Ia mengatakan, utang pemerintah saat ini akan terus bertambah sebagai konsekuensi kebijakan anggaran belanja yang ekspansi dan kenaikan penerimaan perpajakan yang tidak memadai.
Beliau juga menyoroti alokasi dana sekitar Rp 993 triliun untuk belanja kementerian/lembaga (K/L) tahun 2023. Nilai tersebut turun 3,81 persen dibanding 2022.
Penurunan ini salah satunya karena porsi pembayaran bunga utang yang cukup tinggi (Rp 441 Triliun), di luar subsidi BBM dan kompensasi sosial yang melonjak.
Intinya, meskipun Indonesia memiliki kemampuan membayar bunga dan pokok utang, namun tingginya bunga utang akan menggerus belanja pemerintah untuk infrastruktur dan sosial (Pendidikan dan Kesehatan) yang sangat dibutuhkan.
Besarnya pembayaran pokok utang yang menyebabkan defisit anggaran juga harus ditutupi dengan refinancing utang alias dengan cara utang baru.
Salah satu masalah pokok utang pemerintah adalah rendahnya penarikan pajak Indonesia. Rasio pajak Indonesia saat ini sebesar 10,4 persen masih di bawah rata-rata global sebesar 13,5 persen.
Indonesia juga tertinggal dari negara-negara lain di kawasan ASEAN. Misalnya, rasio pajak Thailand sebesar 14,5 persen, Filipina sebesar 14 persen, dan Singapura sebesar 12,9 persen.
Masalah struktural: kontribusi ekonomi yang signifikan, tetapi kontribusi pajak yang relatif kecil (under tax)
Ada beberapa alasan rendahnya tax ratio Indonesia jika dibandingkan dengan benchmark global.
Salah satu penyebab utamanya adalah masalah struktural kontribusi sektor ekonomi. Meskipun sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar kedua terhadap PDB sebesar 13,8 persen, namun kontribusi pajaknya hanya sebesar 1,5 persen.
Alhasil, sektor tersebut memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan, namun kontribusi pajaknya relatif kecil.
Tantangan lain dalam pengenaan pajak sektor pertanian adalah adanya pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) di sektor tersebut.
Mayoritas pertanian dan perkebunan di Indonesia dijalankan sebagai bisnis perorangan dan bukan sebagai industri, sehingga sulit untuk mengenakan pajak kepada mereka.
Kondisi ini membuat pajak sektor pertanian menjadi sulit dan mungkin menjadi salah satu penyebab relatif rendahnya kontribusi pajak.
Kecilnya kontribusi pajak penghasilan (PPh) orang pribadi karena rendahnya pendapatan per kapita di negara tersebut dan lemahnya intensifikasi.