum termasuk penghasilan dari tunjangan-tunjangan lainnya.

Baca juga: Intip Gaji Pegawai Pajak Lulusan STAN dan Aneka Tunjangannya

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam beberapa kesempatan menceritakan upayanya membersihkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dari korupsi.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut menyampaikan, ketika periode awal keberadaan KPK yang terbentuk pada 2000-an awal, dirinya turut serta dalam diskusi awal dalam pembentukan kebijakan.

Pasalnya kala itu, Indonesia terkenal sebagai negara dengan korupsi yang sistemik dan struktural. Solusi efektif agar pegawai Kemenkeu tak lagi korupsi, menurut Sri Mulyani, adalah dengan menaikkan penghasilannya.

"Oleh karena itu dibuat strategi awal bagaimana membuat gerakan anti korupsi, terutama yang membuat ASN dan pejabat yang jujur menjadi mungkin," ujar Sri Mulyani dikutip dari pemberitaan Kompas.com pada 9 Desember 2012.

Baca juga: Berapa Gaji Polisi Berpangkat Bharada?

Sebab kala itu, banyaknya Pegawai Negeri Sipil (PNS) terjerat korupsi lantaran gaji yang pas-pasan untuk hidup. Bahkan menurut dia, kerap kali gaji PNS hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan selama seminggu hingga 10 hari.

Sehingga, langkah awal yang dilakukan kala itu adalah meningkatkan tunjangan kinerja PNS kementerian/lembaga.

"Untuk bisa mencapai itu harus ada keuangan negara yang sehat," ujar Sri Mulyani.

Bendahara Negara tersebut mengungkapkan, ketika reformasi digencarkan di kementeriannya era 2005-2006 untuk bisa menggenjot kinerja penerimaan negara, institusi penerimaan negara yaitu Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menjadi fokus utamanya.

Sebelum akhirnya, proses reformasi dilakukan secara menyeluruh di jajaran Kemenkeu.

"Kita bekerja sama dengan KPK kemudian BPK dan MA," ujar dia.

Baca juga: Berapa Gaji Polisi Berpangkat Tamtama, dari Bharada sampai Abripol?

Di jajaran Kemenkeu, Sri Mulyani menerapkan tiga langkah awal pencegahan korupsi.

Sedangkan lapisan pertahanan ketiga (third line of defense) dilakukan melalui fungsi audit internal. Fungsi ini dijalankan oleh Inspektorat Jenderal sebagai auditor internal Kemenkeu.

Dengan dilaksanakannya fungsi ini, diharapkan quality assurance pengelolaan risiko di Kemenkeu terus meningkat.

"Kalau di Kemenkeu kerjaannya adalah ngurus uang negara, godaannya itu ya setiap detik ada. Lalu bagaimana bisa membangun integritas? Makanya di Kemenkeu ada first line sampai third line defense. Karena kita merasa perlu ada lapisan-lapisan yang harus dibangun," ujar dia.

Baca juga: Lengkap Tabel Gaji PNS Golongan I sampai IV, Plus Semua Tunjangannya

Sri Mulyani kala itu juga sempat meluapkan kejengkelannya kepada pejabat pajak yang tertangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK, saat dirinya tengah membersihkan citra Kemenkeu usai kasus korupsi PNS pajak Gayus Tambunan yang menghebohkan publik.

"Masih ada aparat pajak yang bahkan tidak malu untuk mengkhinati teman-temannya," ujar Sri Mulyani dikutip dari pemberitaan 22 November 2016.

Ia tidak habis pikir dengan pejabat pajak yang tertangkap tangan oleh KPK itu atas dugaan praktik suap. Bagi Ani, prilaku tersebut sudah merusak kredibilitas instansi pajak.

Seperti diketahui, Ditjen Pajak sedang berusaha membangun kembali kepercayaan publik pasca-kasus Gayus Tambunan.

Meski kecewa, Ani tidak ingin kasus suap yang menjerat pejabat pajak tersebut dijadikan alasan masyarakat untuk tidak membayar pajak. Sebab, tanpa pajak, pembangunan dan bantuan sosial kepada masyarakat akan sulit direalisasikan.

"Kalau itu terjadi (masyarakat tidak bayar pajak), Indonesia ini akan rusak. Kalau enggak bayar, enggak dapat penerimaan (negara)," kata Sri Mulyani.

Baca juga: Daftar 9 Mafia Pajak Indonesia: Gayus, Denok, hingga Angin

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com