Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemenhub Sindir Pemda yang "Ngemis" Anggaran Pembangunan Transportasi

Kompas.com - 12/07/2023, 06:25 WIB
Isna Rifka Sri Rahayu,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Hendro Sugiatno menyindir pemerintah daerah yang kerap meminta anggaran untuk membangun transportasi daerah, namun tidak memiliki konsep perencanaan pembangunan yang jelas.

"Setiap hari itu ada pemerintah daerah yang datang ke Ditjen Perhubungan Darat. Semuanya ingin membangun transportasi tapi semuanya minta anggaran dari pusat untuk membangun transportasi di daerahnya," ujar Hendro saat Forum Diskusi Sektor Transportasi yang diselenggarakan virtual, Selasa (11/7/2023).

"Ketika saya tanya mana roadmap-mu akan membangun transportasi dalam 5, 10 tahun, 20 tahun ke depan? Semuanya angkat tangan. Jadi senangnya hanya minta, tapi ketika ditanya konsepnya mana enggak ada satupun yang bisa menunjukkan tentang konsep bagaimana membangun transportasi di daerahnya," lanjutnya.

Baca juga: Kemenhub Dorong Masyarakat Kurangi Pakai Motor, Beralih ke Transportasi Umum

Bahkan ketika Kemenhub telah membantu pemda dengan memberikan sejumlah bus dengan harapan bantuan ini bisa menstimulus pemda menambah armada angkutan kotanya, justru sampai hari ini tidak ada satupun yang berjalan dengan baik.

"Yang lebih ironis lagi ketika diberi barang transportasi, dikelola oleh badan usaha daerah. Seharusnya kalau dikasih dua, tahun depan akan tiga, tahun depan lagi akan empat. Tapi ketika dikelola oleh badan usaha daerah, besok datang lagi mintanya apa? Minta uang untuk memperbaiki mobil yang rusak. Lah terus uang pendapatan selama ini larinya ke mana? Dan itu semua," ungkapnya.

Kendati demikian, dia mengakui baik pemerintah pusat maupun daerah sama-sama menghadapi masalah klasik berupa keterbatasan anggaran untuk membangun dan mengembangkan infrastruktur transportasi.

Baca juga: Kemenhub Akan Perpanjang Rute KA Bandara Adi Soemarmo ke Purworejo dan Yogyakarta

Dalam Rencana Strategis (Renstra) Kemenhub 2020-2024 pun terlihat ketimpangan kebutuhan biaya dengan alokasi anggaran yang disediakan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

Adapun pada Renstra Kemenhub 2020-2024, kebutuhan biaya untuk pembangunan infrastruktur transportasi nasional mencapai Rp 711 triliun, sedangkan alokasi anggaran dari APBN hanya sebesar Rp 340,16 triliun. Sehingga didapati selisih sebesar Rp 370,84 triliun yang harus dipenuhi oleh pemerintah pusat dan daerah.

Menurutnya, sisa kebutuhan biaya untuk pembangunan infrastruktur transportasi nasional tersebut bisa dipenuhi melalui pendanaan kreatif non-APBN atau creative financing (pembiayaan kreatif).

Baca juga: Kemenhub Pastikan Impor KRL Baru Tidak Berdampak ke Pemberian Subsidi Tarif

Pembiayaan kreatif ini bisa berupa skema kerja sama antara pemerintah dan badan usaha (KPBU), kerja sama pemanfaatan (KSP), peningkatan peran badan usaha milik negara (BUMN), surat berharga syariah negara (SBSN), dan investasi swasta murni.

Apapun jenis pembiayaan kreatif yang dipilih kata dia, tergantung bagaimana kreativitas pemimpin daerahnya mencari pembiayaan untuk membangun transportasi daerah masing-masing.

"Bagaimana tentang sisa Rp 370,84 triliun? Makanya kita perlu creative financing. Ini peran kepala daerah harusnya. Bukan datang minta, lalu ketika ditanya lebih panjang lagi enggak bisa jawab. Dan itu sudah kayak menjadi sesuatu yang budaya," tukasnya.

Baca juga: Ada Kereta Cepat, Kemenhub Pastikan KA Argo Parahyangan Tetap Beroperasi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com